19 November 2013

(Cerbung SMASH) "Menatap Flamboyan" / Part 8



Judul : Menatap Flamboyan
Author : Fitri Fauziya
Editor : @ariek_andini
Genre : Romantic
Cover : @ariek_andini
Cast :
- Rangga Moela
- Eriska Rein
- Dicky Prasetyo
- Danita 'Princess'

***************

       Selesai menyirami tanamannya di teras dan mandi pagi, ibu Eriska menyisiri rambut lurus bergelombang Eriska di ruang tengah. Aktifitas yang sudah jarang ibu Eriska lakukan dan baru sekarang ini ia menyisir rambut anaknya itu.

       "Anak ibu sudah sebesar ini. Umur kamu sudah 17 tahun, nak." kata ibu menyisir rambut Eriska di belakang punggung Eriska.

       "Ibu inget banget wakv itu sebulan setelah Dicky lahir trus di susul kamu. Gak terasa, sekarang kamu udah besar aja, tumbuh jadi gadis yang cantik." ucapnya lagi.

       Eriska hanya tersenyum mendengarkan ibunya yang sedang bercerita tentang dirinya.

       "Masa sih, bu. Emang aku cantik, ya?" tanya Eriska.


       "Iya dong, anak ibu. Buktinya Rangga dekat-dekat terus sama kamu." goda ibu sambil tertawa kecil.

       Seketika wajah Eriska jadi masam mendengar nama Rangga. Tapi tak bisa dipungkiri di balik wajahnya yang seperti itu tergambar jelas rona merah di pipinya.

       Sedang sepasang ibu anak itu bercanda dengan hangat, Dicky datang ke rumah Eriska. Dia pun ikut-ikutan bergurau bersama Eriska dan ibunya.

       "Oh iya, Eris. Ayo siap-siap, kita kan mau ke rumah sakit untuk periksa mata." kata ibu setelah beberapa lama bercanda.

       "Gak usah di periksa, bu." sergah Eriska datar.

       "Kenapa? Nanti pas di operasi kamu kaget loh." celetuk Dicky.

       "Lagian aku gak mau di operasi." jawab Eriska tiba-tiba, membuat ibunya dan Dicky tersentak.

       "Kenapa, Eris? Ini waktu yang tepat, pendonornya sudah ada. Ini kan kemauanmu sejak lama, nak." Balas Ibu Eriska masih penuh dengan kebingungan.

       "Pokoknya aku gak mau." Eriska bersihkeras.

       "Eris, memangnya kamu nggak mau liat aku, liat ibu kamu, liat dunia ini?" tanya Dicky.

       "Biarin aja aku gak bisa liat kalian, aku kan masih bisa merasakan kasih sayang kalian."

       "Emang kamu gak mau main-main sama aku yang gak pernah kita lakukan pas kamu masih buta?" tanya Dicky lagi sambil berusaha membujuk sahabatnya itu.

       "Tanpa aku bisa liat pun kita masih bisa bermain, kamu juga nggak pernah mempermasalahkan itu kan?"

       Dicky terhenyak. Tak pernah dilihatnya Eriska sekeras kepala ini. Ia dan ibu Eriska hanya bisa saling pandang dengan bibir mengatup. Berusaha mencari kata-kata untuk membujuk Eriska. Tapi apa?
       
       Beberapa menit kemudian terdengar suara ketukan pintu. Ibu Eriska meninggalkan Eriska dan Dicky berdua lalu pergi membukakan pintu. Benar dugaannya, Rangga lah yang datang.

       ”Eris, ini ada Rangga." seru ibu Eriska, sementara Rangga berjalan mengekor di belakang.

       "Owh, Rangga? Aku Dicky, teman Eriska." Dicky memamerkan senyum manisnya sambil menjabat tangan Rangga.

       "Ya, aku tau." Jawab Rangga.

       "Eris, Rangga datang kamu kok diam aja?" tegur Dicky pada Eriska.

       "Mau apa?"

       "Kok kamu begitu sih, sayang? Gak biasanya..." tanya ibu Eriska, tak seperti biasanya Eriska bersikap seperti itu jika Rangga bertamu ke rumah. Sejak membicarakan masalah operasi matanya, sikapnya berubah.

       "Gak papa, tante. Mungkin terbawa emosi karena akan menghadapi operasi." ucap Rangga.

       "Siapa bilang aku mau dioperasi?" sambar Eriska.

       "Heh? Kamu bercanda kan?" tanya Rangga keheranan.

       "Emang wajahku kelihatan lagi bercanda?" Eriska balik bertanya.Eriska yang tengah duduk di sofa pun beranjak hendak berjalan ke kamarnya. Buru-buru Rangga berlari mencegat Eriska.

       "Eriska, kamu belum kasih alasannya, jelasin sama aku!" pinta Rangga.

       "Iya, Eris. Kamu duduk dulu deh." Dicky menuntun Eriska duduk di sofa bersamanya.

       "Sekarang kamu jelasin alasannya." pinta Rangga lagi yang kini duduk disebelah Eriska.

       "Ya aku gak mau di operasi.. Dengan mata kak Rangga." Eriska sedikit menggantungkan kata-katanya.

       "K-kamu tau dari mana?" tanya Rangga tergagap.

       "Surat yang ku temukan di sofa, tertulis dengan jelas nama kakak. Dicky yang bacain buat aku." ungkap Eriska.

       Rangga hanya mengerutkan keningnya, berfikir betapa ceroboh ia sampai menjatuhkan surat yang seharusnya siapapun tak mengetahuinya.

        "Kenapa sih kakak mau donorin matanya buat aku?" tanya Eriska dengan mata berkaca-kaca.

       "Aku cuma gak tega lihat kamu terus-terusan kayak gini." jawab Rangga.

       "Hanya itu?" tanya Eriska, Rangga mengerutkan keningnya.

       "I-iya." jawab Rangga.

    "Bohong..!! Apa kakak malu punya pasangan yang buta? Kakak malu kan punya pasangan yang buta?" tanya Eriska dengan pertanyaan yang sama. Rangga menatap wajah Eriska dan sesekali menatap heran ibu Eriska dan Dicky yang tengah duduk.

  Bersambung ke part 9 ...

Tidak ada komentar:

:a   :b   :c   :d   :e   :f   :g   :h   :i   :j   :k   :l   :m   :n   :o   :p   :q   :r   :s   :t Add smileys to Blogger +

Posting Komentar