Title : Cewek Rockstar VS Cowok Boyband
Season : 2
Author : @ariek_andini (adm4)
Genre : Comedy - Romantic
Main Cast : Rangga, Andin, Dicky, Eriska Rein
-------------------------------
“Hallo?”
“Ah, iya,
hallo...”
“Dengan siapa? Silakan sebutin
namanya...”
“Salma...”
“Ok, Salma. Mau
request lagu apa?”
“Nggak!”
“Hah?”
“Aku nelpon Cuma
mau nanya, tadi, di berita yang loe baca, tuh pengamat musik siapa namanya?”
“Hah?”
“Hah-heh-hah-heh mulu dari tadi!”
Andin naik pitam, “Tadi! Berita yang elu baca!”
“Eh? Itu? ooooh...”
“Bener! Berita murahan yang loe
bacain tadi tentang Rangga SMASH, pengamat musik kata loe yang bilang kalau
Rangga numpang populer ke Andin D’Uneven...”
“Maaf? Berita murahan? Maksudnya?”
“Tinggal jawab aja belibet! Ngomong
aja kalo loe nggak tahu siapa! Makanya kalo dapat berita itu jangan asal
dibacain! Baca dulu sumbernya yang jelas! Gosip murahan aja loe embat!”
“Mbak! Maaf! Mau request lagu
apa?!!” potong penyiar itu.
“Loe tahu apa soal perasaannya
Rangga? Emang tuh pengamat musik siapa kok bisa tahu alasan Rangga pacaran sama
Andin? Dukun? Tukang sulap?!”
“Mbak, kalau nggak mau request,
saya tutup telponnya...”
Tuut, tuut, tuut....
Andin menutup telpon duluan.
Nafasnya megap-megap. Bunyi klakson menyadarkan otaknya. Lampu telah berubah
hijau. Andin memacu mobilnya. Matanya nanar menatap jalanan. Hampir saja dia
hilang kendali. Hampir saja tuh penyiar habis dia omelin. Gimana kalau tadi dia
keceplosan dan semua orang tahu kalau yang telpon tadi adalah Andin D’Uneven?
“Kampret! Kampret! Kampret!!”
Apanya yang pengamat musik?
Pengamat musik mata dia siwer!! Yang ada juga si biawak pohon, Bunawar! Membawa-bawa
pengamat musik agar gosip yang dia tebar terlihat nyata. Berengsek!!
Sudah hampir sebulan sejak
persidangan bunawar yang digagalkan Rangga dulu berlangsung. Dan orang itu
masih tetap menyebar gosip untuk melampiaskan amarahnya. Percuma membujuk
ayahnya, percuma bersabar. Makin lama malah makin menjadi-jadi!
“Ndin!”
“Hm?”
“Bang Somad udah jemput loe di
depan stadion! Dia pakek baju batik-batik warna cokelat. Eh, bukan! Ungu! Eh?
Apa ya tadi! Ya gitu lah! Kalo nggak coklat, ungu, ya biru!”
“Iya...”
“Gue nggak bisa telpon lama-lama. Habis
ini ada breafing sama EO. Loe juga jangan telat. Kita dapet segmen pembukaan!”
Pasti ada cara untuk melawan tuh
belut sawah! Pasti ada! Sudah saatnya mata dibalas dengan mata! Api dibalas
api! Bunawar tidak bisa didiamkan begitu saja!
“Erwin!!”
“Apa lagi?!!”
“Gue besok nggak bisa ikut ke
Semarang!”
“Hah?!!”
“Itu cuman acara reality nggak
jelas kan? Cuman ngegame-ngegame terus makan-makan! Bilang aja gue sakit!!”
“Loe mabok ha?!! Kita jadi sponsor
mereka!! Loe kalau....”
Tuut, tuut, tuut....
Mau bermain-main? Ingin menjadikan
media sebagai senjata?
Andin menambah kecepatan mobilnya.
Matanya menyala-nyala.
************
“Ada schedule?”
“Schedule?”
“Iya... hari ini mau ngapain?”
“Hari ini?” Rangga
menjentik-jentikkan jarinya, “Bangun tidur, tidur lagi, makan, godain suster
Eva, tidur lagi, makan lagi, abis itu nelpon Andin buat nanyain dia masih idup
apa enggak....”
“Hahahaha!”
“Maaaaaaaa!!!”
“Udah, deh! Sabar dulu...”
“Plis maaa, bujuk Om Panchunk
sekali lagi! Aku mati bosen nih!! Masih mending kalo dibolehin keliling rumah
sakit! Nah ini?! Aku hanya dibolehin di dalam kamar doank! Nggak boleh keluar!!
Please Mama bujuk Om Panchunk! Bilang aja Mama yang bakal ngerawat aku di
Bandung ntar!”
“Mama berangkat besok, Rangga...
Grand launching cabang baru perusahaannya Om Haryadi lusa besok.”
“Ma~......”
“ Yang sabar aja! Makanya kamu
jadi anak itu yang diem. Begitu itu jadinya kalo nggak bisa diem!”
Rangga bergulingan di kasur.
Pembicaraan mulai berbalik arah. Dia yang ingin protes pada mamanya, malah dia
yang kena omel.
Telepon ditutup seperempat jam
setelahnya. Ekspresi Rangga sudah tidak berbentuk. Kenyang mendengar mamanya
ceramah, dan sekarang kembali pada kehidupannya yang sebenarnya, kamar rumah
sakit.
Sebenarnya sudah berkali-kali
Rangga protes pada Om Panchunk. Dia bahkan mengancam sambil membawa-bawa nama
Komnas HAM.
“Ini namanya pelanggaran HAM, Om!!
Aku nggak dibolehin kemana-mana! Dua jam sekali dicek perawat! Ini namanya
penyekapan! Pembatasan hak!!”
“Ngomong apa kamu itu?!”
“Pokok kalo besok aku masih nggak
dibolehin keluar, aku bakal telpon Komnas HAM!!”
“Ya udah telpon aja... Oh, ya,
ntar bilang ke mereka, Om ada di kantor dari jam 8 sampe jam 2. Soalnya kalo
sore Om ada meeting sama Label.”
Rangga manyun. Semua ancamannya
sama sekali tidak bereaksi sama Om Panchunk. Hari itu, Om Panchunk cuma nemenin
Dedi nganterin seafood pesenan
Rangga, mastiin Rangga anteng di kamar rumah sakit, lalu pulang. Shit!!
Sebagus apapun desain interior
kamar rumah sakit yang dipesankan Om Panchunk, secantik apapun perawat yang
biasa membereskan kamarnya, rasanya semuanya terasa menyebalkan karena
membosankan.
“Kan kamu bisa nonton TV biar nggak
bosan!” bela Om Panchunk di hari di mana Rangga protes untuk keseratus kalinya.
Rangga cuman bisa berlipat tangan
dengan hati dongkol mendengar pembelaan Om Panchunk yang satu itu. TV?!!
Menyuruhnya nonton TV biar nggak bosen?!! Demi apa!! Dia bahkan sampai hapal
nama-nama pembaca berita di stasiun TV gara-gara tiap hari nyalain TV! Dia tahu
semua gosip nggak bermutu yang ditayangkan secara besar-besaran di TV, dimulai
dari artis dangdut nggak pernah pulang ke rumah, istri musisi ngelahirin dan
ditayangkan live di stasiun Tv, dia tau itu semua! Lalu apalagi? Berikutnya ada
artis bikin telor dadar dan ditayang live pun dia nonton!!
“Ya mau gimana lagi?!! Masa Om
mesti mindahin Paris Van Java ke dalam sini biar kamu nggak bosen?!!”
Ide bagus!! Sekalian pindahin
Disneyland yang ada di Marne-La-Vallee ke dalem sini biar rame!
Rangga memain-mainkan layar
handhonenya. Ada efek riak air kalo disentuh dengan tangannya. Bosan memainkan
handphonenya, Rangga ganti memainkan pajangan keramik. Dia comot dari atas
meja, lalu dia guling-gulingkan di kasur. Seminggu dia nginap di rumah sakit,
sudah dua pajangan keramik dia pecahkan. Kalo Om Panchunk ngomel, Rangga cukup
masang muka polos sambil menjawab, “Nggak sengaja kesenggol, namanya juga orang
sakit....”
Klekk!
Pintu kamar terbuka, Rangga
menoleh.
“Andin?”
“Ssssttt!!” Andin mengacungkan
telunjuknya di depan bibirnya. dia berlari kecil ke dalam. Langkahnya ringan
agar tidak ketahuan orang.
“Bukannya loe sekarang ada jadwal di
semarang?!!”
“Gue bolos...”
“Hah?”
“Ayo siap-siap, loe ikut gue!”
“Kemana?”
“Bridal Paradise....”
“WHAT?!!!”
Rangga bengong. Mabok tuh anak?
Dateng-dateng, langsung ngajak keluar Bridal Paradise.
“Loe mo ngapain di sana?! Mau beli
gaun pernikahan? Mabok loe?!!”
“Udah loe nggak udah banyak nanya!
Buruan ganti baju!! Gue jelasin di mobil!!” potong Andin sambil menarik kaki
Rangga dari kasur.
Rangga tidak sempat menyela. Tiap
kali mau buka mulut, Andin langsung membekapnya. Tubuhnya didorong-dorong ke
dalam kamar mandi. Dipaksa ganti baju dalam waktu semenit.
Apalagi sekarang? Setelah disekap
di dalam kamar rumah sakit, sekarang dia akan diculik Andin. Ada apa dengan
orang-orang di sekitarnya? Kenapa mereka semua seperti kriminal?!!
“LOE SEBENERNYA KENAPA SIHHH?!!”
Bentak Rangga tidak tahan. Dia
menolak masuk ke dalam mobil.
“Diem loe, jangan tereak-tereak!
Kalo ada yang tahu ntar gimana?!!” Andin menurunkan topi Rangga hingga menutupi
separuh wajahnya. Dengan kekuatan penuh, didorongnya Rangga ke dalam mobil.
Rangga duduk di kursi mobil dengan
perasaan campur aduk. Begini rasanya diculik pacar sendiri!
“Tadi gue udah telpon Rafael, dia
bilang Om Panchunk akan ke kamar loe jam 5 sore. Makanya kita harus cepetan!
Mumpung waktunya masih panjang!”
“Ya, tapi loe bisa kan ngomong ke
gue baik-baik?! Sayang, kita keluar yuk, aku mau nemenin kamu makan, aku mau
nemenin kamu biar nggak bosen di rumah sakit, gitu kek!! Nggak usah
didorong-dorong gini! Loe pikir gue maling kampung!?? Gue pacar loe, Ndin!!”
Omel Rangga sejadinya.
“Kagak ada waktu buat
sayang-sayangan! Kita udah ditunggu wartawan!!” sahut Andin sambil menyalakan
mesin mobil.
Rangga tercenung, “Wartawan?”
ulangnya.
“Oh, iya, gue belum ngomong ya ke
elo?”
“Apaan?!”
“Loe tahu nggak, siapa yang berada
di balik semua pemberitaan tentang boyband loe?”
Rangga mengerutkan dahinya. Tak
dinyana pertanyaan Andin mengarah pada masalah pemberitaan itu.
“Berita.... itu karena boyband gue jarang
tampil bareng, dan anak-anak sekarang sibuk sama karir masing-masing, udahlah
nggak usah dimasalahin! Namanya juga media! Gue udah kebal sejak pertama kali
debut dulu!”
“Ck! Loe polos amat sih, Rang! Loe
nggak bisa anggap enteng mereka!! Loe harus serang balik!”
Rangga melirik Andin. Serang
balik?
“Gue sebenarnya nggak mau bilang
ini ke elo. Orang yang memprovokatori pemberitaan boyband loe, yang mengatakan
kalo loe numpang tenar ke band gue, dan semua gosip nggak jelas lainnya, itu
Bunawar...”
“..........”
“....dan... Papa.....”
Rangga menghela nafas. Dia
bersandar ke jok mobil.
Belum selesai? Setelah
menyerangnya, hampir membuatnya wajahnya cacat dan melukai Dicky, itu belum
cukup?
“Kadang gue benci sama keluarga
gue sendiri! Mereka nurut banget sama Bunawar kayak hewan peliharaan! Gue
akuin, Bunawar yang banyak berjasa di balik kesuksesan karir papa, tapi nggak
gini juga!!”
“Gue udah berkali-kali protes, dan
Papa cuman nyuruh gue sabar sampe Bunawar berhenti dengan sendirinya. Tapi
makin lama tuh berita makin menjadi-jadi!! Kita nggak bisa diam terus!! Gue
akan lawan sekalipun itu papa gue sendiri!!”
“Kayak gimana?” tanya Rangga.
Andin tersenyum masam, “Bunawar
nyerang kita dengan gosip, kita balas juga pakek gosip!!”
“Ha?”
Satu kata ‘ha’ dengan nada
menggantung keluar dari bibir Rangga. Dia cuma sempat ber-ha sebelum akhirnya
dia menyimpulkan, Andin lagi stress tingkat akut.
“Ndin, loe kayaknya lagi panas,
kita pulang aja! Loe harus minum obat!!” Rangga menarik Andin keluar dari
mobil.
Andin berontak, “Siapa yang sakit,
Bego?!!!”
“Loe sejak datang ke kamar gue,
tingkah loe udah kayak orang sinting!! Dan sekarang loe malah ngomong pengen
nyerang Bunawar pakek gosip segala! Otak loe dimana?! Loe kayak cacing mau
ngelawan naga, tau nggak?!”
“Loe ngatain gue cacing?!!! Loe
tuh belatung!!”
“Kecoak!”
“Curut!”
“Kadal Aer!”
“Biawak! Uler Jelek! Kandang
Bebek! Patung Pancoran!! Hiiiiyyhhhhhh!!!!”
Andin melempar Rangga dengan
tempat tisu. Seketika ajang bongkar-membongkar kebusukan Bunawar berubah
menjadi perang dunia ke-3.
“Loe banyak amat ngatain gue!! GUE
PACAR LOE!!” bentak Rangga. Rese juga tuh cewek lama-lama.
“Gue ngomongnya belom selesai!!
Makanya dengerin gue dulu, Tuyul!! Maksud gue bukan nyerang Bunawa pakek gosip!
Apa untungnya sama gue? nggak mempan lahhh!! Gue juga tahu posisi gue!!
produser besar kayak dia mana bisa disentil sama gosip-gosipan gitu!!”
“Terus?”
“Bukan dia yang kita gosipin, tapi
kita!!”
Berasa keselek pedal gas, Rangga
lagi-lagi cuman mangap. Andin tadi pagi sarapan oli berapa liter sihhh?!!
“Media berita itu mudah banget
disetir. Loe kasih mereka umpan, mereka datang. Loe belokkan kemana, mereka
ngikut. Loe nyadar nggak sih selama ini,
ada artis nabrak orang, beritanya sampe berminggu-minggu. Tapi kemudian ngilang
gitu aja digantiin berita lain. Berita tabrak orang berubah jadi berita artis
kawin cerai, begok banget kan?!!”
“Makanya, gosip tentang loe dan
boyband loe di luar sana, bisa kita redam dengan berita lain yang lebih menarik
perhatian!! Hari ini kita akan fitting baju buat pertunangan kita!! Gue udah
nelpon wartawan. Bahkan ada yang mau nayangin eksklusif live!! Makanya loe
nanti yang pinter ngomong! Tapi jangan terlalu terbuka! Bikin mereka penasaran
dan ngejar kita!! Dengan begitu, media akan tertarik sama berita pertunagan
kita, dan gosip yang disebarin Bunawar akan ngilang dengan sendirinya!!”
“...........”
“Rang?”
“Ah.... ehm....”
“Loe dengerin gue nggak sihhh?!!!”
“Bentar! Bentar!! Gue ambil
nafas!!”
Rangga memegangi pelipisnya.
Matanya terpejam. Andin berbicara dengan kecepatan 175 kilometer per jam.
Antara paham dan nggak paham. Tapi di akhir dia mengambil kesimpulan, selama
ini dia memacari seorang cewek rocker edan.
“Udah deh!! Loe ngikut aja!
Semuanya udah gue atur!! Loe bersikap kayak biasa aja entar di depan kamera!!
Gue juga udah bayar desainernya, gue udah atur dia, termasuk soal perban di
punggung loe, dia udah tahu dan udah gue kasih uang tutup mulut!”
Tanpa menunggu persetujuan dari
Rangga, Andin melajukan mobilnya. Setengah jam sudah terbuang demi menjelaskan
Rangga soal rencananya. Jika saja tuh cowok nggak banyak tingkah dan nurut,
pasti akan efisien waktu.
Perjalanan menuju tempat fitting
baju, suasana mobil hening. Baik Andin maupun Rangga tidak ada yang membuka
mulut. Padahal baru semenit lalu keduanya berisik minta ampun kayak Pasar
Senen. Mata Rangga menarawang jauh ke depan. Sorotnya tidak jelas. Tatapannya
tidak bernyawa. Membayangkan acara fitting baju pertunangan yang sama sekali
tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Benar dia dan Andin memang berencana
tunangan, tapi nggak selebay ini juga kali! Baru tunangan, tapi kenapa
urusannya kayak mau nikah gini??
--------------------
BERSAMBUNG KE PART 28
Lucu banget sumpah :D
BalasHapusTeruskan kak.. ;)