29 Agustus 2014

(Cerbung SMASH) Bisma's Diary / Part 4

Cerbung Bisma
Title:Bisma’s Diary (Catatan  Hati  Seorang Bisma)

Author : Nadya Dwi Indah

Editor : @ariek_andini

Cast   : Bisma  karisma
             Shavana  Adinda  Putri
             Rafael  Tan
             Ilham  Fauzie
             Handi  Winata 
Genre : Sad_Frindship_Romantic

------------------------

          Alam begitu hijau, begitu segar, begitu lembab. Rerumputan masih menyisakan embun pagi yang belum menguap. Tanah masih menyisakan jejak-jejak hujan semalam. Angin masih menyisakan hawa dingin yang berhembus dari puncak gunung. Hari masih pagi saat mobil Bisma berhenti di kaki kaki gunung yang entah apa namanya.

           “Bis, kok cuman begini doang?? loe bilang ada yang spesial disini,mana?” protes Shavana kesal.Dia duduk dijok belakang, dilihatnya sekeliling hanya ada pepohonan rindang.

           “Ok,tunggu bentar dong.” Bisma kembali melajukan mobil kali ini sedikit pelan menembus rindangnya pepohonan.

          Mobilnya berhenti di samping sebuah pohon besar, di sisi kanan mobil juga terdapat beberapa pohon yang berjajar rapi. Bisma menoleh kearah sahabatnya yang duduk bersedeku.

           “Mana?” tanya Shavana.

           “Loe berdua turun dulu, di depan sana ada rumput yang tumbuh sumbur bentuknya menyerupai gerbang, loe lihat ada apa disana.” ujar Bisma tersenyum penuh misteri.

          Tanpa menunggu aba-aba, Shavana dan Ilham berjalan menyusuri tempat aneh itu, Shavana membuka rumput tinggi yang melintang didepannya,benar kata Bisma rumput itu mirip seperti dua buah pintu, ketika dibuka..

           “Wow!!!! Serius!! ini keren banget Bis.” teriak Shavana takjub. Gadis ini merentangkan tangannya menghirup angin yang cukup kencang. Sebuah sungai lengkap dengan air terjun dan beberapa pepohonan rindang di sekitarnya meski suasananya cukup sepi namun gemuruh air yang berjatuhan mampu menarik pesona tempat ini.

           “Bisma makasih ini indah bangeeeeeet.” Shavana sedikit berteriak karena suaranya terganggu oleh gemuruh air,tak perduli Bisma dapat mendengar teriakannya atau tidak,yang jelas saat ini Ia tengah bahagia. Sementara Ilham asik jeprat-jepret dengan kamera digitalnya.

          Bisma tersenyum, Ia menelan beberapa butir obat-obatannya, lalu melepas sepatu dan jaketnya. Ia berlari menyusul kedua sahabatnya.

           “Gimana? bagus kan?” Bisma menepuk bahu Ilham pelan.

           “Bagus, loe kok bisa tau tempat sebagus ini?”

           “kalau cuman tempat seperti ini mah mudah bagi gue untuk dicari.” Bisma duduk di dekat bebatuan pada sungai sekitar air terjun itu.

           “Ada yang pengen gue tanya ke loe Bis.” Ilham ikut duduk di samping Bisma lalu menatap pada gadis yang berdiri di depan air terjun.

           “Soal apa? Ooh soal kapan gue jatuh cinta pada Shavana, jangan ditanya gue sendiri bingung harus jawab apa, tiba-tiba saja perasaan gue berubah menjadi cinta.” seloroh Bisma.
           “Bukan soal itu Bis, ini tentang penyakit loe.”

          “Eh??”

           “Loe jangan asal, Ham! Gue sehat-sehat saja kok, loe nggak lihat gue seceria ini??” ucap Bisma enteng seakan tak terjadi apa-apa.

           “Jangan bohong, Bis, gue tau loe sakit. Kemaren gue ke rumah sakit!”

          “HAH?”

          “Gue tahu gue lancang. Dokter Handi juga nggak mau jawab pas gue nanya. Udahlah, Bis. Mending loe jujur sekarang!”

          Bisma menghela nafas. Keduanya terdiam sesaat.

           “Loe sembunyiin semua ini dari Shavana,jangan sampai dia tau tentang penyakit gue, sudah cukup penderitaannya selama ini, disakiti oleh beberapa Orang lelaki yang gila.”

           “Gue nggak janji Bis, penyakit loe bukan penyakit sembarangan, bisa saja Shavana curiga.”ucap Ilham tanpa menoleh,Ia berusaha tegar dihadapan Bisma.

           “Ahh sudahlah!! Lupain!!”Bisma bangkit mendekati Shavana yang tengah bermain air terjun.

          “Bis!!!”

          *************

          Tak ada yang lebih indah selain ini menatap kebahagiaan dimata orang yang kita cintai. Aku bahagia,Aku merasa ssperti terlahir kembali. Terimakasih Tuhan telah memberiku waktu yang cukup hingga detik ini. Setidaknya senyumnya mampu menjadi penawar rindu bagiku. Seandainya Aku mampu hidup lebih lama, ingin ku bilang cinta padanya sebelum waktuku tiba..Tuhaan ijinkan mimpiku ini menjadi nyata.

Salam rindu Va

Bisma karisma

          Bisma menaruh buku harian birunya di atas nakas hitam, lalu beralih ke atas tempat tidur berusaha menguntai mimpi, rasa lelah yang mendera semakin terasa setelah membagiakan kedua sahabatnya.

          *************

           “Gila tempat kemaren indah banget, Bis! Gue nggak bisa nglupain.” ujar Shavana. Entah sudah berapa kali kalimat itu dia lontarkan.

          Bisma tersenyum sejenak, menatap wajah sahabat yang mengisi hatinya.

           “Loe kenapa sih lihatinnya gitu banget?? Eeeh kok loe pucet, Bis??” ungkapan yang sama seperti minggu lalu, Bisma menarik nafas lalu melempar pandangannya ke sudut lain.

           “Jangan tanya yang aneh-aneh, gue udah bilang kan kalau gue nggak sakit.”sahutnya kesal tanpa menoleh.

           “Jangan marah kali,gue kan cuman khawatir, Bis.”

          Khawatir??Apakah rasa itu mulai tumbuh???

           “Loe.... aahh mana mungkin??”gumam Bisma seakan berbicara pada dirinya sendiri.

           “Apaan?”

           “Nggak ada, loe berangkat bareng si Ilham kan? Kemana Dia?” Bisma mengalihkan pembicaraan.

           “Palingan lagi sama Vellia, itu loh anak kelas IPA 5.”

           “Oooh bagus deh, kasian dia kelamaan jomblo.” Bisma tersenyum nyinyir, “Semoga setelah ini dia bisa lebih lama hidup bersama Vellia.” sambung Bisma menatap kedua bola mata jernih Shavana.

           “Dih... loe aneh banget sih, Bis! Loe suka sama gue?”

           “Hah suka sama loe?? Idiih ge-er!!”

           Shavana membalas Bisma dengan pukulan kecil di bahunya.

          >>>>>>>>>>>>>>

          Aku tak tau sejak kapan mulai menyukaimu,rasa itu tiba-tiba muncul tanpa Ku sadari.Tapi Aku tak ingin Kau membalas perasaanku,Aku rela kok,asal Kau bahagia karena sama sekali tak pernah terbesit dipikiranku untuk menyakitimu. Lupakan Aku tapi simpan Aku dalam hatimu,jangn dibuka jika tak butuh.

          Bisma Karisma

          ########

          Raja matahari sedang bersinar terik siang ini, namun perlahan mendung menyapa, seorang pemuda berdiri di atas dermaga kayu besi di pinggir danau, yang jelas bukan danau yang biasa Ia datangi, Ia menengadah kelangit seakan mencari sesuatu. Detik selanjutnya, sebuah tangan menepuknya dari belakang. Seorang gadis berambut ikal, Shavana.

           “Ini tempat aneh apa lagi sih, Bis?”

           “Loe akan tau nanti, ikut gue sekarang!!” Bisma menarik lengan Shavana menuju perahu yang tertambat di sana.

           “Ayo naik, pegang tangan gue jangan sampai loe kecebur.” Bisma mengulurkan tangan.

          Perahu berjalan melambat, mengitari danau aneh yang sepi ini ,suasana semakin hening karena keduanya sama-sama diam. Shavana duduk di buritan di sampingnya duduk Bisma yang sibuk mendayung.

           “Maksud loe apa ngajakin gue ketempat kek gini? Sepi banget...” Shavana angkat bicara.

           “Ini danau untuk loe, gue sengaja beli tempat ini.”ujar Bisma tersenyum seakan tanpa beban.

           “Idiiih, sok kaya banget jadi orang..” cibir Vana.

          Bisma terkekeh mendengar penuturan Vana. Terasa dadanya sedikit sesak, padangannya sedikit buram sebisa mungkin Ia mencoba kuat.

          Perlahan Vana megerutkan dahinya. Perahu mulai bergoyang tak terkendali. Sebentar membelok ke kanan, sebentar kemudian membelok ke kiri. Dilihatnya tangan Bisma kesusahan mencengkeram dayung.

          “Bisma??!”

           “Mau bantu dayung nggak?” Bisma mengulurkan dayung ke Shavana, keduanya mendayung perahu itu bersama-sama.

           “Van,kalau gue bilang gue cinta sama loe,apa loe akan kasih respons ???” tanya Bisma tiba-tiba.

           “Tergantung, eh, maksud loe apa tadi?” Shavana membenarkan letak kacamata hitamnya, membelokkan perahu lalu menatap Bisma lekat-lekat.

          “Gue....” Bisma tak meneruskan kalimatnya. Ia menarik nafas berat.

          Sunyi. Suara kecipak air karena ranting yang jatuh dari pohon mengisi udara.

          “Gue cinta sama loe.”

          Eh?

          “Gue tahu, pasti loe pikir gue bodoh. Jatuh cinta sama temen deket sendiri.”

          “Bis...”

          “Loe nggak harus ngebales perasaan gue. gue Cuma perlu loe tahu. Itu aja.”

          Shavana bersiap membalas kalimat Bisma. Tapi baru saja ia membuka mulut, Bisma sudah menyahutnya, “Balik, yuk!! Mau mendung kayaknya! Pegel juga tangan gue ngedayung dari tadi.”

          “T-tapi...”

          “Loe juga nggak mau kesorean kan pulangnya? Yuk!!”

          Shavana menganga. Beberapa detik yang lalu Bisma mengatakan cinta padanya. Lalu kenapa sekarang jadi begini? Bahkan dia belum mengatakan satu kata pun.

          Sebentar-sebentar Bisma membenarkan poninya ke belakang. Bertahun-tahun berteman dengannya, Shavana sudah hapal Bisma luar-dalam. Saat dia sedang gugup, dia pasti memainkan poni rambutnya.

          Lalu, mengapa Bisma gugup?

          >>>>>>>>>>>>>>

          “Beberapa hari yang lalu dia berlibur ke kaki gunung sama teman-temannya. Nyetir sendiri, nggak ada yang ngawasi. Terus main di tempat terbuka berjam-jam. Bisma menganggap tubuhnya seperti tubuh orang normal lainnya. Padahal cape sedikit saja, dia bisa bermasalah. Otak dan anggota tubuhnya kadang tidak sinkron. Obat hanya akan menghilangkan sakit sementara. Kenapa sulit banget ngawasi bocah seperti dia?”

          Bunda duduk terpekur di depan ranjang. Wejangan Dokter Handi bergantian masuk ke gendang telinganya. Tidak becus menjaga anak, iya! Bahkan sekedar menyuruh Bisma tidur siang, sangat sulit!! Ada saja yang Bisma lakukan! Ada saja tempat yang ingin dia datangi! Hingga kemudian hari ini datang. Hari dimana matanya nggak mau terbuka sama sekali. Nafasnya bergantung pada alat medis yang menancap di tubuhnya.

          “Sel kanker sudah menjalar ke otak tengah. Antibodinya juga sudah menciptakan sistem kekebalan sendiri untuk obat yang biasa dia minum. Mulai sekarang, obat apapun yang dia konsumsi, tidak akan membantu sedikitpun.”

          “Saya akan membawa dia berobat ke Singapore!!”

          Dokter Handi mendekat selangkah. Dipegangnya pundak wanita paruh baya itu, “Bu.....” Ditatapnya mata wanita paruh baya itu dalam-dalam. Tak ada lagi kata yang meluncur dari bibirnya. Karena memang dia tidak tahu apa lagi yang harus dia ucapkan. Mengatakan Bisma tidak akan selamat? Ck, lidahnya seketika beku melihat genangan air mata di bola mata perempuan di depannya.

          “Kenapa nggak dioperasi sekali lagi? Bulan lalu operasinya berhasil kan?! Bisma bisa sekolah lagi!! Dioperasi saja lagi! Saya akan bayar berapapun!!”

          “BU!!!” sela Dokter Handi.

          Bunda Bisma mengatupkan bibir. Air matanya mulai meluncur.

          “Bawa Bisma pulang ke rumah. Berikan apapun yang dia pengen.”

          “Tidak!! Bisma akan terus di rumah sakit ini!! Dia akan terus dirawat!!”

          “Kondisi dia...”

          “Kalau rumah sakit ini tidak mampu, saya akan membawanya ke singapore nanti malam!!”

          “DIA SUDAH TIDAK PUNYA HARAPAN!!”

          Eh?

          Dokter Handi merengkuh bahu Bunda Bisma. Mencoba menguatkannya, “Buat saat-saat terakhirnya bahagia di tengah keluarganya. Bukan di rumah sakit.”

          Bunda melengos. Dia memutar badannya membelakangi Bisma. Dia tahu hari ini akan datang. Hari dimana Bisma dinyatakan tidak memiliki harapan hidup?

          Harapan hidup? Haruskah?

          *****************

          “Udah nemu, Van?” tanya Ilham. Di depannya, Vana membungkuk-bungkuk menelusuri barisan buku. Sudah hampir sejam dia berkutat di sana, tapi masih saja buku paket pelajaran yang disuruh beli oleh Pak Broto tidak ketemu. Kenapa buku paket saja mesti ditentuin? Buku Fisika yang lain apa bedanya??

          “Nggak ada yang namanya John Worthington di sini!! Mana namanya sulit lagi! Udah deh, kita ke gramedia aja sekarang!” sergah Vana.

          Ilham mengangguk. Vana lalu menyeretnya keluar. Keduanya harus naik lagi beberapa lantai untuk pergi ke gramedia.

          “Loe tahu? Kemaren Bisma nembak gue.” kata Vana. Kakinya bersiap memijak anak eskalator.

          “Oh....”

          Vana memicingkan matanya, “Gitu amat respon loe...”

          “Ya nggak gitu. Syukur deh akhirnya dia jujur..” jawab Ilham.

          “Hah??”

          “Terus, loe bilang apa?”

          “Bentar! Bentar! Syukur deh akhirnya dia jujur? Loe tahu kalo dia mau nembak gue?” sahut Vana.

          “Yaelah, Van. Anak TK juga tahu kalo Bisma selama ini suka sama loe.”

          “Hah?” Vana menghentikan langkahnya. Tangannya mencengkeram lengan Ilham.

          “Loe pikir kenapa dulu Bisma nolak waktu Elsa nembak dia? Padahal Elsa cewek cantik dan pinter di kelas. Nggak ada cowok yang nggak pengen jadi pacar dia. Dan loe pikir, kenapa dulu Bisma rela tengah malem nangkring di depan gerbang rumah loe pas loe ulang tahun? Dia bela-belain ngucapin met ultah jam 12 malam tepat.”

          “Itu....” Vana menatap Ilham lekat-lekat.

          “ Terus, loe jawab apa ke Bisma?”

          “Maksud loe?”

          “Kok loe jadi plin plan sih? Ya kan kata loe Bisma nembak loe, terus loe jawab apa ke dia? Loe terima?”

          “Enggak...”

          “Hah?”

          “M-maksud gue, gue nggak nerima dia. Eh maksudnya, dia nggak ngebolehin gue nerima dia. Gue nggak sempet ngomong. Bisma bilang nggak usah jawab. Dia Cuma pengen gue tahu perasaan dia, itu aja!”

          “Dan loe nurut aja gitu pas dia ngomong gitu?” selidik Ilham.

          “Y-ya, mau gimana lagi~...”


          “Loe tuh dari SD nggak berubah-berubah ya.. dasar!” Ilham melanjutkan langkahnya.

Tidak ada komentar:

:a   :b   :c   :d   :e   :f   :g   :h   :i   :j   :k   :l   :m   :n   :o   :p   :q   :r   :s   :t Add smileys to Blogger +

Posting Komentar