18 Juli 2013

(Cerbung Ramadhan) "Ustad Keren-keren" / Part 3


Judul : Ustad Keren-keren

Author : Andin (@ariek_andini)

Genre : Romantic - Religius

Pemain :
- Rangga Moela
- Eriska Rein
- Reza Anugrah
- Pramudina
- Bisma Karisma
- Ilham Fauzi
- Dicky Prasetyo

----------------------------------------------------------------------
keyword : "Cerbung Rangga SMASH 2013" , "Cerbung Eriska Rein 2013" , "Cerbung SMASH 2013" , "Cerbung Religi SMASH 2013"

---------------------------------------------------------------------


         “Rapikan kerudungmu. Lalu masuk ke mobil.” perintah Mama Eriska.

         “Mau kemana, Ma?” tanya Eriska.

         “Ke pesantren.”

         “Aku ngga mau!” tolak Eriska. Ia melangkahkan kakinya ke kamarnya, tapi keburu dicegah oleh papanya.

         “Pergi dari pesantren tanpa izin selama satu hari. Jangan diulangi lagi!” kata Ustad Reza tegas, “Kamu harus membersihkan dapur pesantren dan menulis surah Yaasin sebanyak tiga kali. Besok subuh harus sudah dikumpulkan.” lanjutnya.

         Eriska diperbolehkan pergi setelah menandatangi surat pernyataan tidak akan mengulangi ulahnya. Beberapa santri melihati Eriska dengan tatapan selidik. Peristiwa kaburnya ia dari pesantren benar-benar menjadi bahan omongan di pesantren.

         # # # # # # # # # #

         Hari berganti hari. Kehidupan di pesantren kecil Al Hikmah kembali berjalan seperti semula. Tak terkecuali dengan Eriska. Ia lagi-lagi menjalankan perannya sebagai seorang santri mesti sudut hatinya berontak.



         “Tarik timbanya! Berat!” kata Indah sambil mendorong timba berisi cucian dari belakang. Sementara Eriska menarik pegangan timba dari depan. Keduanya tengah menyelesaikan tugas piket mencuci tirai mushalah.

         Begitu sampai di tempat jemuran, Eriska dan Indah bersiap menjemur tirai basah itu. Namun, Eriska hanya berdiri memandangi tali jemuran.

        “Ndah, talinya kendor.” Ucap Eriska mendapati tali jemuran yang akan dipakai kendor dan hampir menyentuh tanah.

        “Ya udah, buruan benerin.” Perintah Indah.

        Eriska diam sesaat. Dilihatnya ujung tali jemuran yang terikat di pohon jambu tidak terpasang dengan kuat. Tapi ia kembali pesimis melihat ikatan itu berada di atas pohon dan tubuhnya tak mungkin mampu menggapai.

        “Udah hampir dzuhur, Eris! Buruan!” perintah Indah sekali lagi dengan wajah letih.

        “Talinya tinggi banget, Ndah!” jawab Eriska.

        “Tuh di bawahnya ada pipa, naik itu cepet biar sampe.” Balas Indah sambil menunjuk pipa air yang merambat di bawah pohon jambu.

        Tanpa ragu Eriska menaiki pipa tersebut dan mencoba membenarkan ikatan tali jemuran. Beberapa detik berlalu, tiba-tiba pipa air yang menjadi pijakan kaki Eriska patah. Sontak Eriska terjatuh. Sementara itu air deras menyembur dari pipa air yang patah itu.

        Indah membulatkan matanya melihat Eriska jatuh terjengkang di tengah semburan air pipa. Eriska mencoba berdiri. Samar-samar telinganya mendengar suara langkah kaki seseorang mendekat. Itu pasti Ustad!!!

        “Ndah, gimana nih?” rintih Eriska.

        Indah tak juga bergeming. Tanpa diduga, tiba-tiba ia berlari kencang meninggalkan Eriska.

        “Ndah! Indah!” panggil Eriska.

        Indah tidak mengacuhkan panggilan Eriska. Dia terus berlari menuju asrama putri.

        “Eriska? Apa yang kamu lakukan?” Sergah Ustad Rangga begitu sampai di depan Eriska.

        “Ustad, aku bisa jelasin. Pipanya patah bukan cuma gara-gara aku. Tapi....” belum sempat penjelasan Eriska pada Rangga, tiba-tiba Ustad Reza muncul dari belakang.

        “Astaghfirullah! Eriska! Kamu matahin pipa air??!” kata Reza kaget. Dipandanginya Eriska yang berdiri basah kuyup di depan semburan air pipa.

        Jantung Eriska berdegub kencang. Tak ada seorangpun di sana yang bisa membantunya. Pipa air itu patah dan ada dia di sana.

        Melihat kericuhan itu, beberapa orang santri putra dan putri mulai berkerumun. Dan untuk ke sekian kalinya lagi-lagi Eriska menjadi pusat perhatian seisi pesantren.

        “Cepat kembali ke kamar dan mandi. Sehabis sholat Dhuhur temui saya di ruang tata tertib.” Perintah Reza tegas.

        Tes!

        Air mata Eriska menetes di balik tudung kerudungnya. Dengan langkah goyah dilangkahkannya kakinya menuju asrama putri. Lidahnya kelu. Ada beribu penjelasan yang ia katakan pada Ustad Reza. Tapi, siapa yang berani berkata pada ustad ketertiban itu? Wajah tegasnya sudah mampu menyurutkan hati Eriska tanpa sempat berkata.

        Rangga memandangi Eriska yang berjalan membelakanginya. Entah kenapa, dia tahu ada sesuatu yang mengganjal di sana. Sesuatu yang seharusnya dibenarkan tetapi malah nampak salah.

        “Bagaimana ceritanya pipa air itu bisa patah?” tanya Ustad Reza begitu Eriska masuk ke dalam ruangannya.

        “Saya menaikinya, Ustad.” Jawab Eriska lirih. Wajahnya menunduk menatap lantai.

        “Sebenarnya apa yang ada di pikiran kamu sampai menaiki pipa air sekecil itu? Kamu mikir tidak berat badan kamu sudah pasti tidak bisa ditahan oleh pipa sekecil itu! Kamu itu sudah Aaliyah, masih saja tidak bisa mikir.”

        “Bukan, bukan saya yang mematahkan, eh, maksudnya bukan cuma saya. Indah juga, Ustad.” Kata Eriska sebisanya menjelaskan.

        “Maksudnya?” tanya Reza heran.

        “Indah juga yang nyebabin pipanya patah, Ustad.” Jawab Eriska. Perlahan ia mulai berani menatap mata Reza.

        “Jadi maksud kamu, kamu berdua dengan Indah menaiki pipa itu?”

        “Bu-bukan, Ustad~...”

        “Lalu?”

        “Cuma saya yang menaiki, tapi...”

        “Sudah jelas salah malah menyeret orang lain. Rosulullah tidak pernah mengajari kita untuk menyalahkan orang lain. Akui kesalahan dengan ikhlas. Ngerti?” ucap Reza. Sontak Eriska semakin terbenam dalam helaian kerudungnya.

        Bisa ditebak, siang itu ia kembali mendapat hukuman dari bagian ketertiban santri. Mematahkan Pipa berarti harus mengganti rugi. Namun, ia dibebaskan dari itu semua dengan syarat penambahan berat hukuman.

        Rangga adalah orang pertama yang menyambut Eriska begitu keluar dari ruang tata tertib. Sepintas keduanya hampir bertabrakan. Rangga segera menarik dirinya dan memberi Eriska jalan. Butiran air bening menggantung di pelupuk mata Eriska. Rangga terhenyak.

        “Kamu kasih hukuman apa Eriska?” tanya Rangga begitu masuk ke dalam ruang tata tertib di mana Reza berada.

        Reza menatap kawan seperjuangannya itu datar, “Ya sesuai peraturan.” Jawabnya pendek.

        “Kamu ngga pengen menyelidiki kasus ini dulu? Belum tentu Eriska tersangka utamanya, kan?” kata Rangga sambil duduk di hadapan Reza.

        “Kamu sendiri berada di sana kan saat Eriska mematahkan pipa air? Siapa lagi pelakunya jika bukan dia?” tegas Reza.

        Rangga terdiam. Salah jika dia bersihkeras dengan Reza tanpa ada barang bukti. Ditegakkannya tubuhnya dan beranjak meninggalkan Reza.

        “Kenapa tiba-tiba kamu mbela Eriska?” seloroh Reza saat Rangga hendak membuka pintu ruangan. Seketika Rangga menghentikan langkahnya.

        “Entahlah, Za. Aku melihat ada yang tidak beres.” Jawab Rangga.

        “Pipanya yang tidak beres, atau hatimu yang tidak beres? ?” celetuk Reza. Kejailannya mengerjain Rangga mulai keluar.

        “Ngawur kamu!” balas Rangga. Ia lalu melengos meninggalkan Reza. Temannya yang satu itu tidak akan berhenti menggodanya sampai ia benar-benar terpancing emosi.

        Sementara itu, Eriska kembali ke asrama perempuan dengan air mata membanjir. Didapatinya Indah tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

        “Maaf, Eris. Aku tadi takut.” Ucap Indah.

        Eriska menatap kosong ke arah Indah. Dadanya sesak bukan main. Mau marah pada Indah pun percuma. Tanpa mengindahkan kata-kata Indah, Eriska beranjak ke dalam kamarnya.

        Indah terpekur sendiri. Merasa sudah bertanggung jawab dengan permintaan maafnya, Indah lalu melangkah pergi dari depan kamar Eriska.

        “Kamu kenapa, Eris?” tegur Dina begitu melihat Eriska menangis sesenggukan di dalam kamar. Diletakkannya kitab Tafsir Yaasin di tangannya, lalu duduk di samping Eriska.

        “Aku dimarahi Ustad Reza, aku dihukum lagi,” jawab Eriska di tengah isakannya.

        Dina terdiam. Dia tidak berani menanyakan lebih jauh. Ia hanya bisa mengelus pundak sahabatnya itu dan berusaha menenangkannya sebisanya.

        “Ustad Reza tidak marah, dia cuman lagi nasehatin kamu.” Kata Dina lembut.

        “Aku takut sama dia. Aku tidak suka dia.” Kata Eriska dengan suara bergetar. Ribuan kata serasa ingin keluar dari mulutnya, “Aku benci Indah!”

        Dina terheran-heran dengan nama terakhir yang disebutkan Eriska.

        “Indah?”

         # # # # # # # # #

         Malam menjelang. Usai shalat isya, Dina mencari tahu kejadian yang menimpa Eriska pada santri putri lainnya. Termasuk pada Indah.

         Sebenarnya emosinya langsung meledak begitu tahu bagaimana kelakuan Indah siang itu. Ingin rasanya ia laporkan hal itu pada Ustad Reza. Namun, ia terpaksa mengurungkan niatnya begitu Indah merengek padanya untuk tidak melaporkannya. Dina memilih fokus pada Eriska. Hal lain yang bisa ia lakukan setidaknya adalah menghibur Eriska dan membantunya mengerjakan hukuman dari Ustad Reza.

         Sekembalinya Dina ke kamar, Eriska telah tidur melingkar di kasurnya. Dina maklum. Biarlah Eriska tidur. Cape badan dan cape hati sudah cukup menyiksa Eriska seharian.

         # # # # # # # # #

         Adzan subuh berkumandang. Dina segera bangun dan menuju kamar mandi. Dilihatnya Eriska telah tiada di atas tempat tidurnya.

         Kegiatan kajian subuh dimulai. Pagi itu Ustad Bisma yang mengajar tartil Al Quran para santri. Tepat di tengah kajian, tiba-tiba Kiai Mahmud dan ustad Rangga datang ke teras mushalah. Ustad Bisma langsung menutup Al Qurannya dan menghampiri Kiai Mahmud. Ketiganya nampak memperbincangkan hal serius.

          Tanpa diduga, Ustad Mahmud melangkah ke hadapan santri-santri dan berdiri tepat di depan barisan Dina.

         “Eriska pergi kemana?” tanya Kiai Mahmud pada Dina.

         EH?

         Dina tercekat. Apanya yang Eriska pergi kemana? Bukankah Eriska tidak kemana-mana? Eriska sedang ikut kajian sekarang!

         Dina melirik santri-santri lain yang duduk di sampingnya. Dan, DEG!

         Tidak ia dapati Eriska di sana. Baru ia sadar sejak jamaah subuh tadi, Eriska telah lenyap dari pesantren!


-----------------------------------------

Bersambung ke Part 4

Tidak ada komentar:

:a   :b   :c   :d   :e   :f   :g   :h   :i   :j   :k   :l   :m   :n   :o   :p   :q   :r   :s   :t Add smileys to Blogger +

Posting Komentar