Tittle:Cinta 18 Hari (Special Story)
Genre:Roman,Drama (Family,Friendship)
Author:Alfiyah Setiawan with Auryn Saenandra
Rating:Teenager
Cast:
- Muhammad Ilham
Fauzi Effendi (Ilham)
- Muhammad Reza
Anugrah Effendi (Reza)
- Sarwendah Tan
(Wenda)
- Dicky Muhammad
Prasetya (Dicky)
**************
“Kak,loe udah
punya pacar belum?” tanyaku setelah air mataku selesai beraksi dan suasana
mereda.
“He he he…belum
sih, tapi gue udah punya gebetan,” jawab Kak Reza.
“Gebetan? Siapa?”
“Rahasia,
ciri-cirinya tinggi, putih, langsing, rambutnya kecoklatan…”
“Itu mah
Barbie!” potongku.
“Enak aja, dia
bukan boneka, dia juga pinter, supel, ramah, seru deh!” balas Kak Reza tak
terima jika perempuan idamannya kusebut boneka.
“Ya
udah,terserah.”
“Oh ya,kenapa
gak loe jadiin dia pacar pura-pura untuk selamanya aja?Siapa tahu bisa suka
beneran?”
“Enggak ah, yang penting, ultahu gue
tahun ini berbeda.”
“Cieee…yg mau
ultah!”
Aku membalas
Kak Reza dengan menyengir kuda. Aku lalu melesat ke dalam kamar. Nggak akan ada
bedanya kalau aku terus-terusan mengingat masa lalu. Aku udah punya pacar. Aku
ingin menikmati masa ini sebelum 18 hari berakhir.
Esok harinya,
aku memulai dengan sesuatu yang beda. Dengan menenteng dua buah helm, aku
bersiap menjemput Wenda di rumahnya. Seenggaknya itu yang aku tahu yang biasa
dilakukan seorang cowok pada ceweknya.
“Ayah
mana,kak?” tanyaku saat mendapati meja makan hanya dihuni oleh Kak Reza.
“Semalam ayah
gak pulang, katanya ada urusan, mending loe cepet sarapan terus berangkat!”
“Kakak gak
kuliah?” tanyaku lagi.
“Kuliah
siang,” jawab Kak Reza pendek.
Seperti nggak
kerasan duduk di meja makan. Aku lebih memilih mempercepat sarapanku lalu
meluncur ke rumah Wenda.
Sampai di
depan rumah Wenda, aku terhenyak.Ternyata Wenda itu anak orang kaya, tapi
aku-yg selalu mengikuti perkembangannya tidak pernah melihat dia memakai
barang-barang yg ‘WAW’.
“Hai,Wen!
Udah siap?” sapaku.
“Udah. Tumben
gak telat~...” katanya sedikit menyindir. Ups,tapi betul juga sih,kadang aku
suka telat.
“Masa jemput
kamu telat, gak mungkin dong!”
“Oohh…ya
udah, cepet!” Aku langsung memacu motorku secepat mungkin karena kudengar Wenda
menyukai motorcross.
Sampai di
sekolah, ”Gak apa-apa kan,tadi aku ngebut?” tanyaku setelah dia melepas
helm-nya.
“Gak
apa-apa,” jawabnya sambil memberikan helm yang tadi kuberikan kemudian mulai
beranjak pergi.
“Wen!”
Panggilku.
”Apa?”
Sahutnya.
“Pas pulang
aku anter lagi, ya!” kataku. Wenda hanya mengangguk kemudian berlalu.
Dingin seperti
biasa. Nggak ada yang berubah dari Wenda. Tapi itu bukan masalah buatku. Yang
penting, Wenda pacarku.
”Cielah...!
Yang bisa ngedapetin Wenda…!” Goda Dicky begitu aku masuk ke kelas.
“Gue!”
Balasku sambil menepukkan tangan ke dada. Bangga!
“Ngomong-ngomong,
gimana cara loe bisa ngedapetin Wenda?”
“Keistimewaan
gue gitu, pakai cara halus dan membujuk melas.”
“Loe sadar
gak kalau loe adalah pacar pertama dia?”
“Hah?!Serius
loe,dia belum pernah pacaran?Cewek secantik dan sepintar dia?!”
“Serius,makanya
loe beruntung banget bisa jadian sama dia, banyak yang patah hati sama dia.”
DAMN! Itulah
yg nanti akan kualami pada hari ke-18,tapi aku diam saja.
“Tapi
denger-denger,belakangan ini dia udah punya gebetan.”
Gebetan? Batinku
tak yakin.
“Dan gue gak
nyangka kalau orang itu loe!” seru Dicky kemudian.
Aku langsung
tersentak, ”Enggak, gue aja baru sama dia,” elakku.
Jam istirahat
tiba. Aku yang biasanya menghabiskan waktu di dalam kelas, kali ini memilih
pergi ke kantin. Aku yang kemarin berbeda dengan aku yang sekarang. Ya iyalah,
aku sudah punya pacar. Meski kali ini aku lihat Wenda menghampiriku dengan
wajah cemberut.
“Kenapa loe
gak bilang hari ke-18 itu tanggal 29?!” Gertaknya begitu sampai di hadapanku.
“Emangnya
kenapa, Wen?” sahutku terkejut namun berusaha tenang.
Wenda mengecilkan
suaranya kemudian berucap,”Itu tanggal ultah gue!” Bentaknya tertahan.
Aku begitu
terkejut, bodoh memang aku sampai melupakan itu, namun aku buru-buru menjawab, “Sama
dong Wen,kayak aku!” Seruku senang.
“Gue mau kita
putus sekarang juga!”
“HAH?!”
“Kita bukan
siapa-siapa lagi!”
“Tapi kita kan
baru saja mulai!”
“Banyak mau
ya loe,jangan-jangan loe mau permainin gue lagi?!”
“Enggak,gue
tulus sama loe!” Tanpa aba-aba,Wenda langsung pergi meninggalkanku. Sontak aku
langsung meraih tangannya untuk menahannya pergi.
“Please, Wen! Kalau gitu sampai ultah
gue,” desisku.
“Akhir!”
tegasnya.
Aku mengangguk
lalu Wenda beranjak pergi.
“Wenda!” panggilku
lagi.
“Apa?” tanyanya
tak sabar.
“Loe mau kan,datang
ke ultah gue? Loe gak akan sendirian di sana.” ajakku. Karena setahuku orang
tua Wenda tak pernah ada di rumah. Mengajaknya keluar dari rumah setidaknya
akan membantunya tidak kesepian.
“Iya,” Jawab
Wenda dengan nada pelan.
TEETT…!!!
TEETT…!!! TEETT…!!! TEETT…!!! TEET…!!!
Bel berbunyi
sebanyak 5 kali, pertanda waktu pulang. Aku merapikan semua peralatan yang tadi
kukeluarkan sambil memikirkan sesuatu.
“Ham!”
Panggil Dicky sambil menepuk bahuku.
“Eh, apa?!”
“Gue duluan
ya, dijemput nyokap.”
“Tumben,biasanya
enggak.”
“Makanya, gue
duluan ya!Soalnya habis ini ada perlu.” Dicky hanya mengancungkan ibu jarinya
kemudian berlari pergi. Aku mangambil tas kemudian berjalan keluar menyusuri
koridor, tiba-tiba terdengar beberapa orang tengah berbisik-bisik tentangku.
“Eh,itu
pacarnya Wenda,”
“Hah?! Serius?
Gue kira Wenda sama Ardhy,”
“Enggak,tadi
aja dia bareng Wenda,”
“Gue gak
pernah lihat dia,”
“Emang! Dia
mah enggak populer. Mentok cuma peringkat sepuluh. Tim basket dia juga nggak
pernah juara.”
“Gak pantes
ah,buat jadi pacar Wenda.”
“Masih
mending kita, kali!”
Aku berjalan
semakin cepat ketika mendengarnya. Mungkin mereka benar, aku juga sadar, tapi
salahkah aku merasakan cinta darinya? Bahkan hanya sesaatpun?
“Loe
pacarnya Wenda,ya?” tegur seseorang dari samping.
“Emang
kenapa,ya?” kataku balik bertanya.
“Oh, jadi
benar.” setelah berkata itu, dia langsung pergi. Tapi aku tahu dari caranya
memandangku dan nada bicaranya yang sinis, dia tak menyukaiku.
Aku mengedarkan
pandangan ke seluruh halaman sekolah - mencari Wenda, ”Kemana sih,dia?” Desahku
sedikit tak sabar.
Aku lalu memutuskan untuk kembali ke kelas Wenda, kelas 12-1.
Tapi nihil, aku tetap tidak menemukannya. Aku segera merogoh saku celanaku
untuk mengambil handphone-ku, namun…
“S**T,gue
kan,gak tahu nomornya!” umpatku kesal, kenapa dengan bodohnya aku tak meminta
nomornya tadi? Aku-pun memutuskan menaiki motorku lalu pergi. Tapi bukan
pulang, aku melajukan motorku ke suatu tempat.
Pepohonan besar yang rindang
dengan bunga-bunga terhampar begitu aku memasuki taman kota,tempat kesukaan
Wenda. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh taman, dan melihat sosok gadis
berseragam SMA sedang berdiri di depan kolam.
“Wenda…!!!”
Panggilku dengan teriakan sekuat tenaga sambil berlari menghampirinya. Sang
empunya nama langsung menoleh dengan terkejut. Dengan cepat, Wenda langsung
berlari, namun aku tak mau kalah, memalukan saja kan, anggota team basket tidak
dapat berlari cepat?
“Kamu mau
kemana,Wen?” Tanyaku ketika berhasil mencegat tangannya.
“Apa urusan
loe?!” Sahutnya ketus,namun aku tak peduli.
“Aku
sekarang pacar kamu, walau sebentar, aku gak akan biarin kamu kenapa-kenapa.”
“Sadar,
dong! Loe cuma orang gak berharga yg numpang di hidup orang lain! Dan, setelah
loe numpang di kepopularitasan kakak loe dan team basket, loe numpang status
lagi di gue!”
Aku syok
mendengar bentakan Wenda. Beberapa saat aku diam tidak berkata.
Flashblack:
“Ilham…!”
“Iya, Yah…?”
jawab Ilham sambil mendekat ke ayahnya.
“Maksudmu
apa mendorong kakakmu ke dalam kolam?! Kamu tidak tahu dia sedang sakit?!”
“Maaf
yah,tadi…”
“Ah,kamu
bisanya hanya cari alasan buat selamatkan diri!”
“Tapi
tadi…”
“SADAR
DONG,KAMU CUMA ORANG GAK BERHARGA YG NUMPANG DI HIDUP ORANG LAIN!”
Jedaarr…!!!bagaikan
tersambar petir, Ilham yg masih berusia 7 tahun terdiam,wajahnya pucat seketika
mendengar ucapan ayahnya yang begitu menyakitkan hatinya.
“Bala kamu
di keluarga saya! Masih mending kamu tidak saya usir!”
Back To Now:
Mengingat
kejadian itu sama saja membuka aib-ku dan kini, orang yang aku cintai
mengatakan hal tersebut di depan wajahku!
“Dasar
cengeng,baru gitu aja udah mewek!” Ejek Wenda sekali lagi kemudian berlalu
lantaran cegatanku pada tangannya sudah melonggar.
“Kamu nggak
ngerti…” desisku. Mendadak, aku merasakan kepalaku serasa berputar, semua mulai
berbayang tak jelas, dan perlahan kegelapan mulai merayapi. Aku tak mengingat
apa-pun lagi selain jeritan Wenda yang terdengar samar-samar.
**************************
Bersambung ke Part 3
Kesian kak Ilham.....
BalasHapus