27 Juli 2014

(Cerbung SMASH) "Cewek Rockstar VS Cowok Boyband" / Part 25

Judul        : “Cewek Rockstar VS Cowok Boyband”

Pengarang : @ariek_andini

Genre       : Comedy-Romantic

Cast          : Rangga, Rafael, Dicky, Bisma, Reza dan Ilham.

Jangan menjadi pembaca gelap ya... :) ... Tinggalkan jejak selesai membaca...


---------------------------------


        “Permisi...” sebuah suara menegur Rangga dari belakang. Ia tahu itu bukan pelayan, ia baru memesannya semenit lalu dan segelas Vanilla Delight nggak akan siap dalam waktu sesingkat itu. Mungkin bukan dia yang dipanggil.

        “Permisi, Om. Itu meja saya.”

        Rangga berdecak. Ada belasan meja kursi di tepi kolam ini dan itu semua kosong. Kenapa harus dia yang diganggu. Rangga menoleh dan siap menyantap orang di belakangnya dengan emosi. Kursi ini sudah saya dapatkan lebih dulu, silakan ke sebelah, banyak kursi kosong di sana!!

        Rangga menoleh ke belakang dan....

        Hening.

        Gemericik air mancur mengisi udara. Anggrek Hitam, puspa khas Pulau Kalimantan, bergoyang dimainkan angin. Selebihnya, sepi.

        Tak ada yang mengeluarkan suara. Tak ada gerakan sejengkalpun. Rangga menatap orang di belakangnya dengan mulut terbuka. Tubuhnya kaku. Jantungnya berdegub kencang.

        “ANDIN??!!” pekik Rangga dalam hati.

        Andin tak kalah terkejut. Dia menatap cowok berkaos hitam dengan celana pendek selutut di depannya itu dengan mata terbelalak. Gimana bisa Rangga ada di hotel ini??!!

        Tanpa menunggu aba-aba, Andin memutar kakinya, berbalik badan, lalu pergi meninggalkan kolam. Dia berlari kencang. Bukan kamarnya yang ia tuju, tapi kamar Erwin, Ardhy dan Ipunk.

        “Rangga ada di sini!!!” teriaknya sambil membuka pintu. Matanya masih membelalak. Lebih mirip ekspresi orang baru bertemu penampakan genderuwo daripada orang yang bertemu mantan.

        Erwin, Ardhy dan Ipunk menoleh. Sejenak mereka menghentikan aksi tangan mereka memetik senar gitar.


        “Kalian nggak lihat? Barusan gue ketemu dia di kolam pas gue habis mesan makan. Gimana ini?! Gimana bisa Rangga juga ada di hotel ini?! Bukannya dia ada di Jakarta?!” Andin masuk dengan wajah panik. Berjalan ke ranjang, baik ke pintu, ke ranjang lagi, ke pintu lagi. Mondar-mandir bingung.

        “Cuma perasaan loe kali. Loe kan selalu keinget dia terus sejak putus. Dulu tukang antar pizza aja loe kira Rangga!” timpal Erwin tenang.

        “Enggak!! Ini bukan perasaan! Gue beneran lihat dia tadi!!” sergah Andin.

        Erwin dan Ardhy kembali fokus pada gitar di pangkuannya. Sementara Ipunk memainkan handphonenya. Andin geregetan sendiri jadinya.

        “Weitss!! Lagunya diganti!!” seru Ipunk sambil bangkit dari kasur. Dia menatap layar handphonenya.

        “Diganti apaan?” tanya Ardhy.

        “Diganti I Heart You. Barusan gue disms.”

        “Oh ya, gue tahu lagu itu. Itu lagu pertama mereka kan?”

        “Gue hapal chordnya.” Seru Erwin.

        Andin merengut. Ia menatap ketiga kawannya tajam. Otaknya mencoba menyambung-nyambungkan antara kemunculan Rangga dan judul lagu yang disebut-sebut Ipunk. Dia panik. Diambilnya lampu meja yang terpajang di sebelahnya lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.

        “Jelasin ke gue sekarang juga atau loe gue timpuk pakek ni lampu!!” ancam Andin.

        “OK! OK!!” Ipunk, Ardhy dan Erwin seketika bangkit dari duduknya. Ini bukan main-main. Andin selalu serius kalau sudah ngomongin banting membanting. Dia ahlinya kalo ngebanting barang.

        “Ngomong!!” bentak Andin.

        “Iyaaaa! Iyaa! Ok, kita emang bohong soal kita akan kolaborasi sama Rhoma Irama! Sebenarnya kita akan kolaborasi sama SMASH! Judul konser kita juga bukan “Bergadang Bersama Rock”, itu bikinan Ardhy doank.” Jelas Ipunk. Tangannya mewanti-wanti jika sewaktu-waktu lampu meja di tangan Andin meluncur.

        Seperti yang diduga, Andin terkejut. Tapi ekspresinya lebih mirip tukang jagal yang akan menyembelih sapi, “Kenapa kalian nggak bilang ke gue?!”

        “Soalnya kalo kita ngomong ke loe, loe nggak akan nerima tawaran konser ini!”

        “Loe bego apa goblok?! Loe sengaja, ha?!!” Andin mengayunkan lampu di tangannya.

        “Aaaaagh! Jangan dilempar! Jangan dilempar! Kita Cuma pengen yang terbaik buat elo!!”

        “Yang terbaik buat gue?! Loe itu ngejebak gue!!”

        “Kita emang ngejebak! Ngejebak loe buat ketemu Rangga!!!”

        Eh...

        “Dengar, Ndin! Kita udah nggak tahan ngelihat loe kayak gini. Sejak putus dengan Rangga, loe berubah. Loe nggak pernah ngomel ke kita. Waktu Erwin mutusin senar gitar loe, loe nggak ngamuk. Waktu Ardhy nabrakin mobil loe ke pagar, loe Cuma diem. Padahal biasanya loe bakal ngamuk tujuh hari tujuh maleml!” jelas Ipunk.

        Andin menurunkan pajangan lampu ditangannya. Dia tertegun.

        “Gue pernah sengaja ngasih loe roti lapis selai kacang. Dan loe tetap memakannya. Padahal sejak lahir loe nggak suka kacang. Loe kayak mayat idup, Ndin! Loe mati rasa....” ucap Ardhy.

        “...Dan yang paling bikin kita miris, loe manggil tukang pizza yang datang ke studio dengan nama ‘Rangga’.. Padahal namanya Somad...” tambah Erwin. Wajahnya sedih.

        Andin terdiam. Dadanya kembang kempis lantaran emosi yang tidak bisa dia luapkan. Jika ingin marah, bisa saja ia membanting seluruh isi kamar ke arah Erwin, Ardhy dan Ipunk. Tapi yang lebih menyibukkan pikirannya hanyalah Rangga. Harus dari mana dia memulai?? Sudah lama dia tidak bicara dengan Rangga. Tak satupun telpon dia angkat, tak satupun SMS dia balas. Saat Rangga datang ke rumahnya, dia menyuruh Lasi yang menemui. Saat Rangga menemuinya di studio, dia menyuruh Erwin, Ipunk dan Ardhy yang nemuin.

        “Kita akuin, awalnya kita emang nggak suka dengan cowok itu. Tapi tekad dia sangat besar, Ndin. Dia tetep nekad masuk ke studio meskipun udah kena tonjok.” Ucap Ipunk.

        Andin spontan menoleh, “Tonjok?”

        Ipunk menutup mulutnya dengan tangannya. Dia keceplosan. Ardhy dan Erwin memandangnya nyinyir.

        “Kalian nonjok dia?! Gue kan cuma nyuruh loe buat ngusir dia, ngapain kalian tonjok?! Kalian pikir kalian preman Tanah Abang, ha?!”

        “NAH!!! Loe masih belain dia!!” sahut Ardhy mengunci Andin.

        “Kita emang menghajar dia. Tapi dia juga balik menghajar kita. Gue kena tonjok, Ardhy kena tendang, dan Ipunk sibuk jagain cendela biar nggak pecah.”

        “Dua kali...” tegas Ardhy. Bangga juga kena tendang dua kali.

        “Dengar, Ndin! Kita sama-sama cowok. Dan asal loe tahu, cowok nggak akan rela bertarung Cuma demi seorang cewek kalo nggak bener-bener cinta. Apalagi Rangga sendirian dan kita bertiga. Dia udah tahu dia kalah jumlah, tapi dia tetep maju!” jelas Erwin.

        “Rangga udah lolos uji kelayakan. Dia cowok yang tepat buat loe!” tambah Ipunk.

        “Ini kesempatan buat loe untuk balik sama dia. Beri dia kesempatan kedua, Ndin. Dia masih sayang loe.” Ardhy ikut memanaskan suasana.

        Lumayan ada hasil. Andin terpekur. Matanya menatap lantai. Sejujurnya bukan hanya sekali ia salah manggil orang dengan Rangga. Sopir nyokapnya juga pernah dia panggil Rangga, padahal namanya Kosasih. Itu kronis. Rangga seperti menelusup ke alam bawah sadarnya dan membuat semua laki-laki di dunia ini bernama Rangga.

        Kesempatan kedua, bukan istilah baru. Beberapa lagunya memiliki frasa itu dan tiap manggung pasti dia nyanyikan. Semacam memberikan waktu tambahan bagi seseorang untuk menunjukkan cintanya. Hampir sama ketika wasit memberi waktu tambahan karena kedudukan seri di pertandingan sepak bola.

        Besok adalah hari pertama untuk latihan dan take vocal. Di sana dia bisa memulai bicara dengan Rangga. Dia harus meluruskan masalahnya secepatnya atau dia akan canggung ketika sudah on stage.

        ***********

        Hari pertama. Latihan dimulai dengan berangkat ke studio yang telah disewa khusus untuk latihan. Letaknya sekitar 15 menit dari hotel. Benar kata Om Panchunk, Zeptaria adalah promotor besar. Mereka tidak pernah main-main jika sudah menyelenggarakan konser.  Kali ini saja mereka menyewa Mbak Risty, guru vokal ternama asal ibukota. Padahal ini hanya masalah pembagian vokal saja.

        “Pada dasarnya, I Heart You dan Ingin Kamu memiliki tempo yang sama, sama-sama cepat. Hanya saja I Heart You memiliki genre pop dance, dan Ingin Kamu adalah lagu rock. Sekarang tinggal kemana kita akan membawa lagu ini.” Jelas Mbak Risty memulai latihan.

        “Gimana kalo jazz?” usul Bisma.

        Ucapan Bisma disambut cekikikan kecil dari Ipunk, Ardhy dan Erwin. Seluruh pasang mata langsung tertuju ke mereka.

        “Ah, maaf! Maaf! Nggak maksud. Cuma, gimana ya, jazz itu lagu eksklusif, biasanya dibawain dengan slow dan tenang.” Jelas Ipunk.

        “Andin nggak pernah diam kalo megang mic. Bisa-bisa dia nyanyi sambil loncat-loncat, padahal lagunya jazz..”

        Duaaggg!!!

        Andin menghantamkan bantal kursi ke wajah Ipunk dan Erwin. Untung dia nggak lagi megang tiang microphone.

        “Jazz juga ada kali yang rock! Nggak pernah lihat Judika nyanyi, ha?!” bela Andin.

        “Ah, Iya. Karakter emang penting buat pembawaan lagu. Aransemennya kita buat pop-country saja. Saya rasa ini akan cocok untuk dua lagu ini. Apalagi ini hitsnya di kalangan anak muda, begitu saja?” Mbak Risty menengahi. Dia menatap dua gup musik di depannya meminta tanggapan.

        Briefing singkat diakhiri. Setiap orang mulai bersiap pada posisinya masing-masing. Ah, nggak semua orang kayaknya. Bisma, Dicky, Rafael, Ilham dan Reza menepi ke kursi di pinggir ruangan. Hanya Ipunk, Ardhy dan Erwin yang memegang alat musik. Selebihnya, ia dan Rangga berdiri di tengah.

        Andin gugup. Mic telah ia pegang. Tapi ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan benda itu. Erwin, Ipunk dan Erwin tidak juga memainkan musik. Mbak Risty juga nggak ngasih aba-aba. Ini kenapa jadi diem-dieman begini?

        Andin menatap Rangga. Berharap dia saja yang akan membuka kode untuk memulai latihan. Tapi seperti yang ia duga, Rangga nggak peka. Dia malah terlihat dua kali lipat lebih gugup darinya. 

        Andin terus-terusan melototi Rangga. Memberi tatapan buruan-loe-yang-nyanyi-duluan. Tapi Rangga malah balik melototinya. Fix, latihan kali ini berakhir dengan ajang saling melototkan mata.

        “Silakan...” Mbak Risty membuka suara.

        “Ah, lirik I Heart You itu mulainya gimana, ya?” ucap Andin bingung.

        “Loe kan udah hapalan semalam? Masa lupa?” balas Ipunk.

        “Gue.... agak lupa. Ya udahlah, loe duluan...” kata Andin pada Rangga. Mungkin dengan Ranga nyanyi duluan, ia akan ingat.

        “Bait pertama kan bagian elo, kenapa gue dulu yang nyanyi?” tolak Rangga. Seketika Andin cengo.

        “Gue Cuma minta loe nyanyi awalnya doank. Gue lupa! Pelit amat, sih!” balas Andin.

        “Heh! Kagak usah ngatain orang segala, ya! Minta tolong tuh baik-baik!” Rangga tak kalah pedas membalas ucapan Andin.

        “Halah! Emang dasar loe yang pelit! Kursi hotel gue aja loe embat!”

        Rangga terhenyak. Andin mulai membawa-bawa insiden kursi hotel di tepi kolam kemaren, “Heh! Emang tuh kursi ada nama elu! Itu punya hotel! Lagian banyak kursi lainnya yang kosong! Loe aja yang emang hobi gangguin orang!”

        “Itu kursi gue duluan yang dudukin! Ada majalah gue di atasnya! Loe aja yang asal embat kursi!”

        “Kalau loe nggak rela tuh kursi gue dudukin, kenapa nggak sekalian aja loe bawa tuh kursi kemana-mana. Alay banget loe jadi orang!”

        “Loe ngatain gue alay?!! Loe yang alay!!”

        “Elo!!”

        “Elo!!”

        Seluruh orang di dalam studio itu saling pandang. Mau menengahi pun tidak tahu harus darimana. Andin dan Rangga saling bentak demi masalah yang mereka nggak ngerti. Absurd!

        Ardhy mendekatkan kepalanya ke Erwin, “Jadi, selama ini mereka putus Cuma karena rebutan kursi hotel?”

        Erwin menggeleng, “Tau.....”

        Dari sekian wajah bingung, Mbak Risty lah yang menunjukkan ekpresi paling kebingungan. Andin yang dikabarkan begitu romantis dengan Rangga di infotaimen-infotaimen, kenapa sekarang kayak anak TK rebutan mainan begini?

        “Ya udah! Ya udah! Begini aja! Dimulai dari musiknya dulu. Silakan bikin intro, nanti saya kasih aba-aba masuknya kapan. Live band dulu sementara.” Mbak Risty menengahi.

        Butuh perjuangan berdarah-darah untuk menyelesaikan latihan hari pertama. Target untuk membuat aransemen lagu memang berhasil, tapi susah dan bikin telinga bengkak. Tiap disuruh nyanyi, Andin dan Rangga pasti debat. Dimulai dari soal pembagian bait, sampe masalah microphone. Tapi dengan kelembutannya, Mbak Risty mampu menengahi Andin dan Rangga. Dia sudah menjelma menjadi ibu-ibu yang lagi mengasuh dua anaknya yang rusuh.

        Perjalanan balik ke hotel, Andin uring-uringan. Erwin, Ardhy dan Ipunk menganggapnya tak lebih dari pelampiasan. Andin kalo udah gugup, apapun bisa jadi sasarannya.

        “Lagian I Heart You itu lagu apaan sih? Liriknya panjang banget! Nggak karuan kalo dibaca! Susah ngapalinnya! Apanya yang yu-no-mi-so-wel?? Besok-besok gue bakalan bikin yang ada yu-ar-so-kampretable-nya!”

        “Ya, tapi kan loe akhirnya hapal juga...” timpal Erwin enteng. Kaget juga dia latihan kali ini sukses. Andin dan Rangga udah kayak emak-emak ribut sama tukang sayur gara-gara harga pete naik. Heboh banget!

        Dilihatnya Andin mendengus. Andin menatap keluar cendela mobil. Melihat jajaran pohon ketapang yang terlihat berjalan mundur. Dibalik kejengkelannya, tersirat sinar kekecewaan. Ia menginginkan bicara baik-baik dengan Rangga hari ini, kenapa ujung-ujungnya jadi ngeributin kursi hotel? Enggak banget!

        “Udahlah, Ndin. Masih ada besok...” ujar Erwin lagi. Seolah tahu isi hati sahabatnya itu.

        Matahari sudah menepi di ufuk barat. Hari beranjak malam. Tidak ada jadwal apapun malam ini selain istirahat di hotel. Besok jadwal akan lebih padat. Setengah hari dihabiskan di studio untuk mematangkan lagu, setengah hari lainnya dihabiskan di panggung untuk gladi bersih

        Sekembalinya Rangga ke dalam kamar, Ola menyambutnya. Dia berayun di pundak Rangga dan mengajaknya makan malam.


        “Aku bosan seharian terus-terusan di kamar. Nanti makan malam di restaurant hotel ya...” ucap Ola manja. tangannya memeluk Rangga.

         Rangga diam. tersenyum dan mengangguk. Memangnya mau gimana lagi?

---------------------------------------------------------------------------

bersambung KE PART 26

(gUE KIRAIN BAKAL TAMAT DI PART INI, MSH LANJUT TERNYATA -___-")
       

1 komentar:

  1. Akhirnya dengan banyaknya desakan, di lanjut juga, sya sampe nangis lo bacanya, gara" ketawa lebay..

    BalasHapus