Judul : “Cewek Rockstar VS Cowok Boyband”
Pengarang :
@ariek_andini
Genre : Comedy-Romantic
Cast : Rangga, Rafael, Dicky, Bisma, Reza
dan Ilham.
____________________
“Heh! Monyet! Loe
jangan ngambil keputusan seenak jidat loe gitu donk! Loe mau bunuh diri apa?!!”
Rangga menghentikan langkahnya, “Kalau
loe nggak mau ikut gue, nggak apa-apa!”
Andin menganga. Dari semua tingkah
Rangga yang menurutnya absurd, kali ini adalah tingkah Rangga paling gila yang
pernah dia lihat. Andin mendesis sementara Rangga berjalan mendahuluinya di
depan. Rangga mendekati sebuah kapal. Ia nampak berbicara serius dengan sang
pemilik.
Terus harus
bagaimana sekarang? Jika dia tidak ikut Rangga, siapa lagi yang akan menanggung
hidupnya di pulau ini? Tapi jika dia ikut, sama saja dengan ia mengantarkan
nyawa ke laut.
Dengan gontai, akhirnya Andin mengikuti kemana Rangga
berjalan. Ia mengigit ujung kukunya. Dalam hati ia tak berhenti berdoa,
berharap semoga Rangga segera tersadar dari otak gilanya.
“Ayo, Ndin! Naik!” ajak Rangga. Ia merentangkan tangannya
bermaksud membantu Andin naik ke atas kapal.
Andin diam. Dia menyembunyikan tangannya di balik punggung.
“Ndin??”
“Loe sinting!” umpat Andin.
“Hah???”
“Loe gilaaaa!”
“Nggak ada waktu! Cepat naik!!” balas Rangga. Ia menarik
tangan Andin dan menariknya masuk ke dalam kapal. Kapal yang sepenuhnya terbuat
dari bahan semi permanen itu bergoyang begitu Rangga dan Andin menginjakkan
kaki ke dalam. Keduanya lalu duduk di sebuah dek kayu. Rangga nampak kesenangan
sambil melihati pemandangan di luar sana. Sementara Andin hanya diam memandangi
jemarinya.
“Udah, nggak usah takut. Ini bukan sinetron yang nanti
kapalnya tenggelam, terus cowok sama ceweknya amnesia. Loe tenang aja!” hibur
Rangga.
“Kenapa sih, loe nggak bisa bersabar sampai tiga hari?
Tunggu sampai badainya reda lalu naik pesawat ke Bali!” protes Andin.
“Kayaknya loe ketakutan banget, ya! Anak rocker ternyata
mental tempe semua ya!”
“Seenggaknya gue masih punya otak! Daripada anak boyband
kayak loe, begok, nggak ngeliat resiko!”
“Don’t think, just do it!! Itu prinsip gue!”
Rangga lalu mengalihkan matanya ke laut lepas.
Andin memasang muka masam. Dua hari saja bersama Rangga,
rasanya tekanan darahnya naik drastis. Seberandalannya dia, setidaknya dia
masih memikirkan resiko ketika akan memutuskan sesuatu. Bagaimana bisa Rangga
secuek itu? Apa sebenarnya yang ada di otak Rangga?
“Apa ini ada hubungannya sama cewek yang kemaren?” tanya
Andin.
“Hah?”
“Cewek yang loe telepon pas di rumah makan tadi pagi...
Loe kelihatan panik banget pas ngomong sama dia, apa ini gara-gara dia sampai
loe bertingkah gila kayak gini?”
Rangga terdiam. Tak berminat menjawab pertanyaan Andin.
“Begitu sampai di Bali, gue akan langsung nganter loe ke
Bandara dan mulangin loe ke Jakarta.” Ucap Rangga.
Kali ini ganti Andin yang menutup bibir. Rangga selalu
mendadak dingin jika sudah menyangkut gadis itu. Entah siapa, dia sendiri juga
tak mengenalnya.
Mesin kapal mulai dinyalakan. Pelan tapi pasti, kapal
mulai bergerak meninggalkan dermaga. Kapal itu dikemudikan oleh dua orang
laki-laki, beserta Rangga dan Andin sebagai penumpangnya. Semakin jauh ke
tengah laut, angin kencang semakin berhembus. Berkali-kali kapal oleng ke kanan
dan kiri dihempas ombak. Namun suasana tetap tenang sedia kala. Tak ada
teriakan panik dari pemilik kapal. Hanya Andin yang sedari tadi tak berhenti
berkicau dengan kaki gemetaran.
“Tuhan! Selametin gue! Selametin gue! Bulan depan gue
harus launching album gue kedelapan! Temen-temen gue butuh gue! Selametin
gueeee~....”
Rangga melirik Andin sepintas. Dia tersenyum geli
melihatnya. Sejurus kemudian dia menyalakan handphonenya, berniat menelepon
Ola. Mengabarkan bahwa dia sedang dalam perjalanan ke Bali.
“GAWAT! NGGAK ADA SINYAL!!!” teriak Rangga.
“Bujubuneng!! Ngomong nggak usah teriak-teriak gitu bisa
nggak sih!” omel Andin.
“Gimana nih, Ndin? Nggak ada sinyal!”
“Dari jaman baheula yang namanya di laut ya mana ada sinyal,
begok!!”
Jeedddeeerrrrrrrr!!!
Tiba-tiba suara petir menggelegar. Spontan Andin dan
Rangga saling pegangan tangan. Rangga yang sedari tadi kelihatan tenang, kali
ini ikutan panik juga.
“Itu tadi suara apa?” tanya Rangga kaget.
“Suara nenek loe ngajakin loe maen congklak! Ya suara
petir laahh!”
“Kok ada petir?”
“Gue bilang juga apa! Ada badai! Ada badai! Loe sih sotoy
kalau dibilangin!!”
Rangga melongokkan kepalanya ke depan perahu. Dilihatnya
Pak Sugimin, pemilik perahu, masih tegap memegangi kemudi. Langit nampak gelap.
Angin semakin kencang bertiup.
Tes! Tes!
Satu-satu air hujan mulai turun. Kian lama kian deras. Kilat menyambar-nyambar.
Derasnya hujan beradu dengan ombak yang semakin tak terkendali.
Kali ini Rangga speechless. Dia tidak bisa
menyembunyikan ekspresi takutnya. Andin yang sejak awal memang menolak menaiki
kapal kecil ini, semakin beringas mengomeli Rangga.
“Loe lihat kan sekarang!? Loe lihat kilatnya kan?! Ini
badai, Rangga! loe tuh jadi cowok budek banget kalo dinasehatin!”
“Udah! Gue udah tahu!”
“Tahu aja nggak cukup! Mikir donk! Ini gimana sekarang?!
Ujannya gedeeee!”
“Nggak usah loe bilang gue juga tahu kalo ujannya gede!”
“Loe tuh kudu dikasih tau berkali-kali baru denger! Loe
tuh bebal! Otak nggak dipakek! Sukur deh loe tenggelam di sini!”
“Loe ngedoain gue tenggelam??? Gue doain loe yang bakal
tenggelam duluan!”
“Nggak bakal! Gue pinter! Gue bakal berenang! Lagian
Tuhan masih sayang sama gue! Masa depan gue masih panjang! Bulan depan gue mau
launching album terbaru gue!!”
“Emang loe aja yang bisa?! Bulan depan boyband gue bakal
roadshow keliling Indonesia!!”
“Boyband loe mah siapa yang peduli??? Loe ngilang juga
nggak bakal ada yang nyariin!!”
“Daripada elooo! Negara ini nggak butuh cewek berandalan
kayak elooo??!”
JEDDAAARRRRR!!!
Seketika Rangga dan Andin saling berpegangan. Ombak laut
kali ini tidak bisa ditolerir. Kapal semakin oleng nggak karuan. Di luar
dugaan, tiba-tiba Pak Sugimin dan seorang temannya masuk ke dalam dek dan
menyerahkan dua buah pelampung. Rangga terhenyak melihat kedatangan Pak
Sugimin, nahkoda kapal yang menurutnya akan mampu mengantarnya ke Bali. Kenapa
malah jadi sama paniknya dengannya?
“Apa ini, Pak?” tanya Rangga.
“Pelampung, Dek! Cepat dipakai!”
“Hah?”
“Sebentar lagi, kalau kapal terguling, langsung pegangan
sama papan ya! Pokok jangan lepas pelampungnya, adek akan aman.”
“Hah?”
“Udah loe jangan kebanyakan nanyaaaa! Dipakek Ranggaaaa!”
teriak Andin.
Susana semakin mencekam. Intensitas kilatan petir semakin
menjadi-jadi. Rangga berpegangan pada dek kapal yang terbuat dari kayu.
Sementara tangannya yang lain memegangi tas ranselnya. Tak pernah sekalipun
dalam hidupnya ia berada pada situasi seperti ini. Nyawa seperti berada di
ujung tanduk.
Andin yang sejak awal selalu memarahinya, kali ini diam
tak ada suara. Rangga heran sendiri dibuatnya. Ditolehnya Andin yang duduk di
belakangnya.
“Huahahaha!”
Tawa Rangga pecah. Dilihatnya Andin duduk memeluk lutut
di belakangnya. Gayanya yang bak rocker sejati dengan eyeliner tebal di
matanya, justru kelihatan kontras. Penghitam mata di wajah Andin meluber
kemana-mana gara-gara tersiram hujan.
“Kalau gue motret loe sekarang dan gue upload di twitter,
gue yakin dunia akan heboh, Ndin! Hahaha!” ejek Rangga.
“Dunia loe pikirin! Nyawa loe tuh pikirin!! Kapok gue
nurutin mau loeee!” balas Andin.
“Heh! Kungfu Panda, loe bisa berenang nggak??!”
“Nggak usah ngawatirin gue! Gue atlit renang pas gue SMA!
Loe khawatirin aja sendiri hidup loe!!”
Rangga kembali menolehkan wajahnya ke depan. Menggoda
Andin di tengah suasana mencekam seperti ini seperti hiburan tersendiri
baginya. Sementara itu, Pak Sugimin terlihat mati-matian berusaha di depan
sana. Badannya yang tambun bertarung melawan ombak yang ganas. Sesekali ia
berteriak pada kawannya yang bertubuh ceking. Entah apa yang ia perintahkan.
Laki-laki itu berlari ke sana ke mari sibuk mengambil sesuatu.
Set!!
Tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram lengan Rangga dari
belakang. Rangga spontan menoleh.
Rangga tertegun. Dilihatnya Andin memegang lengannya
kencang. Bibirnya bergetar. Sementara matanya nanar menatap langit yang tidak
berhenti mengamuk.
Untuk kali ini Rangga tidak membalasnya dengan cibiran.
Andin yang biasanya bertingkah tomboy dan kasar, kali ini tak lebih dari gadis
biasa yang ketakutan di tengah hujan. Dia lah yang membawa Andin terperangkap
di tengah laut seperti sekarang.
Rangga menggeser duduknya ke samping Andin. Ia balas memegang
lengan Andin.
“Dengar, apapun yang terjadi, jangan lepas tangan loe
dari tangan gue. Ngerti?”
Andin mengangguk. Air hujan membasahi wajahnya. Terlihat
campur aduk dengan air matanya yang jernih.
Sedikit demi sedikit air laut mulai masuk ke dalam kapal.
Rekan Pak Sugimin sibuk mengeluarkannya dengan sebuah ember. Tapi percuma!
Hujan dan ombak laut terus menambah debit air di dalam kapal. Teriakan Pak
Sugimin timbul tenggelam di tengah gemuruh petir. Kapal condong ke kiri di
geser ombak. Sedetik kemudian condong ke kanan. Tangan kekar Pak Sugimin
lama-lama tak bisa menahannya. Dalam sekejap mata, air laut nampak menyambut di
depan mata. Dan... BYUUURRR!!
Kapal terbalik begitu saja. Seluruh isi kapal tumpah ruah
ke laut. Termasuk Rangga dan Andin. Sesekali asinnya air laut masuk ke mulut
Rangga. Tangannya sibuk menggapai permukaan laut. Sementara tangannya yang lain
mencengkeram Andin kuat-kuat.
Andin dan Rangga terbatuk begitu keduanya sampai di
permukaan. Badannya diombang-ambing ombak tak tentu arah.
“Loe nggak apa-apa, Ndin?!”
“Gueee nggak bisa berenaaaang! Gue akan matiiii!
Huaaaaa!!”
Rangga cengo, “Katanya tadi loe atlit renang pas SMA!
Dasar tukang tipu loeee!” omel Rangga.
Mendengar omelan Rangga, Andin tersadar. Ia langsung
mendekat ke arah Rangga dan memeluk lehernya kuat-kuat.
Rangga balas memeluk Andin dan membawanya menepi ke
sebuah papan kayu.
“Tenang aja, loe pakai pelampung, loe nggak akan tenggelam!!”
Tanpa
diduga, sebuah ombak besar datang. Perahu yang terbalik itu sontak terangkat ke
atas dan menghantam Rangga dan Andin.
----------------------------
Bersambung ke Part 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar