8 Juli 2014

(Cerbung SMASH) "Cewek Rockstar VS Cowok Boyband" / Part 14

Judul        : “Cewek Rockstar VS Cowok Boyband”

Pengarang : @ariek_andini

Genre       : Comedy-Romantic

Cast          : Rangga, Rafael, Dicky, Bisma, Reza dan Ilham.

Jangan menjadi pembaca gelap ya.. ^___^
Tinggalkan jejak jika selesai membaca.

---------------------------------------------------


        “Rangga! loe denger gue nggak?!! Ranggaaaa!!”

        Andin menjambak rambutnya. Kesal dan jengkel. Dia berdiri dengan penuh kengerian. Sedikitpun hatinya masih belum ikhlas untuk mengenakan long dress dengan motif bunga-bunga yang baru saja dibelikan Rangga.

        “Liat aja kalo udah di Jakarta, bakal gue lempar tuh cowok dari Monas!”

        Begitu sampai di depan penginapan, Andin melihat Rangga tengah bicara dengan seorang laki-laki di depan sebuah Mercedes Benz. Sepertinya itu orang yang menyewakan mobilnya pada Rangga.

        “Udah, masuk!” Kata Rangga melihat kedatangan Andin.

        Dengan wajah dilipat, Andin masuk ke jok depan. Usai menutup pintu mobil, Rangga masuk di kursi kemudi dan mulai menyalakan mobil.

        “Udah, nggak usah cemberut gitu. Loe pantes kok pakek gaun itu.” hibur Rangga.

        “Pantes muke lo kayak monyet.”

        “Pantes kayak ninik-ninik jualan minyak wangi di Tanah Abang.”

        Duagh!!

        Andin melempar tinjunya ke bahu Rangga. Rangga langsung tertawa lepas. Merasa puas membuat Andin malu dan marah.

        Mobil melaju kencang menyisiri jalan lokal. Gapura-gapura khas Bali berdiri kokoh di sepanjang jalan. Sesekali pure Bali menjadi penyela di antara rumah-rumah penduduk. Pepohonan Kamboja menjadi pemandangan yang biasa bagi Rangga dan Andin. Keduanya khidmat menikmati suasana Bali yang tidak bisa mereka temukan di Jakarta.

        “Itu tadi temen loe?” tanya Andin membuka pembicaraan.

        “Bukan! Itu petugas rental mobil yang nganterin mobil ke penginapan. Gue sewa via online.” Jawab Rangga.

        “Yakin banget nggak pakek sopir. Emang loe tahu jalan?”


        “Tahu lah!!! Gue tahu villanya dimana.”

        Andin mengalihkan pandangannya. Seperti sudah tersusun rapi. Rangga menyiapkan semuanya demi menemui Ola. Penginapan, mobil dan arah jalan, seperti bukan hal yang sulit bagi Rangga. Rangga yang selalu nyasar ketika berada di Mataram, sekarang Bali seperti berada di genggamannya.

        Damn!! Sudahlah, Ndin!! Ngapain loe mikirin itu semua. Sejak awal Rangga menaiki penerbangan yang salah dan terjebak dengannya memang ingin menemui Ola, gadisnya. Dan loe? Loe bukan siapa-siapa! Loe nggak lebih dari troublemaker yang selalu bertengkar dengan Rangga.

        “Kenapa loe tiba-tiba diem?” tanya Rangga.

        “Cuma mikir aja. Loe nggak takut cewek loe curiga lihat loe datang dengan cewek lain?” tanya Andin.

        “Makanya, begitu sampe di sana, loe pura-pura aja jadi sepupu gue.”

        “Oh...”

        “Ada apa, sih?” tanya Rangga. Merasa heran dengan respon Andin yang tidak biasa.

        “Kayaknya, loe sayang banget ya sama cewek loe.”

        Hening. Rangga memandang lurus jalanan di depannya.

        “Ya, seperti yang loe pikirin.” Jawab Rangga kemudian.

        Andin menatap cendela di sampingnya. Jajaran patung milik penduduk kadang menyembul ke jalan. Sesekali mahkota bunga Kamboja jatuh mengetuk kaca cendelanya.

        Ada apa dengannya? Beberapa hari yang lalu di pulau, dia yang menasehati Rangga tentang bagaimana menghadapi ceweknya yang tengah marah padanya. Kenapa sekarang muncul perasaan tidak rela? Damn it! Damn it!

        Semakin jauh, pemandangan rumah penduduk mulai berganti dengan rimbun pepohonan. Villa-villa besar menjadi obyek pengganti cakrawala siang ini. Sesekali Rangga mengetuk-ngetukkan jarinya pada kemudi, asik melatunkan lagu favoritnya. Tanpa sengaja matanya beralih pada kaki Andin yang bersilang di bawah. Rangga mengernyitkan dahinya.

        “Sejak kapan sandal loe berubah jadi sepatu tali?” tanya Rangga heran. Karena seingatnya, alas kaki yang ia belikan untuk Andin adalah sandal cewek dengan hiasan bunga Kamboja di atasnya.

        “Gue nemu di penginapan. Gue males pakek sandal norak itu.” jawab Andin dengan wajah tanpa dosa.

        “Bego loe!! Jangan-jangan itu milik petugas penginapan!!” omel Rangga.

        “Iya kali....” balas Andin enteng.

        “Masyaallah! Andin! Andin! Loe punya otak nggak sih?! Seenaknya ngambil sepatu orang! Ntar kalo loe dilaporin polisi gimana?!”

        “Alay banget loe jadi cowok! Emang mereka bakal lapor polisi gitu gara-gara gue nyolong sepatu dekil gini? Loe sih gue suruh beliin sepatu kagak mau! Udah gue bilang kan gue nggak suka sandal bunga-bunga itu! itu bukan style gue!” balas Andin nggak kalah emosi.

        “Style mulu loe omongin! Yang penting bisa pakek baju, ya alhamdulillah! Gue lempar juga loe keluar mobil!”

        “Lempar aja kalo berani! Ha?! Lempar!!” tantang Andin.

        Rangga menghentikan mobilnya, “Percuma!! Ini udah sampe!!” balas Rangga.

        Keduanya berhenti di depan sebuah villa bergaya tradisional Bali. Ukiran khas Bali menyambut mereka di pintu pagar. Rangga langsung turun dari mobil. Meninggalkan Andin yang diam cemberut di dalam mobil.

        Dilihatnya sebuah gembok besar menggantung di pintu pagar. Rangga mendongakkan kepalanya untuk memastikan villa yang ia datangi. Wajahnya nampak berpikir keras. Kenapa dikunci?

        Rangga berjalan maju dan mengintip melalui celah-celah ukiran. Sepi. Tak ada tanda-tanda orang di dalam sana. Biasanya lampu teras tidak menyala saat siang hari. Ini kenapa menyala. Apa Ola belum bangun tidur?

        Rangga merogoh handphonenya di sakunya bermaksud menelepon Ola.

        “Hallo?”

        “Rangga?” jawab Ola.

        “Hallo? Olla?”

        “Rangga?! Ya Allah! Ini beneran loe, Rangga??!”

        “Iya ini gue.”

        “Loe dimana sekarang, Rangga?!! loe nggak apa-apa kan?! Kenapa loe baru telepon sekarang?!”

        Rangga terdiam mendengar respon Ola yang sangat dramatis. Ada apa dengannya?

        “Loe dimana sekarang??! Jawab Rangga!! Jangan bikin khawatir gini!!”

        “Hah? Gu-gue di Singaraja. Ini sekarang di depan villa. Bukain pagarnya donk. Gue pengen masuk.”

        “Di Singaraja? Jadi selama ini loe di Bali??! Ya Ampun, syukur deh loe selamat.”

        Rangga semakin mengernyitkan dahinya tak mengerti. Terdengar seperti Ola sudah menunggunya selama berhari-hari. Pelan tapi pasti, ia juga mendengar isakan Ola.

        “Gue sekarang udah di Jakarta. Jadi buruan aja loe ke Jakarta.”

        “Jakarta?” ulang Rangga sambil membelalakkan matanya.

        “Iya, aku di apartemen sekarang.....” Ola menghentikan kalimatnya. Terdengar suara laki-laki bertanya di belakangnya, “Iya, Za! Rangga!! ini Rangga!! Rangga telepon!! Reza!! Buruan sini!!”

        REZA???

        “Hallo? Rangga? Dari mana aja loe? Buruan balik!!” kini suara Ola berganti dengan suara Reza.

        Rangga berdiri kaku menghadap pagar. Tangannya bergetar. Sementara jantungnya berdegub kencang. Bagaimana bisa Reza sekarang bersama Ola? BERENGSEK!!!

        Dari balik telepon, Reza dan Ola terus-terusan memanggil namanya. Rangga tak bergeming. Lengannya lemas. Perlahan, teleponnya merosot ke bawah dan jatuh ke aspal. Gigi Rangga bergemelatuk. Mengekspresikan emosinya yang membuncah.

        “Rangga?” panggil Andin dari belakang. Ia merasa bosan menunggu di dalam mobil dan memanggil Rangga keluar.

        Tak ada sahutan dari Rangga. Ia masih tegap berdiri dan tak menghiraukan  handphonenya yang tergeletak di jalan.

        “Rang, loe nggak apa-apa?” tanya Andin sambil terus mendekat. Sontak Andin terkejut. Ia kaget bukan kepalang melihat mata Rangga merah oleh air mata. Namun tetap tak ada gerakan. Rangga masih memandang lurus ke depan.

        “Rang! Sadar!!” Andin menggoyangkan pundak Rangga.

        Rangga tersenyum, “Sampai kapanpun, gue nggak akan bisa mengambil kembali cewek yang udah diambil oleh teman gue sendiri.”

        “Eh?”

        “Dia nggak di sini, Ndin. Dia sama teman gue..... di Jakarta. Percuma gue setengah mati bela-belain ke sini.”

        Kian lama suara Rangga kian lirih. Ia mulai tidak sanggup menahan beban tubuhnya. Kekecewaannya terlalu besar untuk ia tanggung sendiri. Di saat yang bersamaan, ia sadar betapa bodohnya ia. Semua perjuangannya untuk mencapai tempat ini tidak ada gunanya.

        Perlahan genangan di matanya menganaksungai. Satu-satu jatuh ke bawah. Seperti tubuhnya yang mulai sempoyongan.

        “Rangga!!!!”

        Bruggh!

        Rangga terjatuh di pelukan Andin. Seluruh badannya lemas. Ia yang bahkan kuat diterjang ombak, ditimpa puing-puing perahu, dan berjalan di tengah panas matahari, kini tak lebih dari seonggok mayat di hadapan Ola. Semua kekuatan itu runtuh. Hancur dalam sekejap mata.

        “Jangan ditahan, Rang. Nangis aja kalau loe pengen.” Ucap Andin. Tangannya mengelus pelan rambut Rangga yang bersandar di dekapannya.

        Sunyi. Suara ranting beradu karena hembusan angin dari kejauhan.

        “Gue di sini buat loe...”

        Satu isakan keluar dari mulut Rangga. Perlahan, isakan itu berubah menjadi tangis sesenggukan yang menyayat hati. Bagaimaan keperkasaan seorang laki-laki bisa musnah karena seorang perempuan. Rangga mendekap Andin kian rapat. Seperti ingin menunjukkan pedih hatinya lebih dekat. Rangga menangis semakin keras. Mengisi tiap celah pepohonan.

        Sekian menit berlalu, Rangga mulai melepas pelukannya. Ia melengoskan wajahnya. Malu menatap mata Andin.

        “Sorry....” ucap Rangga lirih.

        Tenggorokan Andin tercekat. Kali ini dengan jelas ia melihat wajah Rangga banjir oleh air mata. Laki-laki yang dimatanya terlihat gila dan selalu nekat karena seorang gadis, kenapa sekarang serapuh ini?

        Rangga mengusap matanya dengan lengan baju bermotif batik Bali miliknya. Ia menarik nafas panjang.

        Tiba-tiba dari arah lain, muncul seorang laki-laki berseragam polisi berjalan ke arahnya. Rangga dan Andin tertegun.

        Polisi itu menganggukkan kepala, “Permisi, Anda ini Saudara Rangga Dewamoela Sukarta bukan?”

        Andin dan Rangga tergagap. Bagaimana bisa ia tahu nama Rangga?

        Polisi itu meraih walkie talkie di pinggangnya dan memberikan sebuah kode, “Target sudah ditemukan.” Katanya.

        “Mampus!” batin Rangga.

        Perlahan Rangga menggenggam tangan Andin. Tanpa banyak bicara, Rangga dan Andin langsung berlari masuk ke dalam mobil. Buru-buru Rangga menyalakan mesin dan kabur dari tempat itu. Entah jalan mana yang ia ambil. Yang jelas ia harus kabur.

        “Gue udah bilang kan?!! Jangan ambil sepatu orang seenaknya!!” omel Rangga sambil mengemudikan mobil sekencang mungkin. Polisi berbadan tinggi yang tadi menanyainya nampak kebingungan melihatnya kabur. Tapi dalam sekejap mata, bunyi sirine mobil polisi terdengar memburu di belakang mobil Rangga.

        “Ya mana gue tahu kalau mereka bakal lapor polisi cuman demi sepatu dekil kayak gini. Yaudah, gue lepas aja sepatunya terus gue lempar keluar!!” balas Andin.

        “Percuma!!!” sahut Rangga. Dalam keadaan setengah sadar, ia berusaha mengemudikan mobil sebisanya. Rasa shock karena masalahnya dengan Ola, ditambah kedatangan polisi tadi secara tiba-tiba, cukup membuat jantung Rangga berdegup tak karuan. Kaki dan tangannya gemetaran. Dia kehilangan kontrol diri.

        Andin mulai merasakan keganjilan. Sebentar-sebentar mobil oleng ke kanan, sebentar kemudian oleng ke kiri. Ia mulai curiga pada keadaan Rangga.

        “Rang! Loe nggak apa-apa kan? Sini gue aja yang nyetir!!” perintah Andin.

        “Nggak ada waktu buat pindah posisi! Udah loe diam aja! Kita dikejar polisi!!”

        “Gue takut, Rang! Udah kita nyerah aja!!”

        “Loe bisa diem nggak, sih?! Jangan bikin gue tambah bingung!!”

        “Mending kita nyerah, Rang!!”

        “Gue bilang diam!!”

        “Ranggaaa!!! Pohon!!!”

        Rangga membulatkan matanya. Tanpa ia duga mobilnya terlalu condong ke sisi kanan jalan dan hampir menabrak pohon. Spontan Rangga banting stir ke arah kiri. Namun dalam kecepatan yang sangat tinggi seperti itu, semua menjadi tak terkendali. Mobil berwarna hitam metal itu kehilangan kontrol dan menerobos pagar pembatas jalan.

        BRUAAAGGGK!!!

        Mobil yang ditumpangi Andin dan Rangga meluncur ke dalam jurang. Mobil hitam metalic itu ringsek setelah meluncur sejauh lima meter dan menghantam sebuah pohon hingga tumbang.

        *************

-----------------------------------------

JEDEENNGG!! BERSAMBUNG KE PART 15!!

:D

2 komentar: