24 Januari 2014

Cerbung SMASH - "Cinta 18 Hari" / Part 2

Tittle:Cinta 18 Hari (Special Story)
Genre:Roman,Drama (Family,Friendship)
Author:Alfiyah Setiawan with Auryn Saenandra
Rating:Teenager
Cast:
-         Muhammad Ilham Fauzi Effendi (Ilham)
-         Muhammad Reza Anugrah Effendi (Reza)
-         Sarwendah Tan (Wenda)
-         Dicky Muhammad Prasetya (Dicky)
 
**************
 
             “Kak,loe udah punya pacar belum?” tanyaku setelah air mataku selesai beraksi dan suasana mereda.

             “He he he…belum sih, tapi gue udah punya gebetan,” jawab Kak Reza.

             “Gebetan? Siapa?”

             “Rahasia, ciri-cirinya tinggi, putih, langsing, rambutnya kecoklatan…”

             “Itu mah Barbie!” potongku.

             “Enak aja, dia bukan boneka, dia juga pinter, supel, ramah, seru deh!” balas Kak Reza tak terima jika perempuan idamannya kusebut boneka.

             “Ya udah,terserah.”

             “Oh ya,kenapa gak loe jadiin dia pacar pura-pura untuk selamanya aja?Siapa tahu bisa suka beneran?”

             “Enggak ah, yang penting, ultahu gue tahun ini berbeda.”

             “Cieee…yg mau ultah!”


            Aku membalas Kak Reza dengan menyengir kuda. Aku lalu melesat ke dalam kamar. Nggak akan ada bedanya kalau aku terus-terusan mengingat masa lalu. Aku udah punya pacar. Aku ingin menikmati masa ini sebelum 18 hari berakhir.

            Esok harinya, aku memulai dengan sesuatu yang beda. Dengan menenteng dua buah helm, aku bersiap menjemput Wenda di rumahnya. Seenggaknya itu yang aku tahu yang biasa dilakukan seorang cowok pada ceweknya.

             “Ayah mana,kak?” tanyaku saat mendapati meja makan hanya dihuni oleh Kak Reza.

             “Semalam ayah gak pulang, katanya ada urusan, mending loe cepet sarapan terus berangkat!”

             “Kakak gak kuliah?” tanyaku lagi.

             “Kuliah siang,” jawab Kak Reza pendek.

            Seperti nggak kerasan duduk di meja makan. Aku lebih memilih mempercepat sarapanku lalu meluncur ke rumah Wenda.

            Sampai di depan rumah Wenda, aku terhenyak.Ternyata Wenda itu anak orang kaya, tapi aku-yg selalu mengikuti perkembangannya tidak pernah melihat dia memakai barang-barang yg ‘WAW’.

             “Hai,Wen! Udah siap?” sapaku.

             “Udah. Tumben gak telat~...” katanya sedikit menyindir. Ups,tapi betul juga sih,kadang aku suka telat.

             “Masa jemput kamu telat, gak mungkin dong!”

             “Oohh…ya udah, cepet!” Aku langsung memacu motorku secepat mungkin karena kudengar Wenda menyukai motorcross.

            Sampai di sekolah, ”Gak apa-apa kan,tadi aku ngebut?” tanyaku setelah dia melepas helm-nya.

             “Gak apa-apa,” jawabnya sambil memberikan helm yang tadi kuberikan kemudian mulai beranjak pergi.

             “Wen!” Panggilku.

            ”Apa?” Sahutnya.

             “Pas pulang aku anter lagi, ya!” kataku. Wenda hanya mengangguk kemudian berlalu.

            Dingin seperti biasa. Nggak ada yang berubah dari Wenda. Tapi itu bukan masalah buatku. Yang penting, Wenda pacarku.

            ”Cielah...! Yang bisa ngedapetin Wenda…!” Goda Dicky begitu aku masuk ke kelas.

             “Gue!” Balasku sambil menepukkan tangan ke dada. Bangga!

             “Ngomong-ngomong, gimana cara loe bisa ngedapetin Wenda?”

             “Keistimewaan gue gitu, pakai cara halus dan membujuk melas.”

             “Loe sadar gak kalau loe adalah pacar pertama dia?”

             “Hah?!Serius loe,dia belum pernah pacaran?Cewek secantik dan sepintar dia?!”

             “Serius,makanya loe beruntung banget bisa jadian sama dia, banyak yang patah hati sama dia.”

            DAMN! Itulah yg nanti akan kualami pada hari ke-18,tapi aku diam saja.

             “Tapi denger-denger,belakangan ini dia udah punya gebetan.”

            Gebetan? Batinku tak yakin.

             “Dan gue gak nyangka kalau orang itu loe!” seru Dicky kemudian.

            Aku langsung tersentak, ”Enggak, gue aja baru sama dia,” elakku.

            Jam istirahat tiba. Aku yang biasanya menghabiskan waktu di dalam kelas, kali ini memilih pergi ke kantin. Aku yang kemarin berbeda dengan aku yang sekarang. Ya iyalah, aku sudah punya pacar. Meski kali ini aku lihat Wenda menghampiriku dengan wajah cemberut.

             “Kenapa loe gak bilang hari ke-18 itu tanggal 29?!” Gertaknya begitu sampai di hadapanku.

             “Emangnya kenapa, Wen?” sahutku terkejut namun berusaha tenang.

            Wenda mengecilkan suaranya kemudian berucap,”Itu tanggal ultah gue!” Bentaknya tertahan.

            Aku begitu terkejut, bodoh memang aku sampai melupakan itu, namun aku buru-buru menjawab, “Sama dong Wen,kayak aku!” Seruku senang.

             “Gue mau kita putus sekarang juga!”

             “HAH?!”

             “Kita bukan siapa-siapa lagi!”

            “Tapi kita kan baru saja mulai!”

             “Banyak mau ya loe,jangan-jangan loe mau permainin gue lagi?!”

             “Enggak,gue tulus sama loe!” Tanpa aba-aba,Wenda langsung pergi meninggalkanku. Sontak aku langsung meraih tangannya untuk menahannya pergi.

             “Please, Wen! Kalau gitu sampai ultah gue,” desisku.

             “Akhir!” tegasnya.

            Aku mengangguk lalu Wenda beranjak pergi.

             “Wenda!” panggilku lagi.

             “Apa?” tanyanya tak sabar.

             “Loe mau kan,datang ke ultah gue? Loe gak akan sendirian di sana.” ajakku. Karena setahuku orang tua Wenda tak pernah ada di rumah. Mengajaknya keluar dari rumah setidaknya akan membantunya tidak kesepian.

             “Iya,” Jawab Wenda dengan nada pelan.

            TEETT…!!! TEETT…!!! TEETT…!!! TEETT…!!! TEET…!!!
            Bel berbunyi sebanyak 5 kali, pertanda waktu pulang. Aku merapikan semua peralatan yang tadi kukeluarkan sambil memikirkan sesuatu.

             “Ham!” Panggil Dicky sambil menepuk bahuku.

              “Eh, apa?!”

              “Gue duluan ya, dijemput nyokap.”

              “Tumben,biasanya enggak.”

              “Makanya, gue duluan ya!Soalnya habis ini ada perlu.” Dicky hanya mengancungkan ibu jarinya kemudian berlari pergi. Aku mangambil tas kemudian berjalan keluar menyusuri koridor, tiba-tiba terdengar beberapa orang tengah berbisik-bisik tentangku.

              “Eh,itu pacarnya Wenda,”

              “Hah?! Serius? Gue kira Wenda sama Ardhy,”

              “Enggak,tadi aja dia bareng Wenda,”

              “Gue gak pernah lihat dia,”

              “Emang! Dia mah enggak populer. Mentok cuma peringkat sepuluh. Tim basket dia juga nggak pernah juara.”

              “Gak pantes ah,buat jadi pacar Wenda.”

              “Masih mending kita, kali!”

             Aku berjalan semakin cepat ketika mendengarnya. Mungkin mereka benar, aku juga sadar, tapi salahkah aku merasakan cinta darinya? Bahkan hanya sesaatpun?

              “Loe pacarnya Wenda,ya?” tegur seseorang dari samping.

              “Emang kenapa,ya?” kataku balik bertanya.

              “Oh, jadi benar.” setelah berkata itu, dia langsung pergi. Tapi aku tahu dari caranya memandangku dan nada bicaranya yang sinis, dia tak menyukaiku.

              Aku mengedarkan pandangan ke seluruh halaman sekolah - mencari Wenda, ”Kemana sih,dia?” Desahku sedikit tak sabar.

Aku lalu memutuskan untuk kembali ke kelas Wenda, kelas 12-1. Tapi nihil, aku tetap tidak menemukannya. Aku segera merogoh saku celanaku untuk mengambil handphone-ku, namun…

               “S**T,gue kan,gak tahu nomornya!” umpatku kesal, kenapa dengan bodohnya aku tak meminta nomornya tadi? Aku-pun memutuskan menaiki motorku lalu pergi. Tapi bukan pulang, aku melajukan motorku ke suatu tempat.

              Pepohonan besar yang rindang dengan bunga-bunga terhampar begitu aku memasuki taman kota,tempat kesukaan Wenda. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh taman, dan melihat sosok gadis berseragam SMA sedang berdiri di depan kolam.

               “Wenda…!!!” Panggilku dengan teriakan sekuat tenaga sambil berlari menghampirinya. Sang empunya nama langsung menoleh dengan terkejut. Dengan cepat, Wenda langsung berlari, namun aku tak mau kalah, memalukan saja kan, anggota team basket tidak dapat berlari cepat?

               “Kamu mau kemana,Wen?” Tanyaku ketika berhasil mencegat tangannya.

               “Apa urusan loe?!” Sahutnya ketus,namun aku tak peduli.

               “Aku sekarang pacar kamu, walau sebentar, aku gak akan biarin kamu kenapa-kenapa.”

               “Sadar, dong! Loe cuma orang gak berharga yg numpang di hidup orang lain! Dan, setelah loe numpang di kepopularitasan kakak loe dan team basket, loe numpang status lagi di gue!”

              Aku syok mendengar bentakan Wenda. Beberapa saat aku diam tidak berkata.

Flashblack:

               “Ilham…!”

               “Iya, Yah…?” jawab Ilham sambil mendekat ke ayahnya.

               “Maksudmu apa mendorong kakakmu ke dalam kolam?! Kamu tidak tahu dia sedang sakit?!”

               “Maaf yah,tadi…”

               “Ah,kamu bisanya hanya cari alasan buat selamatkan diri!”

               “Tapi tadi…”

               “SADAR DONG,KAMU CUMA ORANG GAK BERHARGA YG NUMPANG DI HIDUP ORANG LAIN!”

              Jedaarr…!!!bagaikan tersambar petir, Ilham yg masih berusia 7 tahun terdiam,wajahnya pucat seketika mendengar ucapan ayahnya yang begitu menyakitkan hatinya.

               “Bala kamu di keluarga saya! Masih mending kamu tidak saya usir!”

Back To Now:

              Mengingat kejadian itu sama saja membuka aib-ku dan kini, orang yang aku cintai mengatakan hal tersebut di depan wajahku!

               “Dasar cengeng,baru gitu aja udah mewek!” Ejek Wenda sekali lagi kemudian berlalu lantaran cegatanku pada tangannya sudah melonggar.

               “Kamu nggak ngerti…” desisku. Mendadak, aku merasakan kepalaku serasa berputar, semua mulai berbayang tak jelas, dan perlahan kegelapan mulai merayapi. Aku tak mengingat apa-pun lagi selain jeritan Wenda yang terdengar samar-samar.
 
 
**************************
 
Bersambung ke Part 3

1 komentar: