Judul : “Cewek Rockstar VS Cowok Boyband”
Pengarang :
@ariek_andini
Genre : Comedy-Romantic
Cast : Rangga, Rafael, Dicky, Bisma, Reza
dan Ilham.
--------------------------------------
“Gueee nggak bisa
berenaaaang! Gue akan matiiii! Huaaaaa!!”
Rangga cengo,
“Katanya tadi loe atlit renang pas SMA! Dasar tukang tipu loeee!” omel Rangga.
Mendengar omelan
Rangga, Andin tersadar. Ia langsung mendekat ke arah Rangga dan memeluk
lehernya kuat-kuat.
Rangga balas memeluk
Andin dan membawanya menepi ke sebuah papan kayu.
“Tenang aja, loe
pakai pelampung, loe nggak akan tenggelam!!”
Tanpa diduga, sebuah ombak besar datang. Perahu yang terbalik itu sontak
terangkat ke atas dan menghantam Rangga dan Andin.
***************
Pyarrrr!
Mug cokelat di tangan Ola terjatuh tiba-tiba ke lantai. Susu
putih di dalamnya mengalir memenuhi lantai. Lagi-lagi, jantungnya berdegub
kencang. Segera diraihnya handphonenya lalu menelepon Reza.
“Eja, kamu dimana?”
“Masih di Jakarta, La. Ada apa?”
“Nggak apa-apa. Perasaan aku nggak tenang, Ja.”
“Kamu istirahat aja, La.”
“Eja, kapan kamu ke sini?”
Hening. Tak ada jawaban.
“Aku nggak mau kalau Rangga duluan yang nyampai di sini.
Aku nggak mau ketemu dia. Aku nggak sanggup.”
“Segera, Ola. Begitu kegiatan di SMASH selesai, aku akan
langsung ke Singaraja.”
Reza mengakhiri teleponnya setelah mengucap pamit. Ia
nampak berpikir keras. Jadi, sampai sekarang Rangga masih belum sampai di Bali?
Tak sulit menemukan Ola. Rangga juga tahu dimana dia menyembunyikan Ola. Ia
biarkan Rangga menemui Ola dan menyelesaikan masalahnya berdua. Tapi kenapa
sampai selama ini?
“Gawat, bro! Nyokap Rangga telpon gue!!” teriak Bisma.
Dicky, Ilham, dan Rafael sontak menghampiri Bisma.
“Nanyain Rangga lah! Dia nanya, kenapa Rangga nggak bisa
dihubungin! Handphonenya nggak aktif!”
“Terus, lo bilang apa?” tanya Dicky.
“Gue ngeles. Gue bilang Rangga lagi sibuk. Bentar lagi
gue bakal minta Rangga buat ngaktifin handphonenya. Mampus gue habis bohongin
orang tua! Karma ntar ke gue. Gimana ini?! Sebenarnya Rangga dimana sih?!”
“Handphonenya Rangga nggak aktif?” tanya Reza, dia ikut
bergabung dengan teman-temannya.
“Iya!!! Padahal kemarin masih aktif!”
“Eja, lo serius nggak tahu dimana Rangga?” tanya Rafael.
“Gue nggak tahu.”
Tiba-tiba handphone Reza berdering. Semua mata tertuju
pada layar handphone Reza yang terbuka. Nampak nama Ola di layar. Seketika Reza
salah tingkah. Buru-buru dimatikannya telponnya.
“Ola?” tanya Rafael.
Reza diam. Dia kebingungan harus menjawab bagaimana.
“Kenapa Ola nelpon kamu, Ja?” tanya Rafael lagi.
“Nggak tau! Mungkin dia juga mau nanyain Rangga, kayak
nyokapnya!” jawab Reza.
“Terus kenapa abang reject?” timpal Ilham.
Reza tersentak kaget mendengar kalimat Ilham. Dia menatap
Ilham tajam.
“Udahlah, Bang! Nggak usah ditutup-tutupin lagi. Mungkin
udah waktunya ngomong sekarang.” Kata Ilham lagi.
Bisma, Dicky dan Rafael menatap Ilham dan Reza
bergantian, bingung dengan dua kaka beradik itu.
“Kalian ngomongin apa?” tanya Rafael.
“Nggak ngomongin apa-apa!” Reza kembali ngeles.
“Nggak usah bohong, Ja!”
“Semenjak Ola putus dari Rangga, Bang Reza deketin Ola!
Bang Reza juga yang mengirim Ola ke Bali dan menyuruh dia sembunyi di sana.”
sahut Ilham.
“Diam kamu, Ham!” bentak Reza.
“Rangga nggak pernah mau diputus sama Ola. Lalu dia
nyusul Ola ke Bali. Dan semenjak itu, Rangga nggak balik.”
BUGGH!!
Sebuah tinju melayang di pipi Ilham. Dia sempoyongan.
Tapi sejurus kemudian dia langsung menyeimbangkan tubuhnya. Buru-buru Dicky dan
Bisma melerai Ilham dan Reza. Masing-masing memegangi tangannya dan menariknya
ke belakang.
“Nggak akan selesai kalo gue nggak ngambil tindakan! Lo
pikir mau sampe kapan kucing-kucingan kayak gini?! Sampek nyokapnya Rangga
ngirim polisi buat nyariin dia??!”
“Mending lo diam kalo nggak ngerti apa-apa, Sialan!!”
“BERHENTI!!” lerai Rafael.
Reza dan Ilham
langsung menghentikan perdebatannya.
“Waktu kita udah mepet! Gue nggak akan memperpanjang
masalah! Sekarang kesimpulan gue, Rangga ada di Bali bersama Ola, gitu?”
Baik Ilham maupun Reza sama-sama menutup bibir. Tak ada
yang menjawab pertanyaan Rafael.
“Jawab, Ja!!” bentak Rafael sekali lagi.
“Nggak tau. Kata Ola, sampai sekarang Rangga belum nyampai
di Bali.”
“HAH?”
“Gue udah ngasih tahu Rangga alamat villa gue sebelum dia
berangkat. Gue nggak tahu apa dia nyasar, udah di Bali, atau gimana. Gue nggak
tahu.”
“Kenapa lo nggak bilang masalah ini ke gue dari awal?”
tanya Rafael.
Tak ada jawaban.
“Udah! Lo stop sampai di sini! Gue yang akan hubungin Ola
dan nanyain Rangga ke dia!”
“Jangan, Raf!”
“Kenapa jangan? Udah nggak ada waktu!”
“Ola akan ketakutan kalo lo inetrogasi dia tentang
Rangga!”
“Terus sama siapa lagi gue harus nanya? Nyokapnya Rangga
nggak tahu, lo nggak tahu, dan kita semua di sini juga nggak tahu dia dimana!”
“Kita nanya polisi saja!” sahut Dicky
tiba-tiba. Semua pasang mata langsung tertuju pada Dicky.
“Ck! Diem lo!” sikut Bisma. Dicky langsung menundukkan
wajahnya.
Rafael melengos. Dia melangkah pergi meninggalkan tempat
latihan. Dirogohnya handphonenya dari dalam saku, lalu menekan nomor telepon
Ola.
“Halo, ini siapa?” jawab suara dari seberang sana.
“Gue Rafael, La.”
“Rafael?”
“Lo dimana?”
“Kenapa?”
“Lo di Bali?”
“Ada apa, Raf?”
“Tolong berikan teleponnya ke Rangga.”
DEG!
“Ola?”
“....ya?”
“Tolong berikan teleponnya ke Rangga. Suruh dia segera
pulang ke Jakarta. Udah tiga hari dia ngilang nggak ada kabar. Dia ada job!”
“Rangga nggak di sini, Raf.”
“Hah? Bukannya Rangga ke Bali jemput lo?”
“Kata
siapa?”
“Kata Reza... Tolong La, jangan berbelit-belit. Gue butuh
ngomong sama Rangga. goe mohon kerjasama lo. Jangan sembunyiin dia. Rangga
dimana?”
“Gue nggak tahu, Raf. Dulu Reza juga bilang kalo Rangga
akan ke sini njemput gue. Tapi sampai sekarang dia nggak juga nemuin gue. Gue
nggak tahu dia dimana. Ok, gue akan telpon dia bentar lagi.”
“Percuma, La! Hanphone Rangga nggak aktif.”
“Nggak aktif?”
“Maka dari itu gue nanya ke elo. Udah berhari-hari dia ngilang
tanpa kabar. Nyokap dia nanyain dia ke gue. Manajer gue juga nanyain dia.”
Ola menggigit bibirnya. Untuk pertama kalinya, kali ini
ia benar-benar percaya bahwa Rangga memang menghilang. Jantungnya berdegub
kencang. Setelah mengucap pamit, Ola lalu menutup teleponnya. Dia duduk di sofa
menekuri lantai. Benaknya melayang pada Rangga. Dimana dia? Jika memang dia ke
Bali untuk mencarinya, kenapa sampai sekarang masih belum juga menemuinya?
Diraihnya bandul liontin yang tergantung di lehernya.
Sejenak Ola memejamkan mata. Lirih terucap di bibirnya, dia berdoa Rangga
segera kembali.
“Gimana, Coh?” tanya Bisma sekembali Rafael ke dalam
studio.
“Sama aja...” jawab Rafael lesu.
“Lapor polisi aja, Coh...” kata Dicky.
“Lo tuh mikir nggak sih? Media bisa heboh kalo sampai
kita lapor ke polisi!” sahut Bisma.
“Lapornya diam-diam!” balas Dicky
“Mana ada yang kayak gitu?!”
“Mungkin Dicky benar.” Timpal Rafael tiba-tiba.
“HAH?”
“Lo semua khawatir kan dengan keadaan Rangga. nanya ke
semua orang, tapi nggak satupun tahu di mana dia berada. Udah waktunya kita
lapor ke Polisi. Kita butuh bantuan mereka buat nyari Rangga.”
“Coh! Kita nggak bisa gegabah gitu! Ini urusannya bisa
besar!” kata Bisma.
“Gini aja. Kita tunggu sampai besok malam. Kalau masih
nggak ada kabar dari Rangga, kita akan benar-benar hubungi polisi.”
Bisma dan Dicky manggut-manggut. Ilham yang duduk di
belakang, menyimak pembicaraan sambil memegangi pipinya. Sesekali ia melirik
abangnya yang bersandar di dinding. Ia sudah hapal dengan gelagat Reza sejak
lama. Detik ini, Reza tak bisa menyembunyikan raut paniknya dari wajahnya.
Hatinya gundah. Sedikitpun dia tidak menduga bahwa urusannya akan rumit seperti
ini. Pertengkaran kecilnya dengan Rangga waktu itu tak lebih dari pertengkaran
sepele. Ola sendiri yang meminta padanya untuk meminjamkan villanya di Bali.
Tapi Rangga malah salah paham padanya.
**********************
Debur ombak saling beradu. Bergulung-gulung, lalu pecah
begitu mencapai pantai. Matahari bersinar terik. Sepengalah di sebelah timur.
Asinnya air laut sesekali masuk ke bibir Rangga. Rangga mengerjapkan mata.
Perlahan matanya terbuka. Butiran pasir putih menyambut matanya.
Rangga tersentak. Ia langsung terbangun dari tidurnya. Matanya
jauh menerawang sekeliling. Bentangan pasir putih dan laut biru tergelar di depan matanya. Seluruh
tubuhnya basah kuyup. Pelampung kuning yang semalam diberikan Pak Sugimin masih
menempel di badannya. Rangga meraba peningnya yang nyeri. Entah insiden apa
saja yang terjadi semalam. Ia tidak ingat apapun setelah bongkahan perahu besar
itu menimpa kepalanya.
Tak jauh dari sana, tas ranselnya tergeletak. Rangga
langsung menggeledah dan mengeluarkan isinya. Air laut langsung mengucur dari
dalam begitu Rangga menuangkan isinya. Buru-buru ia mencari handphonenya dan
menelepon bantuan. Sayang! Sedikitpun Hapenya tidak mau menyala.
Rangga terpekur. Otaknya masih setengah sadar. Tiba-tiba
terbesit wajah Andin di matanya. Benar! Andin! Dimana dia?!
Rangga langsung berdiri tegap dan menyapu seluruh pantai.
Dilangkahkan kakinya tak tentu arah. Jika ombak membawanya terdampar di pantai
ini, tentu Andin juga. Masih lekat di ingatannya, sedikitpun ia tidak melepas
tangan Andin ketika terlempar ke laut. Dia mungkin berada di dekat sini.
Sebuah batu karang hitam teronggok di tengah bentangan
pasir. Puing-puing kayu berserakan di sana. mungkin itu bongkahan perahu Pak
Sugimin yang hancur. Rangga memicingkan matanya, dilihatnya sebujur tubuh
tergeletak di sana.
“Andin?” Rangga semakin menyipitkan matanya, “Andiiiin!”
-------------------------------------------
Bersambung ke Part 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar