Tittle:Cinta 18 Hari (Special Story)
Genre:Roman,Drama (Family,Friendship)
Author:Alfiyah Setiawan with Auryn Saenandra
Rating:Teenager
Cast:
- Muhammad Ilham
Fauzi Effendi (Ilham)
- Muhammad Reza
Anugrah Effendi (Reza)
- Sarwendah Tan
(Wenda)
- Dicky Muhammad
Prasetya (Dicky)
************************
Jam istirahat
yang pendek. Dan gue hanya duduk anteng di kelas dengan sebuah novel misteri di
tangan.
“Hay,Ham!” sapa seseorang.
Gue menoleh, “Hey, Dick! Kenapa?”
balas gue pada seorang cowok kurus berponi di hadapan gue. Dicky Muhammad
prasetya, seenggaknya dia cowok di sekolah ini yang akrab dengan gue.
“Enggak, cuma
mau ngajak loe ke kantin, mau gak?”
Gue mengiyakan
ajakan Dicky. Kami berjalan menuju kantin berdampingan. Sementara Dicky memesan
dua porsi nasi goreng, gue kebagian tugas mencari meja kosong. Dan di tengah
pencarian gue itu lah mataku terpaku pada satu titik. Sejenak lupa dengan
tujuan gue datang ke kantin. Mata gue asik mengamati jelita Wendah dari
kejauhan. Gadis manis berambut sepunggung itu tengah bergurau dengan
teman-temannya di salah satu meja berseberangan dengan meja dimana gue berada.
“Apa-apaan sih,
loe, Dick!?” seru gue sedikit kesal.
“Ngeliatin apa?
Wenda?”
“Pelan-pelan
bisa gak?
“Iya, Wenda?”
“Udah tahu
nanya.”
“Mending loe
tembak dia sekarang juga! Bosen gue lihat loe ngelamunin dia mulu!”
“Tapi dia kan, populer!
Kalau dia udah suka sama orang lain gimana?”
“Belum tentu! Apa
gara-gara gossip dia lagi PDKT sama Ketos kita?” gue terdiam, Dicky
menambahkan, ”Lagian menurut gue, loe jangan terlalu baik dengan urusan hati.”
Kayaknya
Dicky bener juga, gue terlalu lama and terlalu baik sehingga ngasih kesempatan
ke yang lain.
“Nyusun
rencana?” Tanya Dicky.
“Tuh,tahu!
Makanya jangan ganggu,”
Laki-laki harus
berani melangkah. Berdiam pada satu titik tidak akan menghasilkan apapun. Itu
satu-satunya kalimat yang gue pegang erat-erat saat ini. Ditambah omongan Dicky
siang tadi di Kantin. Dicky yang di mata gue nggak lebih dari cowok bawel,
tiba-tiba berubah bijak kayak Mario Teguh.
Angin siang
perlahan berubah sejuk seiring matahari yang bergeser ke barat. Sore itu
sepulang sekolah, Wenda nampak tengah berjalan sendirian di koridor sekolah. Gue
meneguhkan hati! Ini kesempatan lo, Ham!
“Hai, Wen!” sapa
gue.
“Ada apa?” balasnya
sedikit dingin. Sejak awal memang dia tidak terlalu respect pada gue.
“Gue mau
ngomong sesuatu sama loe.” Kata gue dengan nafas tertahan di kerongkongan.
“Apa?”
“Loe mau gak
jadi pacar gue?”
“APA?!”
Sesuai
perkiraan, dia terkejut setengah mati. Gue ngomong minta dia jadi pacar seperti
orang mabuk lagi malak orang, nggak ada titik koma. Ck, gue jadi sedikit
menyesal sekarang.
“Gue serius!”
kata gue lagi.
”Maaf,tapi gue gak suka sama loe,”
Sayangnya hidup
ini nggak sesimpel bawelan Dicky.
Sejujurnya
dengkul gue lemes. Tapi gue harus maju! Gue udah sejauh ini ngomong sama Wenda.
Gue nggak boleh berhenti di tengah-tengah.
“Kalau gitu gue
punya permintaan,” kata gue mencegah Wenda pergi.
“Apa?” Balas
Wenda tak sabar.
“Gue mau loe
jadi pacar pura-pura gue mulai hari Senin.”
“Ngapain gue
jadi pacar pura-pura loe?!” pekiknya.
“Please, Wen, cuma
18 hari!” Wenda tampak menimbang-nimbang.
”Setelah 18 hari,gue
bebas,kan?” tanyanya.
Gue mengangguk.
“Oke, 18 hari! Nggak
lebih! Gue harap sih, kurang!” kata Wenda. Makin nampak judes dengan matanya
yang sipit.
Usai berkata demikian, Wenda berbalik
badan ninggalin gue.
Kali ini gue
akuin semua bawelan Dicky terbukti. Gue masih bengong kayak patung pancoran di
depan pintu kelas. Rasanya baru sedetik lalu gue melakukan transakasi ajaib
dengan Wenda. Pacaran selama 18 hari? Nggak nyangka rencana gue terkabul dengan
mulus!
Sejenak
mengumpulkan kesadaran yang masih tersisa, gue kemudian beranjak pulang. Tak
perlu banyak mikir, gue besok pagi harus menjemput Wenda dan berangkat bareng
ke sekolah. Dia pacar gue!
Langkah gue
terhenti begitu sampai di pagar rumah. Mata gue tertuju pada Mobil Toyota
Avanzha Silver yang terpakir di depan teras. Gue berdecak. Semburat rasa
sebal dan iri muncul di hati gue.
Maaf! Bukan
maksud gue iri pada kakak gue yang memiliki kekurangan fisik dibanding gue. Kak
Reza mengidap kanker ginjal sejak waktu yang gue sendiri nggak tahu itu kapan.
Tapi, entahlah! Rasanya dengan sakitnya yang kronis itu, dia berhasil menyedot
seluruh perhatian Papa ke dia! Sedikit-sedikit Kak Reza, apa-apa kak Reza, gue
kapan?
“Udah pulang
loe,Ham?” sapa Kak Reza yg sedang duduk menonton TV.
“Udah. Kak, gue boleh nanya gak?” sahut gue
sambil duduk di sampingnya.
“Boleh,mau nanya apa?”
“Loe pernah
nembak cewek gak?”
“HAH?!”
Sepertinya Kak Reza sangat terkejut dengan pertanyaank gue.
”Salah ya,gue
nanya?” tukas gue.
“Enggak,cuma
aneh aja. Iya,gue pernah,kenapa?”
“Diterima gak?”
“Ada yang iya, ada
yg enggak. Loe kenapa,sih? Habis ditolak cewek?”
“Hhmm… sebenarnya
ditolak enggak, diterima juga enggak.”
“Lah, terus?!”
“Gue minta dia
jadi pacar pura-pura gue selama 18 hari.”
“Ngapain loe
minta dia jadi pacar pura-pura loe?”
“Ya,karena gue
suka sama dia dan gue udah mengharapkan dia dari lama.”
“Emang dia
kayak gimana,sih?”
“Dia itu
cantik, populer, pinter, supel, pokoknya keren, deh! Seisi sekolah nggak ada
yang nggak kenal sama dia.”
“Kayaknya,tuh
cewek hebat amat~...”
“Emang,tapi
dia gak mau sama gue.”
“Kenapa? Menurut
gue, loe pantes sama dia. Loe lumayan cakep, pinter, prestasi basket loe juga
keren.”
Percakapanku
dan Kak Reza berlanjut pada saling tunjuk. Ku bilang aku anak yang cupu dan
nggak bisa apa-apa, tapi Kak Reza bersihkukuh bilang aku berbakat dan anak yang
sempurna. Ck! Gue benci pembicaraan seperti ini!
“Ayah,kak…” desisku
kemudian sambil berusaha menahan air mata yg ingin mengalir. Aku bukan tipe
orang yg mudah mengeluarkan air mata, namun entah mengapa jika mengingat
tindakan kurang mengenakkan ayahku, bendunganku langsung bocor.
“Sabar ya,Ham! Loe gak kayak gitu, kok!
Kita emang beda, tapi bukan berarti loe gak ada apa-apanya. Loe lebih hebat
dari gue, loe gak sakit kayak gue, iya ‘kan?” kata Kak Reza lagi,sementara aku
berusaha menghentikan laju air mata.
“Kak,loe udah
punya pacar belum?” tanyaku setelah air mataku selesai beraksi dan suasana
mereda.
“He he
he…belum sih, tapi gue udah punya gebetan,” jawab Kak Reza.
“Gebetan?
Siapa?”
“Rahasia,
ciri-cirinya tinggi, putih, langsing, rambutnya kecoklatan…”
“Itu mah
Barbie!” potongku.
“Enak aja, dia
bukan boneka, dia juga pinter, supel, ramah, seru deh!” balas Kak Reza tak
terima jika perempuan idamannya kusebut boneka.
“Ya
udah,terserah.”
“Oh ya,kenapa
gak loe jadiin dia pacar pura-pura untuk selamanya aja?Siapa tahu bisa suka
beneran?”
“Enggak ah, yang
penting, ultahu gue tahun ini berbeda.”
“Cieee…yg mau
ultah!”
Aku membalas
Kak Reza dengan menyengir kuda. Aku lalu melesat ke dalam kamar. Nggak akan ada
bedanya kalau aku terus-terusan mengingat masa lalu. Aku udah punya pacar. Aku
ingin menikmati masa ini sebelum 18 hari berakhir.
Esok harinya,
aku memulai dengan sesuatu yang beda. Dengan menenteng dua buah helm, aku
bersiap menjemput Wenda di rumahnya. Seenggaknya itu yang aku tahu yang biasa
dilakukan seorang cowok pada ceweknya.
“Ayah
mana,kak?” tanyaku saat mendapati meja makan hanya dihuni oleh Kak Reza.
“Semalam ayah
gak pulang, katanya ada urusan, mending loe cepet sarapan terus berangkat!”
“Kakak gak
kuliah?” tanyaku lagi.
“Kuliah
siang,” jawab Kak Reza pendek.
Seperti nggak
kerasan duduk di meja makan. Aku lebih memilih mempercepat sarapanku lalu
meluncur ke rumah Wenda.
Sampai di
depan rumah Wenda, aku terhenyak.Ternyata Wenda itu anak orang kaya, tapi
aku-yg selalu mengikuti perkembangannya tidak pernah melihat dia memakai
barang-barang yg ‘WAW’.
“Hai,Wen!
Udah siap?” sapaku.
“Udah. Tumben
gak telat~...” katanya sedikit menyindir. Ups,tapi betul juga sih,kadang aku
suka telat.
“Masa jemput
kamu telat, gak mungkin dong!”
“Oohh…ya
udah, cepet!” Aku langsung memacu motorku secepat mungkin karena kudengar Wenda
menyukai motorcross.
Sampai di
sekolah, ”Gak apa-apa kan,tadi aku ngebut?” tanyaku setelah dia melepas
helm-nya.
“Gak apa-apa,” jawabnya sambil memberikan
helm yang tadi kuberikan kemudian mulai beranjak pergi.
“Wen!”
Panggilku.
”Apa?”
Sahutnya.
“Pas pulang
aku anter lagi, ya!” kataku. Wenda hanya mengangguk kemudian berlalu.
Dingin seperti
biasa. Nggak ada yang berubah dari Wenda. Tapi itu bukan masalah buatku. Yang
penting, Wenda pacarku.
”Cielah...!
Yang bisa ngedapetin Wenda…!” Goda Dicky begitu aku masuk ke kelas.
“Gue!”
Balasku sambil menepukkan tangan ke dada. Bangga!
“Ngomong-ngomong,
gimana cara loe bisa ngedapetin Wenda?”
“Keistimewaan
gue gitu, pakai cara halus dan membujuk melas.”
“Loe sadar gak
kalau loe adalah pacar pertama dia?”
“Hah?!Serius
loe,dia belum pernah pacaran?Cewek secantik dan sepintar dia?!”
“Serius,makanya
loe beruntung banget bisa jadian sama dia, banyak yang patah hati sama dia.”
DAMN! Itulah
yg nanti akan kualami pada hari ke-18,tapi aku diam saja.
“Tapi
denger-denger,belakangan ini dia udah punya gebetan.”
Gebetan? Batinku
tak yakin.
***********************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar