9 Juni 2014

Intermezzo : Gue Percaya, Sinetron Indonesia Pasti Bisa Berubah

Gue percaya, perubahan itu selalu ada.

Dunia sepak bola Indonesia pernah dirundung kegelapan beberapa tahun lalu (saat gue masih SMP). Nggak tahu kenapa, tiap ada pertandingan antar negara, Indonesia melawan negara mana gitu, komentar bapak, kakak, dan tetangga gue pasti “Halah, paling-paling kalah...”

Tapi sekarang, sepak bola Indonesia jauh berubah dan sangat keemasan. Tiap ada pertandingan Indonesia melawan negara lain (apalagi Malaysia), pasti seisi kampung gue pada antusias, nonton rame-rame, dan kalimat yang mereka ucapkan bukan lagi “paling-paling kalah...” Tapi berubah menjadi, “Berapa skornya??!”

Era ini dimulai ketika Evan Dimas dkk muncul dan menggebrak lapangan hijau.. (cium jauh dari gue!).

Tak hanya sepak bola, kursi pemerintahan pun juga ada perubahan ke arah yang lebih baik. Loe lihat aja tiap kali ada pemilihan kepala daerah atau gubernur. Ekspresi yang gue lihat adalah “Halah, paling ya begitu-begitu itu.”... janji manis, habis dipilih tidur manis. Kota nggak ada perubahan. Banjir ya banjir. Macet ya macet.


Tapi begitu Pak Jokowi dan Bu Risma muncul di permukaan. Dua kota besar, Jakarta dan Surabaya, langsung menjadi sorotan publik. Dua sosok ini dinilai tegas dan bekerja untuk kota yang dipimpinnya. Peta banjir Jakarta berubah dalam kurun waktu 3 bulan. Taman-taman hijau banyak bermunculan di Surabaya. Kini masyarakat menemukan cahaya baru tentang sosok pemimpin. Yang dulu di mata mereka pemimpin identik dengan obral janji, tukang ngorok dan korupsi. Kini ada harapan tentang pemimpin yang bersih dan bekerja untuk rakyat.

Dari semua perubahan-perubahan yang terjadi di atas, GUE PERCAYA, AKAN ADA JUGA PERUBAHAN UNTUK DUNIA SINETRON INDONESIA YANG SANGAT BASI!!

Gue percaya, ada oknum di luar sana yang tergugah untuk mengubah dunia sinetron Indonesia. Dari yang alur ceritanya muter-muter jadi lebih ringkas. Dari yang episodenya ratusan jadi lebih ringkas. Dan diringkas juga alaynya.

Gue percaya itu.

Gue tahu, penyebab kenapa sinetron di Indonesia sampai ratusan episode adalah karena rating dan mencari keuntungan. Gue tahu itu. Dan sekarang gue berharap untuk seorang produser yang tidak mata duitan dan mengutamakan kualitas cerita dan pesan moral.


Sekarang gue nanya, loe nggak bosen apa lihat adegan orang ngomong sendiri dengan suara kenceng? Misal, adegan si pemeran ngelihat makanan di atas meja, terus dia ngomong “Wah, kebetulan nih ada makanan. Mumpung gue lapar, gue makan ah! Kayaknya enak nih! Apaan nih? Pisang goreng? Wah pas banget! Gue suka pisang goreng!!”

Padahal di situ nggak ada siapa-siapa.

Loe mau makan ya makan aja woy! Ngapain ngemeng mulu?

 Misal lagi adegan pemeran ngejar maling. Malingnya lari, terus dia berhenti dan ngomong “Woy! Jangan lari loe!”. Habis ngomong gitu, dia nerusin lari lagi.

Ngomong gitu mah sambil lari juga bisa! Kagak usah berhenti dulu!

Dan satu lagi adegan yang di semua sinetron yang pernah ada di Indonesia pasti muncul. Entah bagi sutradara-sutradara ini adalah adegan wajib bagi sebuah sinetron atau memang udah hukum adat begitu. Adegan dimana ceweknya kepleset, lalu cowoknya dateng nangkep si cewek. Mereka pelukan, saling pandang. Kamera lansung ngezoom, slow motion, back sound lagu romantis.

Kalau ada adegan begini, gue biasanya gatel-gatel untuk ngambil remot lalu ganti channel ke TVRI!

Semua sinetron Indonesia selalu bagus cuma di episode awal-awal doank. Ceritanya masih tertata, omongannya belum alay, dan nggak ada adegan basi. Tapi menginjak pertengahan, I just can say innalillahi wa inna ilaihi rojiuun.

Gue rasa, produser dan sutradara-sutradara yang biasanya bikin sinetron berpikiran yang nonton emak-emak semua kali ya. Makanya jalannya dibikin basi begitu. Sorry Mas, Om, Pak! Ini 2014! Udah banyak remaja kritis yang bermunculan. Sinetron dengan jalan acak adul dan episode ratusan udah dianggap nggak relevan untuk ditonton. Kami menuntut tontonan yang berkualitas.

“Halah, protes mulu loe bisanya! Emang loe bikin sinetron gitu bisa? Jangan banyak komentar loe!”

Kalau nggak pengen dikomentari, ya jangan muncul di publik. Semua yang muncul di tengah publik, adalah milik publik, dan publik berhak menginginkan yang terbaik.

Coba aja kalian search di Google dengan kata kunci “Sinetron Indonesia”, dan loe bandingin berapa persen yang bilang bagus dan berepa persen yang bilang nggak bermutu.

Tapi gue percaya, akan datang waktu dimana sinetron Indonesia mengalami perubahan. Waktu dimana jalan ceritanya lebih kreatif, nggak alay, episodenya nggak panjang, adegannya nggak gitu-gitu mulu, dan nggak mentingin duit.


Gue berharap waktu itu akan datang secepatnya.

2 komentar: