Judul : "Sobat yang di Sini"
Genre : Friendship, Comedy
Author : @ariek_andini
Cover by : @ariek_andini
Cast : Ilham, Dicky, Rangga, Reza, Bisma, Rafael, Morgan
Description : Test, test, sebelum kalian membaca cerbung ini, saya pengen curcol sebentar. :) Sejujurnya ini cerbung udah lama saya buat, udah berbulan2 coy. Jadi, jangan kaget ya kalo misalnya masih ada Morgan di dalam cast.
Genre : Friendship, Comedy
Author : @ariek_andini
Cover by : @ariek_andini
Cast : Ilham, Dicky, Rangga, Reza, Bisma, Rafael, Morgan
Description : Test, test, sebelum kalian membaca cerbung ini, saya pengen curcol sebentar. :) Sejujurnya ini cerbung udah lama saya buat, udah berbulan2 coy. Jadi, jangan kaget ya kalo misalnya masih ada Morgan di dalam cast.
********************
Berdasar
pada kata-kata Morgan siang itu, gue pun memutuskan untuk menelepon Aini.
“Assalamu’alaikum~...”
jawab seorang cewek di seberang sana.
Gue
terhenyak. Tangan gue semakin erat
menggenggam hape.
Buset,
halus banget suara nih cewek!
“Halo?”
tanya Aini.
Gue diam.
“Halo?
Ini siapa?” tanya Aini lagi.
Gue masih
diam.
GIMANA
INI?
“Ini
siapa, sih?”
“Ha-halo!
Ini Aini, ya?” akhirnya keluar juga suara dari mulut gue.
“Iya,
gue Aini. Ini siapa?”
“Gu-gue
Ilham.”
Hening.
“Ilham
siapa, ya?”
“Ah, gue
Muhammad Ilham Fauzi Effendi.”
Hening
lagi.
“Oh, ada
apa, ya?” tanya Aini.
“Ngga
ada apa-apa, kok.” jawab gue.
“Ehm,
gitu.”
“Iya...”
“Ya
udah, gue tutup ya telponnya.” kata Aini.
“Iya...”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum
salam...”
Tuut,
tuut, tuut.
BEGITU
DOANK???
Cuma
begitu doank, dan jantung gue udah kayak bedhuk masjid. Gue gugup tingkat
kayangan. Biasanya gue pecicilan kalo ngomong sama orang, kenapa tiba-tiba jadi
speechless gini?!
“Ngapain
loe berdiri kayak upacara bendera gitu?! Kerasukan setan hotel loe?” tegur
Dicky melihat gue berdiri dengan tatapan kosong.
“Buruan
turun, Ham! Waktunya makan!” kata Rafael. Berkata demikian, keduanya lalu
berjalan keluar kamar dan lagi-lagi ninggalin gue yang masih berada di alam bawah sadar.
½¼½¼½¼½¼½¼½¼
Kenyataannya,
nelpon Aini bukanlah jalan keluar yang bagus. Lihat aja hasilnya! Gue yang
galau gara-gara lihat dia pertama kali di studio foto, jadi makin galau setelah
nelpon dia. Sebenarnya gampang aja sih! Gue cukup nanya nama dia, rumah dia, lalu
bilang salam kenal.
LALU
KENAPA GUE JADI SPEECHLESS?
Gue jadi
trauma mau nelpon Aini lagi. Pertama kali nelpon gue udah meninggalkan kesan
‘menyeramkan’ ke dia. Kalau gue nelpon dia lagi, pasti gue dibilang mau neror.
Ck!
Omongan Morgan manjur banget!
“Seharian
ini kita free! Manggungnya ditunda sampe lusa. Besok ada jadwal mendadak, kita
syuting lagi buat tayangan Ramadhan.” jelas Mas Kunto seusai sarapan pagi di
hotel.
“Yeahhh!!!
Free!!” seru Rangga kegirangan diikuti personel Smash yang lain.
Gue
mangap.
Syuting?
“Syuting
apaan, ya?” tanya gue.
“Syuting
yang di Sentul waktu itu. Ternyata masih ada kelanjutannya.” jawab Mas Kunto
singkat lalu membolak-balik buku agenda di tangannya.
Gue
menghela nafas.
Mampus
gue!
Morgan
melihati gue dari ujung kaki sampai ujung rambut, “Loe kenapa, sih?” tanya
Morgan heran.
“Gue
udah ngelakuin kesalahan fatal, Gan! Loe ingat cewek yang gue ceritain kemaren
‘kan?”
Morgan
manggut-manggut.
“Semalem
gue udah coba nelpon dia. Tapi gue ngga berhasil ngomong sama dia. Gue malah
mirip orang sesak nafas lagi ngomong. Gue ngga punya muka lagi ketemu sama dia.”
Morgan
menatap gue prihatin. Seolah gue baru aja kecebur dari empang.
“Kayaknya
loe suka banget ya sama tuh cewek.” kata Morgan.
“Baru
kali ini gue ketemu cewek kayak dia. Ngga hanya cantik wajahnya, tapi juga
hatinya. Rasanya adem kalo ngelihat dia.” jawab gue. Pikiran gue melayang ke
wajah Aini yang samar-samar gue lihat dari kejauhan di lokasi syuting tempo
hari.
Morgan
masih melihati gue penuh perhatian.
Gue rasa
percuma cerita ke Morgan. Dia memang pendengar yang baik, tapi kurang baik kalo
dimintai saran soal cewek. Satu-satunya orang yang ahli dalam hal ini adalah
abang gue, Reza. Entah teori ilmuwan mana yang dia pakai, Bang Reza selalu
berhasil menggaet cewek. Mantannya aja banyak!
“Halah! Dasar loe! Masih bau kencur aja
udah mau kenal-kenal cewek! Gue bilangin mama loe!”
Gue hanya
sempat menganga begitu mendengar jawaban Bang Reza setelah mendengar cerita
gue. Gue kira dia bakal mendengar gue dengan seksama seperti yang dilakuin
Morgan, dan memberikan saran terbaik tentang apa yang harus gue lakuin ke Aini.
Ternyata harapan gue sama sekali ngga terkabul. Yang ada Bang Reza malah
ngomelin gue.
“Loe
seriusin aja tuh sekolah loe! Bentar lagi ujian!” tambah Bang Reza.
“Sok
lapor ke mama, mantan loe aja segudang! Loe laporin gue, gue lapor balik!”
ancam gue. Gue melengos meninggalkan Bang Reza menuju kamar.
Terkadang
gue ragu. Sebenernya dia beneran abang gue atau bukan, sih?!
Sepeninggal
gue dari Bang Reza, gue kembali menggalau di kamar. Dan lagi-lagi gue dikatain
kerasukan setan hotel sama Dicky. Gue telentang di atas kasur sambil menatap
atap kamar hotel. Kibasan kerudung Aini membayang di pelupuk mata gue.
“Tumben
loe diem? Biasanya juga banyak tingkah.” tegur Rafael. Dia sekamar dengan gue.
Gue membalikkan tubuh menghadap Rafael. Benar juga,
seenggaknya Rafael lebih tua dibanding personel Smash yang lain. Kali aja dia
bisa ngasih saran ke gue tentang Aini.
“Pernah nggak loe nggak sengaja ngasih
kesan buruk pas loe pertama kali kenalan dengan seseorang?” tanya gue.
Spontan
Rafael menoleh ke gue dan terdiam. Sepertinya dia mulai mengerti kemana arah
pembicaraan gue. Perlahan Rafael mulai memberikan perhatian khusus ke gue.
“Gue
ngga sengaja ngelakuin itu, Raf. Gue mesti gimana sekarang?” tambah gue.
“Yang
udah terjadi biar aja berlalu. Loe lihat aja anak tangga di depan loe.
Perkenalan cuma tahap awal dari suatu hubungan. Yang penting loe ngasih kesan
baik ke depannya.” jawab Rafael.
“Ini
bukan perkenalan biasa, Raf. Ini semua tentang seorang cewek.”
Brakk!!
Tiba-tiba Dicky masuk ke dalam kamar dan membanting pintu
dengan keras. Dia menatap gue dengan mata terbelalak.
“CEWEK?!
Ciyeeee! Ada yang lagi jatuh cinta nih! Sama siapa, Ham?! Cerita, donk!
Pantesan dari kemarin loe jadi pendiem!” celoteh Dicky dan sukses ngerusak aksi
curhat-curhatan gue sama Rafael. Dicky melompat ke atas ranjang lalu kembali
cuap-cuap ngga jelas. Jika diijinkan, sebenarnya gue pengen melakban mulut
Dicky lalu mengikat dia di tiang listrik.
“Mending
loe keluar sekarang, Dick! Ngerusak suasana aja loe!” sergah gue emosi.
“Gue
juga pengen kali diceritain. Udah lanjut aja cerita! Gue dengerin!” kata Dicky
dengan senyum lebar.
“Anak
kecil ngga boleh ikut-ikut. Keluar aja deh loe.” balas gue.
“Yang
anak kecil tuh loe kali! Tua juga gue ketimbang loe!” jawab Dicky ngga mau
kalah.
Dicky adalah satu-satunya personel Smash yang punya
kemampuan berdebat selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut. Percuma gue
ladenin dia ngomong. Yang ada tenggorokan gue jadi soak gara-gara dia.
Gue
keluar dari kamar setelah sebelumnya melempar tatapan tajam ke arah Dicky.
Dicky membalasnya dengan menyengir ala kuda lumping.
Gue
menghela nafas berat. Rasanya kegalauan gue jadi berkali lipat gara-gara si
Dicky.
-------------------------------------------
Bersambung ke Part 3... :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar