Judul : "Sobat yang di Sini"
Genre : Friendship, Comedy
Author : @ariek_andini
Cover by : @ariek_andini
Cast : Ilham, Dicky, Rangga, Reza, Bisma, Rafael, Morgan
Description : Test, test, sebelum kalian membaca cerbung ini, saya pengen curcol sebentar. :) Sejujurnya ini cerbung udah lama saya buat, udah berbulan2 coy. Jadi, jangan kaget ya kalo misalnya masih ada Morgan di dalam cast.
Genre : Friendship, Comedy
Author : @ariek_andini
Cover by : @ariek_andini
Cast : Ilham, Dicky, Rangga, Reza, Bisma, Rafael, Morgan
Description : Test, test, sebelum kalian membaca cerbung ini, saya pengen curcol sebentar. :) Sejujurnya ini cerbung udah lama saya buat, udah berbulan2 coy. Jadi, jangan kaget ya kalo misalnya masih ada Morgan di dalam cast.
************
Gue
menghela nafas berat. Rasanya kegalauan gue jadi berkali lipat gara-gara si
Dicky.
Tanpa tahu mau kemana, gue pun berjalan mengelilingi
lorong hotel. Hingga kemudian gue sampai di depan sebuah pintu kamar bernomor
101. Gue diam sejenak. Ini kamar Rangga dan Bisma.
“Ngapain
loe berdiri di depan pintu kayak gitu? Mau maling loe?” tegur Bisma dari
belakang. Tangannya penuh dengan camilan dan kerupuk.
“Loe
dari mana?” tanya gue heran.
“Habis ngerampok
minimarket.” jawab Bisma sambil membuka pintu kamar. Gue yang sadar ngga punya
tujuan, ikut masuk ke dalam kamar lalu duduk di kasur Bisma.
“Ada
apa, Ham?” tanya Bisma tiba-tiba.
“Ngga
ada apa-apa. Cuma pengen maen aja ke kamar loe. Bosen gue di kamar. Dicky
ngisruh kayak orang kesurupan.”
“Biasanya
juga loe kompak sama dia.” kata Bisma berkomentar.
“Gue
takut sama syuting besok.” jawab gue.
Bisma
menoleh. Dia melihati gue heran, “Takut apaan?”
“Pernah
ngga loe memberi kesan buruk saat pertama kali kenalan sama cewek?” tanya gue.
Bisma makin keheranan mendengar pertanyaan gue. Sejurus kemudian dia memasang
muka serius. Sepertinya dia paham kalau gue lagi pengen curhat.
“Cewek? Syuting?” gumam Bisma menebak-nebak,
“Loe lagi deketin cewek yang syuting bareng kita? Gila! Loe gampang banget
cinlok!”
“Bukan
cinlok begitu! Ini bukan pertama kalinya gue ketemu dia. Tapi udah
berbulan-bulan lalu. Rasanya, Ada yang beda dari dia. Ngga seperti cewek
kebanyakan.”
“Yang
penting loe jangan gegabah. Cewek nggak suka sama cowok yang terlalu vulgar.
Deketin aja dia pelan-pelan dan secara alami.” kata Bisma kemudian.
“Tapi
gue risau, Bi! Pertama kali ngomong sama dia di telpon, gue malah bikin dia
ketakutan. Loe tahu? Gue kayak teroris yang mau ngebom rumah dia! Gue
mengenalkan diri kayak orang tahun 80-an. Pake nyebutin nama lengkap lagi.”
Bisma
nampak berpikir sejenak, kemudian dia tersenyum, “Itu cuma pikiran loe aja.
Hati loe resah. Loe perlu menenangkan diri. Sholat malam, Ham. Terus berdoa,
minta sama Yang Kuasa ketenangan hati.” kata Bisma ala Ustad Yusuf Mansyur.
Gue
menelan ludah. Antara paham dan ngga paham, gue manggut-manggut aja. Nasihat
Bisma dari jaman baheula sampe era globalisasi ngga pernah berubah.
Ujung-ujungnya dia pasti nyuruh sholat malam.
Tapi
memang benar, hati gue ngga tenang seperti yang disimpulkan Bisma. Gue
merisaukan hal yang ngga jelas. Baru menapaki tahap awal kenalan dengan Aini,
gue udah bingung ngga karuan. Tuh cewek hebat banget. Belum apa-apa udah bikin
gue kalang kabut.
Gue
keluar dari kamar Bisma dan kembali ke kamar gue. Gue hitung tiap ubin yang gue
langkahi. Gue menutup mata, lalu melenggang ke kamar mandi. Gue wudhu.
½¼½¼½¼½¼½¼½¼
Pagi
menjelang. Seperti yang dikatakan Mas Kunto, hari ini kami kembali menuju
Sentul untuk meneruskan syuting. Perasaan gue udah kayak gado-gado disiram es
kopyor. Seneng, kangen, gugup, malu dan takut campur aduk jadi satu.
Dua puluh
menit berlalu, mobil kami pun sampai di lokasi syuting. Gue langsung menebar
pandangan ke segala arah. Mencari sosok berkerudung yang bersinar damai, Aini.
“Kita
kumpul dulu di halaman samping masjid!” seru Mas Kunto diikuti semua personel
Smash.
Kecuali
gue.
Bisma
sempat melirik gue sekilas. Ngga tahu kenapa, gue merasa sedang disemangati.
Gue membelok ke arah lain. Menerobos di antara kru dan properti syuting. Tiap
celah gue hampiri. Tempat rias, tenda artis, tenda kru, hingga tempat menyimpan
properti syuting, ngga satu pun luput dari pencarian gue. Tapi...
Nihil.
Hingga
kemudian gue berkeliling masjid ngga karuan. Entah angin mana yang mengarahkan
kaki gue, tiba-tiba gue sampai di tempat parkir mobil.
Di
situlah sosok yang gue cari-cari muncul. Aini keluar dari mobilnya dengan
anggunnya. Kali ini ia berkerudung pink. Sesuai banget dengan suasana hati gue!
Gue
menganggukkan kepala.
Aini juga
mengangguk.
“Aini,
ya?” kata gue membuka pembicaraan.
“Iya.”
Jawab Aini.
“Gu-gue
Ilham.”
Aini
tersenyum, “Ilham siapa, ya?”
Gue
cengo.
DIA NGGA
TAHU SIAPA GUE???
“Gue
Ilham.” Gue menarik nafas, “Ilham, yang kemarin nelpon kamu.”
“Eh,
kemarin nelpon aku? Yang mana, ya?”
Tiba-tiba
seorang cowok keluar dari mobil Aini. Dia membawa perlengkapan syuting Aini
lalu berjalan menghampiri Aini. Dia tersenyum ke gue dan mengangguk.
Gue
rasakan dahi gue penuh dengan keringat dingin.
“Ada
perlu apa, ya, Ham?” tanya Aini memecah keheningan.
“Ngga
ada apa-apa. Cuma pengen nyapa aja.” jawab gue.
Gue
tersenyum, balik badan, lalu berjalan meninggalkan tempat parkir. Aini melihati
gue dari belakang.
Cowok
itu?
Gue ngga
tahu harus nulis apa di sini. Entah sakit, entah perih, entah kecewa. Gue ngga
tahu. Yang gue tahu, semuanya hampa.
Gue
menghentikan langkah gue begitu sampai di dekat tenda tempat personel Smash
berada. Tiba-tiba gue lihat Rangga berjalan mengendap-endap sambil menjinjing
seikat rambutan.
“Rangga!”
panggil gue. Rangga tersentak kaget. Dia menatap gue jengkel.
“Sial
loe ngagetin gue!” bentak Rangga.
“Rambutan
sebanyak itu dapat dari mana?” tanya gue.
“Ini gue
pesen langsung dari Pekalongan! Gue mau balas dendam sama Dicky. Tuh bocah sialan
udah nyeburin sepatu impor gue ke kolam hotel!” kata Rangga.
Gue
menganga.
“Udah!
Loe diam aja! Lihat baik-baik cara gue balas dendam ke dia!” kata Rangga.
Kemudian dia masuk lalu memasukkan rambutan yang dikerubuti semut itu ke dalam
tas Dicky.
Gue
tersenyum tipis. Dasar! Dari dulu rutinitas gila seperti ini ngga pernah
berakhir! Dijaili dan menjaili. Mereka ngga pernah jera meski kadang sampai
bikin nangis orang lain.
Tak
berapa lama kemudian, Dicky keluar dari ruang ganti sambil menjinjing
pakaiannya. Dia lalu menghampiri tasnya untuk memasukkan pakaian yang tidak
dipakainya itu. Gue berhitung dalam hati. Tepat hitungan ketiga, Dicky meloncat
mundur sambil jejeritan kayak habis ketemu kuntilanak.
“Aaaaaaaghrr!!! Rambutan! Rambut!! Ram!
Butan!! #$%?%$&” Dicky berteriak pakai bahasa planet alay. Dia berlari
hendak keluar dari tenda.
Dengan
sigap Rangga mengambil tas berisi rambutan itu lalu mengejar Dicky. Di sisi
lain, Bang Reza udah siap menghadang Dicky dan memegangnya agar tidak berlari
keluar.
Suasana
semakin ricuh. Dicky berontak. Bang Reza dan Rangga semakin beringas ngerjain
dia. Tepat di saat-saat klimaks, Rafael datang lalu melerai ketiganya. Karena
berkelai melawan Rafael dan Dicky, rambutan yang berada di tangan Rangga tanpa
sengaja terjatuh. Buah rambutan merah itu menggelinding kemana-mana. Semut yang
sebelumnya memenuhinya kini memenuhi lantai dan berlarian tak tentu arah.
Rafael,
Reza dan Rangga lompat-lompat kegatalan menghindari semut-semut itu. Sementara
Dicky sudah seperti orang struk kesetrum listrik. Dia shock berat melihat
rambutan menggelinding kemana-mana, dan itu masih ditambah ribuan semut
memenuhi lantai. Dicky megap-megap kekurangan oksigen.
Morgan
dan Bisma ketawa ngakak melihat kejadian ajaib itu. Gue apalagi. Gue bahkan
ketawa ngakak ampe nangis-nangis. Udah resiko punya teman abnormal kayak
mereka. Gue sering sakit perut gara-gara ketawa ngga berhenti-berhenti.
Di sela
tawanya, Bisma tiba-tiba mengalihkan tatapannya ke gue. Gue terdiam lalu balas
menatap Bisma. Dia mengangguk.
Gue
tersenyum. Entah kenapa, lagi-lagi gue merasa Bisma lagi nyemangatin gue.
Loe
benar, Bis. Serisau apapun gue, kalian tetap ada di samping gue dan selalu berhasil
mengusir kegundahan hati gue. Aini sudah ada yang memiliki. Gue cukup berharap,
cowok berwajah tirus di parkiran mobil tadi bisa membahagiakan Aini.
Perempuan
cantik tak ada apa-apanya dibanding sahabat sendiri.
------------------------------------------
END
ngakak baca yg terakhir
BalasHapusSetujuuu (y)
Hapusstuju jugaaaaa :D
Hapusciyyee...
BalasHapussempet terharu juga kak,
hahaa bayangin ajja saya yang jadi Aini, toh sama2 Aini.. heheee
kan kan... -___- Kegeeran sendiri gara2 nama sama... -___-
Hapusahahaha sempet cemburu ngbaca cerita'a ....tp ajung2'a seneng kq ,,Aini udah ada yg punya,,,, biar iam'a buat saia ajah :*
BalasHapusmimpi... -___-
Hapus