29 Januari 2014

Cerbung SMASH - "Cinta 18 Hari" / Part 4 - END

Tittle:Cinta 18 Hari (Special Story)
Genre:Roman,Drama (Family,Friendship)
Author:Alfiyah Setiawan with Auryn Saenandra
Rating:Teenager
Cast:
-         Muhammad Ilham Fauzi Effendi (Ilham)
-         Muhammad Reza Anugrah Effendi (Reza)
-         Sarwendah Tan (Wenda)
-         Dicky Muhammad Prasetya (Dicky)
 
***************
 
              Kupilih setelah kemeja merah dengan jeans hitam sebagai busana dinnerku malam ini.  Wenda suka dengan warna merah, itu yang kutahu. Kulakukan semua dengan detil, dimulai dari menyisir rambut, memilih jam tangan, hingga mengeluarkan motor dari garasi. Rasanya seperti akan menjalani malam terakhir. Menegangkan!

              ***************

             Berbekal motor bebek andalanku, aku sampai di rumah Wenda kurang dari jam tujuh. Wenda telah berdiri di depan pagar dengan long dress merah jambu membalut tubuhnya.

             “Enggak terlambat,kan?” Tanyaku.

              “Enggak kok, cuma gue aja yang terlalu rajin,” Balas Wenda sambil tersenyum. Aku membalasnya senyumnya lalu memberikan helm kepada Wenda yang langsung dipakainya.


             Perjalanan kami dimulai dengan pergi ke sebuah restoran bernuansa tradisional. Tiap meja dipisahkan oleh sekat yang terbuat dari bambu. Gemericik air mancur menjadi soundtrack dinner kami malam itu.

             Hanya dentingan sendok dan piring mengisi udara. Aku dan Wenda sama-sama hening. Aku takut membuka obrolan dengannya. Takut topikku nggak nyambung dengannya. Aku gugup. Jika sudah begini, aku hanya bisa berharap Wenda yang akan memulai pembicaraan.

             “Mulai besok, berarti kita sudah putus ‘kan?” Wenda bersuara.

             Nafasku tertahan. Kenapa obrolan ini?!

             “Iya....” jawabku.

             “Jadi, mulai besok, kamu nggak perlu susah-susah njemput aku lagi.”

             “He’em.”

             Kuhirup vanilla delight dari gelasku. Tegukkan terakhir, kukumpulkan keberanianku untuk bertanya pada Wenda.

             “Kamu punya gebetan, Wen?”

             Wenda menoleh padaku.

             “M-maksudku, dari awal kita jadian, kamu selalu minta putus. Apa kamu sudah punya orang lain di luar sana?”

             “Awalnya enggak. Tapi, sekarang iya.”

             Kuhentikan aksi interogasiku pada Wenda karena kulihat dia telah meraih tas tangannya dan bersiap mengakhiri dinner. Baiklah, sudah saatnya diakhiri, Ham.

             “Makasih buat semuanya, Wen. 18 hari yang penuh makna dari kamu. Nggak bakalan aku lupain.”

             “Ya. Oh, iya. Loe nggak usah nganterin gue ke rumah. Anterin gue ke taman kayak biasanya aja. Gue ada perlu.” Kata Wenda. Ia mulai menggunakan loe-gue denganku.

             Wenda meraih helm dari kemudiku seperti biasa. Ia naik ke jok sepedaku, mungkin untuk yang terakhir. Kulajukan motorku menujun taman kota. Sengaja kuperlambat kecepatannya. Seenggaknya, waktuku dengan Wenda akan bertambah lama. Entah siapa yang akan Wenda temui malam-malam begini di taman kota.

             “Thanks, Ham!” kata Wenda singkat begitu kami sampai di depan pagar taman. Wenda menyerahkan helmku dengan lembut, seperti biasa. Tanpa banyak basa basi, ia lalu masuk ke dalam taman. Meninggalkanku yang bahkan nggak sempat mengucapkan salam perpisahan.

             Aku bukan cowok cupu. Aku bukan cowok pengecut. Semua semangat dari Kak Reza terngiang di telingaku. Hingga larut malam aku tetap menunggu Wenda di depan pagar taman. Aku bersandar pada motorku dan satu-satu menghitung dalam hati. Kapan Wenda keluar?

             Aku tidak ingin memberikan perpisahan yang buruk. Aku cuma ingin pamit padanya. Kutunggu saja dia hingga dia selesai dengan urusannya di dalam taman. Sekali lagi kutahan rasa penasaranku tentang siapa yang Wenda temui di dalam taman. Aku memang melihat bayangannya. Bayangan Wenda tengah duduk bersanding dengan seorang cowok berjaket kulit di bangku taman. Tapi aku tidak tahu itu siapa. Mungkin benar, itu gebetannya.

             Tiba-tiba kudengar suara langkah kaki mendekat ke arahku. Aku tersadar dari lamunanku.

             “Wen, kamu udah selesai. Aku cuma mau ngomong ke kamu kalau....”

             Kalimatku terhenti. Lidahku terkunci. Aku tertegun begitu tahu siapa cowok yang sedari tadi berdua dengan Wenda.

             “Loe belum pulang, Ham?” tanya Wenda panik.

             “Kak Reza?”

             Kak Reza menggigit bibirnya. Mungkin bingung dengan apa yang harus ia katakan padaku. Kakakku, bersama gadis idamanku.

             “Gue udah bilang ‘kan, Ham! Loe pulang aja!” kata Wenda lagi.

             “Jadi, gebetan yang selama ini loe sembunyiin dari gue adalah Kak Reza?”

             “Ham, gue nggak ada maksud. Ini semua terjadi begitu aja.” Kak Reza mulai bersuara.

             Aku tidak berani menatapnya. Aku bahkan tidak berani menarik nafas. Rasanya mati rasa.

             “Sorry, Ham! Gue nggak bisa ngebohongin perasaan gue. Gue suka sama kakak loe.” sahut Wenda.

             “Gue nggak mau ikut campur urusan kalian berdua. Mending gue pergi, kalian bicarakan dulu masalah kalian sampe selesai.” Kata Kak Reza. Ia lalu melangkah menuju mobilnya yang terpakir di seberang jalan.

             Pikiranku masih kosong. Mataku mengikuti gerak langkah kaki Kak Reza yang pergi meninggalkanku berdua dengan Wenda. Sepersekian detik, kulihat silau cahaya dari kejauhan. Putih dan cepat. Kakiku refleks meloncat ke tengah jalan. Mendorong Kak Reza yang berjalan pelan. Kulihat tubuhnya terguling ke trotoar. Sejurus kemudian tubuhku dihempas bemper depan mobil. Aku terpental ke aspal berkali-kali. Aku berhenti terguling begitu tubuhku menghantam pembatas jalan.

             Jangan tanya apa yang kuingat. Aku hanya ingat teriakan Kak Reza dan jeritan Wenda yang melengking. Ck! Aku lupa pamitan sama Wenda.

             **************

             “Ham! Sadar! Ilhaaammm!!!”

             “Berengsek! Kalo loe nggak becus ngendarain mobil, nggak usah bawa mobil! Bangsat!”

             “Hubungi ambulans, Kak! Ambulans!”

             **************

             Aku capek, Ma. Aku capek dimarahi papa. Aku ingin pulang ke pangkuan Mama.

           

             The End



Dalam angan kosong dibalut kerinduan,aku mulai bertanya…Akankah yg kupikir kan kembali di kenyataan? - @AlfiyahD_Atika
Percaya atau tidak. Sampai saat inipun aku masih mencintaimu. Mencintaimu sesempurna mungkin yang kubisa. Alasannya? Mungkin karena hanya kau satu-satunya orang yang bisa membuatku tak bisa berhenti tersenyum, walau kadang menangis. - @AlfiyahD_Atika
 

7 komentar:

  1. Itu Kak Ilham-nya meninggal yak? :(

    BalasHapus
  2. Sedih banget.. Nangis nih...

    BalasHapus
  3. Makasih udh post cerbung aku,walau ending aslinya Ilham enggak mati tapi tetap gak dapat Wenda

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe... :)

      aku udah ngirim email kan ke kamu... aku pengen ngubah endingnya,,, soalnya kalau endingnya happy, itu terlalu biasa... jadi aku ubah, biar makin greget...

      Kalau mau ngirim cerbung lagi, ditunggu kok...

      Hapus
  4. Sedih bngt blh gak ku post d fb ttp kok dgn nm km penulis nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh... silakan... :)
      Nama penulisnya udah ada di atas yaaa....

      Hapus
  5. nangis baca cerita'a ..... tulus bgt kyk'a bg iam syang'a mha bg eja :(

    BalasHapus