Gue percaya, perubahan
itu selalu ada.
Dunia sepak bola
Indonesia pernah dirundung kegelapan beberapa tahun lalu (saat gue masih SMP).
Nggak tahu kenapa, tiap ada pertandingan antar negara, Indonesia melawan negara
mana gitu, komentar bapak, kakak, dan tetangga gue pasti “Halah, paling-paling
kalah...”
Tapi sekarang, sepak bola
Indonesia jauh berubah dan sangat keemasan. Tiap ada pertandingan Indonesia
melawan negara lain (apalagi Malaysia), pasti seisi kampung gue pada antusias,
nonton rame-rame, dan kalimat yang mereka ucapkan bukan lagi “paling-paling
kalah...” Tapi berubah menjadi, “Berapa skornya??!”
Era ini dimulai ketika
Evan Dimas dkk muncul dan menggebrak lapangan hijau.. (cium jauh dari gue!).
Tak hanya sepak bola,
kursi pemerintahan pun juga ada perubahan ke arah yang lebih baik. Loe lihat
aja tiap kali ada pemilihan kepala daerah atau gubernur. Ekspresi yang gue
lihat adalah “Halah, paling ya begitu-begitu itu.”... janji manis, habis
dipilih tidur manis. Kota nggak ada perubahan. Banjir ya banjir. Macet ya
macet.
Tapi begitu Pak Jokowi
dan Bu Risma muncul di permukaan. Dua kota besar, Jakarta dan Surabaya,
langsung menjadi sorotan publik. Dua sosok ini dinilai tegas dan bekerja untuk
kota yang dipimpinnya. Peta banjir Jakarta berubah dalam kurun waktu 3 bulan.
Taman-taman hijau banyak bermunculan di Surabaya. Kini masyarakat menemukan
cahaya baru tentang sosok pemimpin. Yang dulu di mata mereka pemimpin identik
dengan obral janji, tukang ngorok dan korupsi. Kini ada harapan tentang
pemimpin yang bersih dan bekerja untuk rakyat.
Dari semua
perubahan-perubahan yang terjadi di atas, GUE PERCAYA, AKAN ADA JUGA PERUBAHAN
UNTUK DUNIA SINETRON INDONESIA YANG SANGAT BASI!!
Gue percaya, ada oknum di
luar sana yang tergugah untuk mengubah dunia sinetron Indonesia. Dari yang alur
ceritanya muter-muter jadi lebih ringkas. Dari yang episodenya ratusan jadi
lebih ringkas. Dan diringkas juga alaynya.
Gue percaya itu.
Gue tahu, penyebab kenapa
sinetron di Indonesia sampai ratusan episode adalah karena rating dan mencari
keuntungan. Gue tahu itu. Dan sekarang gue berharap untuk seorang produser yang
tidak mata duitan dan mengutamakan kualitas cerita dan pesan moral.
Sekarang gue nanya, loe
nggak bosen apa lihat adegan orang ngomong sendiri dengan suara kenceng? Misal,
adegan si pemeran ngelihat makanan di atas meja, terus dia ngomong “Wah,
kebetulan nih ada makanan. Mumpung gue lapar, gue makan ah! Kayaknya enak nih!
Apaan nih? Pisang goreng? Wah pas banget! Gue suka pisang goreng!!”
Padahal di situ nggak ada
siapa-siapa.
Loe mau makan ya makan
aja woy! Ngapain ngemeng mulu?
Misal lagi adegan pemeran ngejar maling.
Malingnya lari, terus dia berhenti dan ngomong “Woy! Jangan lari loe!”. Habis
ngomong gitu, dia nerusin lari lagi.
Ngomong gitu mah sambil
lari juga bisa! Kagak usah berhenti dulu!
Dan satu lagi adegan yang
di semua sinetron yang pernah ada di Indonesia pasti muncul. Entah bagi
sutradara-sutradara ini adalah adegan wajib bagi sebuah sinetron atau memang
udah hukum adat begitu. Adegan dimana ceweknya kepleset, lalu cowoknya dateng
nangkep si cewek. Mereka pelukan, saling pandang. Kamera lansung ngezoom, slow
motion, back sound lagu romantis.
Kalau ada adegan begini,
gue biasanya gatel-gatel untuk ngambil remot lalu ganti channel ke TVRI!
Semua sinetron Indonesia
selalu bagus cuma di episode awal-awal doank. Ceritanya masih tertata,
omongannya belum alay, dan nggak ada adegan basi. Tapi menginjak pertengahan, I
just can say innalillahi wa inna ilaihi rojiuun.
Gue rasa, produser dan
sutradara-sutradara yang biasanya bikin sinetron berpikiran yang nonton
emak-emak semua kali ya. Makanya jalannya dibikin basi begitu. Sorry Mas, Om,
Pak! Ini 2014! Udah banyak remaja kritis yang bermunculan. Sinetron dengan
jalan acak adul dan episode ratusan udah dianggap nggak relevan untuk ditonton.
Kami menuntut tontonan yang berkualitas.
“Halah, protes mulu
loe bisanya! Emang loe bikin sinetron gitu bisa? Jangan banyak komentar loe!”
Kalau nggak pengen
dikomentari, ya jangan muncul di publik. Semua yang muncul di tengah publik,
adalah milik publik, dan publik berhak menginginkan yang terbaik.
Coba aja kalian search di
Google dengan kata kunci “Sinetron Indonesia”, dan loe bandingin berapa persen
yang bilang bagus dan berepa persen yang bilang nggak bermutu.
Tapi gue percaya, akan
datang waktu dimana sinetron Indonesia mengalami perubahan. Waktu dimana jalan
ceritanya lebih kreatif, nggak alay, episodenya nggak panjang, adegannya nggak
gitu-gitu mulu, dan nggak mentingin duit.
Gue berharap waktu itu
akan datang secepatnya.
Kak saya copas ke pesbuk yessss...
BalasHapussipp........
Hapus