Author : Fitri Fauziya
Genre : Romantic
Cover : @ariek_andini
Cast :
- Rangga Moela
- Eriska Rein
- Dicky Prasetyo
- Danita 'Princess'
*****************
Indah merona. Hijau menyejukkan. Biru
menggoda. Kuning menggelora. Indah dunia ini merayu. Daya hati menatapnya.
Hanya gelap yang menyapa. Gemericik air mengalir dari gayung plastik menuju
pot-pot kecil. Lagi-lagi serasa indah merona.
Aktifitas
pagi yang rutin Eriska lakukan adalah menyirami tanaman, tanaman dalam pot yang
berjajar di teras depan rumahnya. Meraba setiap pot lalu menyiramnya agar
tanaman mendapat air dengan tepat. Saat ke pot kesekian , ia sadar kalau potnya
tidak ada. Berulang kali Eriska mengibaskan tangannya ditempat pot itu hilang.
Suara cekikikan kecil dari seseorang terdengar di sebelah Eriska.
"Dicky? Itu kamu?" tanya Eriska
heran.
"Yah, ketahuan." kata Dicky
menghentikan tawa kecilnya yang sedari tadi berdiri disebelah Eriska dengan
membawa pot.
"Aku
kan gak bisa lihat, bukan gak bisa dengar. Kamu ketawa begitu suaranya
kedengeran." kata Eriska.
Dicky memandangi gadis di sampingnya itu
jail. Sejak kecil Eriska tidak bisa melihat. Dan hanya dia lah yang paham
bagaimana harus menjaili Eriska. Siapa lagi yang selalu menemani Eriska dari ia
kecil selain dia?
"Kamu
cari apa, Eris?" tanya Dicky pura-pura tak tau.
"Nyari tanaman aku nih, mana ya?"
jawab Eriska lalu mengibas-ngibaskan tangannya lagi ditempat pot yang hilang
itu.
"Kamu salah kali, bukan disitu."
"Aku
gak mungkin salah, aku tau banget tempat pot ini setiap jaraknya." kata
Eriska meyakinkan.
Dicky
pun mengalah dan menghentikan aksi jahilnya itu dengan meletakkan kembali pot
yang Eriska cari.
"Kamu
emang hebat.. Nih!" kata Dicky mengambil tangan Eriska agar menyentuh pot
yang baru di letakkanhnya itu.
Eriska
hanya tersenyum menahan tawa, membayangkan entah bagaimana ekspresi wajah pasrah
Dicky saat ini.
"Kamu gak sekolah?" tanya Eriska
memecah rasa bersalah Dicky. Dicky mengalihkan matanya ke jam tangan yang
melingkar di tangannya.
"Alamak! Aku hampir terlambat!"
kata Dicky sambil menepuk keningnya. Ia pun pergi terburu-buru dengan menaiki
sepedanya setelah berpamit kecil pada Eriska.
***
Teriknya
matahari siang ini dikalahkan oleh teduhnya dedaunan pohon yang melindungi
tubuh Eriska yang tengah duduk dibangku taman. Eriska biasa duduk disana,
menunggu Dicky pulang sekolah yang hampir setiap hari jalan melewati taman.
Dicky dan Eriska memang biasa mengunjungi taman, untuk sekedar melepas
kepenatan atau bermain ayunan dibawah pohon bersama.
Sedang
Eriska duduk berteduh, seorang laki-laki tiba-tiba duduk disebelahnya.
Terdengar seperti sedang berbicara dengan seseorang, entah apa yang di
bicarakannya, Eriska tak peduli.
"Maaf, tolong tulis ini, ya!" kata
lelaki berkulit putih itu terburu-buru sambil memberikan kertas dan bolpoin
pada Eriska.
Eriska
tidak merespon.
"Oh,
iya iya. Sebentar, ya." kata lelaki itu lagi sambil menggenggam ponselnya.
"Ini,
mbak. Tolong tulis ini." kata lelaki itu sambil menaruh secarik kertas dan
bolpoin ke tangan Eriska. Lelaki itu pun menyebutkan beberapa digit nomor untuk
Eriska tulis. Namun Eriska hanya diam bingung tanpa tau apa yang harus ia
lakukan.
"Kok
diam saja sih, mbak? Ck.." gerutu lelaki berkemeja biru sambil mengambil
kertas dan bolpoin ditangan Eriska.
"Maaf,
saya gak bisa." kata Eriska lalu mengambil tongkatnya dan beranjak dari
duduknya. Seketika wajah kesal lelaki itu bengong melihat Eriska beranjak dari
duduknya dengan membawa tongkat. Diperhatikannya Eriska yang berlalu di
depannya. Sejurus kemudian dikejarnya Eriska.
"Tunggu..
Maaf ya, aku gak tau kalau kamu.." lelaki itu tidak melanjutkan
kata-katanya.
"Iya, gak apa-apa." kata Eriska
tersenyum.
"Permisi."
kata Eriska lagi lalu pergi dengan hati-hati.
Iringan
tongkat menjadi penompang sekaligus petunjuk jalan bagi Eriska agar tidak salah
berpijak. Tidak seperti biasa, di belakang Eriska seperti ada yang mengikuti.
Kalau ia berjalan suara kangkah kaki terdengar, dan jika ia berhenti sejenak
suara langkah itu juga berhenti, mengikuti dirinya terus.
Eriska
ingin berbalik dan langsung memukuli orang yang mengikutinya dengan tongkat
karena takut itu orang jahat. Tapi tak mungkin, ia seorang gadis buta juga tak
membawa benda berharga selain tongkat yang jadi penompangnya sekarang, apa yang
orang itu incar darinya?
Pikirannya
pun tertuju pada lelaki yang tadi berbicara dengannya di taman.
"Kamu
ngikutin aku?" tanya Eriska menghentikan langkahnya.
"Emm..
Aku cuma mastiin kalau kamu gak kenapa-kenapa dijalan." jawab lelaki itu
yang berdiri satu meter di belakang Eriska. Ia lalu mendekat ke Eriska.
"Aku
baik-baik aja kok, aku bisa sendiri." tukas Eriska, "Aku udah sering
banget dari rumah ke taman dari taman ke rumah, udah hafal banget." kata
Eriska lagi.
"Baiklah,
tapi gak salah kan aku mau berteman sama kamu?" tanya lelaki itu
tiba-tiba.
Eriska
sejenak mengerutkan keningnya lalu tersenyum dan mengangguk.
"Namaku
Rangga, kamu?" kata Rangga memperkenalkan dirinya sambil tersenyum senang.
"Eriska."
"Ya
sudah, meskipun kamu udah hafal jalan pulang, tapi aku antar kamu pulang, ya.
Sekalian ingin main ke rumah kamu." kata Rangga.
Eriska
hanya diam nampak seperti berpikir dengan kalimat terakhir Rangga, sekalian
ingin main ke rumah? Selama ini tidak ada anak laki-laki teman Eriska yang main
ke rumah selain Dicky.
"Boleh
kan? Tenang aja, aku bukan orang jahat kok, kita kan sudah jadi teman."
kata Rangga meyakinkan yang membuyarkan lamunan Eriska.
Deru sepeda motor bersahut-sahutan dari
kejauhan. Jalan setapak yang dilalui Eriska dan Rangga kian hening. Tidak ada
yang bersuara. Rangga menatap Eriska dalam diam. Menunggu Eriska yang tak juga
membuka suara.
******************
Bersambung ke part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar