30 Juli 2013

(Cerbung Ramadhan) "Ustad Keren-keren" / Part 12


Judul : Ustad Keren-keren

Author : Andin (@ariek_andini)

Genre : Romantic - Religius

Pemain :
- Rangga Moela
- Eriska Rein
- Reza Anugrah
- Pramudina
- Bisma Karisma
- Ilham Fauzi
- Dicky Prasetyo



        “Aku denger suara seseorang. Kamu denger juga tidak?”

        “Aku tidak denger apapun. Cuma perasaanmu kali. Ayo kembali!”

        “Apa yang kalian lakukan di sini??!” tanya Reza tegas. Dalam sekejap mata tiba-tiba ia telah berada di depan Dicky dan Eriska.

        “U-ustad! Tolong lepaskan Dicky!” bela Eriska.

        “Ikut ke ruang ketertiban sekarang juga!” Reza mulai menarik Dicky pergi, “Rangga!! Kamu urus Eriska!”

        Eh?

        Eriska terperangah. Dilihatnya Rangga muncul dari rimbunan daun. Rangga? Kenapa bisa ada di sini juga?

        “Ustad ngga perlu ‘kan menarik-narik kamu seperti Dicky? Cukup sadar diri, dan pergi ke ruang ketertiban.” Kata Rangga.

        “Jadi Ustad yang melapor dan membawa Ustad Reza ke sini??!” tanya Eriska dengan mata masih lebar.

        Apa-apaan ini? Eriska menuduhnya melapor pada Ketertiban?!

        “Dicky tidak salah, Ustad! Tolong jangan hukum dia! Aku mohon!”

        “Kamu sadar tidak dengan apa yang ucapkan barusan?!” tukas Rangga. Hatinya semakin geram. Eriska justru menuduhnya tidak-tidak dan membela Dicky.

        Rangga membalikkan badan. Hatinya serasa bertambah sesak bicara dengan Eriska.

        “Ustad! Cuma Ustad yang bisa membantu Dicky! Bujuk Ustad Reza agar tidak menghukum Dicky! Aku mohon, Ustad!!” pinta Eriska.

        Rangga tidak bergeming. Ia memilih pergi dan tidak mempedulikan semua rengekan Eriska. Ia berjalan tegap sementara Eriska memanggil-manggil namanya di belakang sana.


        Sebegitunya kah? Sampai hati memintanya untuk tidak menghukum Dicky, sebegitunya kah?

        Rangga berjalan menuju ruang ketertiban dengan tatapan kosong. Sesampainya di sana, dilihatnya Dicky tengah duduk di depan meja Reza. Ia duduk menunduk sementara Reza menceramahinya panjang lebar.

        Bohong jika Eriska dan Dicky tidak mengerti sanksi dari tingkah lakunya kali ini. Cerita di masa lalu yang menggambarkan pelanggaran semacam ini memiliki roman yang menakutkan. Dan itu telah menyebar dan melegenda di pesantren ini. Bahwa santri putra dan putri yang ketahuan pacaran akan dihukum pelontos! Dua-duanya!

        “Reza! Aku ingin bicara sebentar.” Ucap Rangga berbisik.

        Reza memberi isyarat pada santri senior untuk menggantikannya mengusut Dicky. Ia lalu berjalan mengikuti Rangga keluar ruangan.

        “Sebelum terdengar oleh Kiai, mending kita sembunyikan kasus ini. Kamu bisa menghukum Dicky dan Eriska dengan hukuman lain.” Kata Rangga.

        Seketika Reza melototkan matanya.

        “Kamu mikir apa, Ngga?!! Kamu membela Dicky dan Eriska?!!!” tanya Reza tidak habis pikir.

        “Aku tidak membela! Aku~....”

        “Dan mana Eriska?! Aku menyuruhmu membawanya ke sini. Kamu malah ngelepasin dia begitu saja??” tanya Reza. Ia menatap heran bercampur emosi ke arah Rangga. “Oh, jadi kamu lebih membela kekasih pura-puramu itu daripada peraturan pesantren?”

        Rangga terhenyak, “Apa maksud kamu?”

        “Ck! Nggak usah berkelit, Ngga! Kamu pikir aku nggak tahu selama ini kamu berpura-pura sama Eriska? !”

        Rangga menatap Reza dengan nafas tertahan. Apa yang Reza katakan?! Dari mana dia tahu rahasianya??!

        “Kamu ingin aku menghukum Dicky tapi membebaskan Eriska, gitu?!!”

        “Jangan ngomong yang tidak-tidak kamu!” bentak Rangga. Ia mendekat selangkah ke arah Reza.

        Melihat hal itu, Bisma yang berada tak jauh dari sana segera berlari menghampiri Rangga dan Reza dan berusaha melerai kedua kawannya.

        “Rangga! Rangga istighfar!” kata Bisma. Ia mencengkeram lengan Rangga dan menjauhkannya dari Reza.

        Rangga menghela nafas. Berusaha mengembalikan akal sehatnya.

        “Kalian ini kenapa, sih?!” tanya Bisma. Tak ada satupun yang menjawab pertanyaannya. Rangga membalikkan badan lalu pergi. Begitu pula Reza, ia kembali masuk ke dalam ruang ketertiban.

        # # # # # # # # # # # #

        Sementara itu, dengan langkah terburu-buru Eriska berlari masuk ke dalam kelasnya. Ia langsung duduk di bangkunya dan menenggelamkan wajahnya ke meja.

        “Kamu kenapa, Eris?” tegur Dina heran. Beberapa menit lalu Eriska pamit ke ruang guru, dan tiba-tiba kembali dengan wajah penuh kepanikan.

        “Din, selametin aku! Aku ngga mau dibawa ke ruang ketertiban!” sergah Eriska tiba-tiba.

        “Ruang ketertiban? Emang kamu habis ngelakuin apa tiba-tiba akan dibawa ke ruang ketertiban?!”

        Eriska terdiam. Air matanya lagi-lagi mengalir. Dicky pasti sekarang sedang dimarahi habis-habisan di sana. Dan hanya tinggal menunggu waktu, sebentar lagi ia pasti akan disusul oleh Ustad Reza.

        “Eriska! Kenapa diam? Kamu kenapa nangis?”

        “Dicky ditangkap dan sekarang di ruang ketertiban, Din. Aku harus bagaimana sekarang?! Ustad Rangga ngga mau bantu aku?!”

        Dina melebarkan matanya. Berusaha mencerna kata-kata Eriska yag timbul tenggelam di tengah isakannya. Dicky? Dibawa ke ruang ketertiban?

        “Kamu dan Dicky habis ngapain?! Kenapa kamu jadi setakut ini sih??!” tanya Dina.

        Ia mulai ikut panik melihat Eriska. Sejurus kemudian otaknya menangkap sesuatu. Pikirannya melayang ke hari dimana Rangga tiba-tiba menanyakan kedekatan Eriska dengan seorang santri. Jadi, Ustad Rangga udah tahu sejak dulu? Jadi, selama ini Eriska diam-diam dekat dengan Dicky?

        “Eris, jadi benar selama ini kamu ada hubungan dengan santri baru itu?!” tanya Dina.

        Eriska diam. Air matanya berjatuhan membasahi kerudungnya.

        “Kamu kenapa tega melakukan itu, Eris?! Selama ini Ustad Rangga udah baik sama kamu. Dia perhatian sama kamu!”

        “Mending kamu diam, Din!”

        EH?

        Dina terperangah.

        “Kalau tidak bisa membantu mending kamu diam aja!” bentak Eriska.

        “Kamu kenapa sih?!”

        “Ngga usah sok baik! Kamu pikir aku ngga tahu selama ini apa yang kamu lakuin sama Ustad Rangga, ha? Kamu pikir aku ngga cemburu lihat kamu sering bicara berdua dengan Ustad Rangga?! Kamu duluan yang mulai, Din! Jelas-jelas Ustad Rangga sama aku, kamu malah deketin dia!”

        “Ka-kamu salah paham, Eris!”

        “Sahabat macam apa kamu?! Aku tahu kamu lebih pinter dari aku! Aku ngga nyangka kamu kayak begitu di belakangku!” sahut Eriska tajam.

        Dina merasakan seluruh tubuhnya memanas. Masih dengan air mata beruraian, Eriska lalu berlari meninggalkan kelas. Seluruh siswa melihati pertengkaran yang terjadi antara Dina dan Eriska.

        Pelan tapi pasti, air mata Dina ikut menetes. Benar memang ia sering berbicara berdua dengan Ustad Rangga. Tapi, tak pahamkah Eriska bahwa yang ia bahas dengan Ustad Rangga adalah dirinya? Tak pahamkah Eriska bahwa Ustad Rangga sering memanggilnya hanya untuk menanyakan dirinya?

        Jam demi jam berlalu. Dina menjalani sisa pelajaran di kelas dengan pikiran melayang tak karuan. Eriska tak kembali sejak kepergiannya satu jam lalu. Tasnya pun ia tinggalkan begitu saja di bangkunya. Entah ia sembunyi di kamarnya, atau sudah ditangkap pihak ketertiban.

        Begitu bel pulang sekolah berdering, Dina langsung menuju mushalah pesantren. Ia tak berminat lagi pulang ke asrama. Satu hal yang ingin ia lakukan, ia ingin menemui Ustad Rangga dan menjelaskan semua yang dikatakan Eriska padanya.

        “Salah paham?” tanya Rangga begitu Dina menjelaskan tentang Eriska padanya.

        “Iya, Ustad. Eriska mengira antara saya dan Ustad ada sesuatu. Sepertinya dia memergoki saya dan Ustad saat bicara berdua beberapa waktu lalu.” Tambah Dina.

        Rangga menghela nafas berat. Segala hal tentang Eriska serasa campur aduk di otaknya.

        “Dan saya merasa, selama ini, Eriska dekat dengan Dicky karena dijadikan pelarian oleh Eriska.”

        Rangga melebarkan matanya, “Pelarian?”

        “Eriska marah-marah sambil menangis di depan saya. Sepertinya dia bener-bener sakit hati, Ustad. Saya jadi merasa bersalah.” Lanjut Dina. Wajahnya makin tenggelam di antara kibasan kerudungnya.

        “Sudah, kamu tidak usah sedih. Yang salah Ustad. Yang memanggil kamu Ustad. Biar nanti Ustad yang jelasin ke Eriska.” Kata Rangga.

        Dina mengangguk pelan.

        “Sekarang Eriska di mana?” tanya Rangga.

        Dina mengangkat wajahnya, “Tidak tahu, Ustad. Dia tiba-tiba pergi saat jam istirahat, dan tidak kembali-kembali.” Jawab Dina.

        Rangga menatap Dina kosong. Dilihatnya Dina menenteng dua buah tas. Jika ia tebak, salah satu dari tas itu mungkin milik Eriska.

        “Saya kira Eriska sudah dibawa ke ruang ketertiban, Ustad.” Sahut Dina.

        Rangga terhenyak. Bisa jadi!

        Tanpa pikir panjang, Rangga lalu beranjak pergi ke ruang ketertiban. Sepanjang jalan pun dia mengamati sekeliling mencari sosok Eriska. Namun, Nihil! Ruang ketertiban pun dia dapati kosong melompong. Kemana Reza dan Dicky?

        “Rangga! Kamu di sini ternyata?” tiba-tiba Bisma menegurnya dari belakang.

        “Kemana orang-orang? Kok sepi begini?” tanya Rangga.

        “Kamu akan nemuin jawabannya di rumah Kiai Mahmud. Kamu ke sana aja sekarang, Beliau juga manggil kamu.” Jawab Bisma.

        Rangga mengerjapkan matanya, “K-Kiai Mahmud udah tahu?”

---------------------------------------

Bersambung ke part 13 ya...

Tidak ada komentar:

:a   :b   :c   :d   :e   :f   :g   :h   :i   :j   :k   :l   :m   :n   :o   :p   :q   :r   :s   :t Add smileys to Blogger +

Posting Komentar