13 Juni 2014

(Cerbung SMASH) "Cewek Rockstar VS Cowok Boyband" / Part 7

Judul        : “Cewek Rockstar VS Cowok Boyband

Pengarang : @ariek_andini

Genre       : Comedy-Romantic

Cast          : Rangga, Rafael, Dicky, Bisma, Reza dan Ilham.

-----------------------------

        Rangga langsung berdiri tegap dan menyapu seluruh pantai. Dilangkahkan kakinya tak tentu arah. Jika ombak membawanya terdampar di pantai ini, tentu Andin juga. Masih lekat di ingatannya, sedikitpun ia tidak melepas tangan Andin ketika terlempar ke laut. Dia mungkin berada di dekat sini.

        Sebuah batu karang hitam teronggok di tengah bentangan pasir. Puing-puing kayu berserakan di sana. mungkin itu bongkahan perahu Pak Sugimin yang hancur. Rangga memicingkan matanya, dilihatnya sebujur tubuh tergeletak di sana.

        “Andin?” Rangga semakin menyipitkan matanya, “Andiiiin!”

        Rangga berlari mendekati Andin yang tergeletak di samping batu karang. Tak beda jauh dengannya, Andin basah kuyup dari atas sampai bawah.

        “Andin!” panggil Rangga. Digoyangnya pundak Andin pelan.

        Tidak ada reaksi.

        “Ndin! Lo mati?”

        Tiba-tiba Andin membuka matanya. Andin berkedip.

        Duakk!!

        Andin langsung melemparkan tendangan ke pipi Rangga. Rangga jatuh tersungkur ke pasir.

        “Rangga?! Itu lo, Ngga?” tanya Andin.


        “Dooh! Lo kenapa, sih?!”

        “Sorry! Sorry! Gue spontan!! Gue kaget lo tiba-tiba berada di depan mata gue pas gue bangun!” buru-buru Andin menghampiri Rangga dan membantunya duduk.

        Rangga memegangi pipinya dan menatap Andin tajam, “Nyesel gue tadi bangunin lo! Tau gini gue lempar aja loe ke laut!!”

        “Gue kan udah minta maaf! Gue tadi kaget, bangun-bangun tiba-tiba ada loe di depan gue!”

        “Dihhh! Emang gue habis ngapain lo?”

        Andin berdiri dari duduknya. Dia mengamati sekeliling. Dari ujung barat ke ujung kiri, tak satupun ada tanda-tanda kehidupan. Hanya ada pantai liar dengan rimbun semak-semak di sekelilingnya.

        “Ini dimana?” tanya Andin.

        “Nggak tahu.” jawab Rangga.

        “Nggak tahu? Lo bilang nggak tahu?! Lo nyulik gue ke dermaga, lo maksa gue masuk ke perahu butut, tenggelam, terdampar, dan sekarang lo bilang lo nggak tahu?!!”

        “Gue aja baru sadar semenit yang lalu. Emang gue punya ilmu nujum apa tau ini dimana?”

        “Terus ini gimana?! Kita berada di pulau yang entah apa namanya!! Lo lihat nggak ada seorangpun di sini! Hidup gue sengsara gara-gara elooo!”

        “Emang cuma lo aja apa yang sengsara! Gue juga sengsara!”

        “Kalo lo dengerin gue dari awal, ini semua nggak akan terjadi!”

        “Nggak usah ngungkit-ngungkit itu!! nggak ada gunanya!!”

        “Itu karena lo keras kepala!! Sekarang gimana ini?! Ini dimana? Ini pulau apa? Cuma ada gue dan elo! Nggak ada orang! Nggak ada perahu! Mampus gue di sini! Nyokap gue pasti nangisin gue!”

        “Tenang, Ndin! Tenang!!” kata Rangga. Dipeganginya pundak Andin.

        “Tenang tenang! Enak aja lo bilang tenang!”

        “LO BISA DIAM NGGAK SIH?” bentak Rangga.

        Seketika Andin terdiam. Dia menutup bibir. Air matanya mulai berlinangan.

        “Dengar, Ndin! Semalam kita sudah setengah jalan. Kita tenggelam di tengah Selat Lombok! Jadi mungkin ini di Bali!”

        “Kalo ini Bali, kenapa sepi?” tanya Andin.

        “Nggak semua pantai di Bali itu rame. Ada yang sepi, masih pedalaman! Jadi kalo kita jalan mengikuti pantai, kita akan sampai di pantai lain yang ramai.”

        Andin melepas tangan Rangga dari lengannya, “Capek gue ngikutin logika lo!”

        “Kali ini lo harus percaya sama gue! Gue yakin ini di Bali!”

        Rangga menatap mata Andin meyakinkan. Andin menghela nafas. Ia tidak memiliki pilihan lain. Sekali lagi ia berjalan mengekor di belakang Rangga, mengikuti Rangga berjalan menyusuri pantai mengelilingi pulau.

        Matahari kian tinggi. Sedikit demi sedikit Tshirt basah yang dikenakan Andin mulai kering dengan sendirinya. Kakinya telanjang menapak pasir. Entah kemana larinya sepatunya. Ia terbangun hanya berselimutkan baju dan celana jeans. Tidak ada yang lain.

        Rangga tetap tegak berjalan di depannya. Tak ada keraguan sedikitpun dengan arah yang ia tempuh. Rangga terus saja berjalan mengikuti garis pantai. Kian lama rimbun semak-semak mulai berganti dengan pepohonan kelapa yang condong ke pantai. Pelepahnya memberikan bayang teduh dari terik matahari yang semakin menjadi-jadi.

        “Gue nyerah!” gumam Andin.

        Rangga menoleh. Dilihatnya Andin berdiri mematung lima meter darinya di belakang sana.

        “Lo ngapain?” tanya Rangga.

        “Kita udah dua jam berjalan terus kayak gini! Nggak ada bedanya, Rangga!! Dari tadi yang gue lihat cuma semak-semak dan pohon kelapa! Mana pantai wisata yang lo janjiin?! Ini bukan Bali!!”

        “Sebentar lagi, Ndin!”

        “Gue capek! Kaki gue lecet! Gue lapeeer!”

        “Tahan donk! Lo katanya cewek rocker, kenapa lemah begitu?!”

        “Rocker juga manusia, begok! Gue bukan elu, yang keras kepala dan seenaknya sendiri! Apanya yang Bali?!! Mana ada Bali kayak hutan belantara begini?! Kita nyasar, Rangga!!! Nyasar!! Ini semua gara-gara looo!” satu-satu air mata Andin mulai berjatuhan.

        Rangga terkesima. Untuk pertama kalinya ia melihat Andin menangis dengan mata kepalanya sendiri. Ia menghela nafas. Sedetik kemudian ia menarik Andin duduk berteduh di bawah rerimbunan pohon kelapa.

        Andin diam bersandar di batang kelapa sambil menekan-nekan telapak kakinya. Ia merasa sekujur tubuhnya hancur lebur. Lelah, kedinginan dan kelaparan. Semuanya campur aduk jadi satu. Diliriknya Rangga yang duduk di sampingnya. Rangga memandang lurus ke depan. Seolah memikirkan sesuatu. Terkadang bola matanya tertarik ke pinggir. Mengamati jejak kakinya dan Andin dari kejauhan.

        Benar kata Andin. Ia sudah jauh berjalan mengitari pulau. Tapi sampai sejauh ini tak juga ditemukannya tanda-tanda kehidupan seperti dugaannya.

        “Ini semua gara-gara elo!!!” suara Andin memecah keheningan.

        “Mau sampe kapan lo nyalahin gue terus??!”

        “Harusnya gue nyadar dari awal! Anak boyband itu emang bego semua!!”

        “Kalo nggak ada gue! Lo bakal kelaparan di Mataram!!”

        “Tapi lo juga yang membawa gue terlantar di pulau nggak berpenghuni kek begini!! Udah ah! Capek gue ngomong sama elo!”

        Andin melempar wajahnya ke arah lain. Rangga pun melakukan hal yang serupa. Semarah-marahnya dia pada Andin, kadang terselip juga rasa bersalah di hatinya. Dibukanya tas ranselnya lalu dikeluarkannya semua isinya. Basah kuyup, dimulai dari handphone, dompet dan baju ganti yang ia bawa, semua melempem kebasahan air laut. Tapi jika dikeringkan, seenggaknya itu semua masih berfungsi.

        Rangga lalu menjajar barang-barangnya di terik matahari. Tak ada yang tahu pasti, ini pulau tak berpenghuni atau hanya pantai pedalaman, ia harus menyiapkan diri untuk bertahan hidup.

        “Nih...” Rangga menyodorkan sebatang cokelat yang ia temukan di tasnya pada Andin.

        “Apaan?” tanya Andin ketus.

        “Lo laper kan?”

        “Gue nggak butuh makanan yang udah kesiram air laut! Asin!!”

        Rangga memukul kepala Andin, “Nggak usah belagu lo! Makan ya makan aja! Lo mau hidup kagak?!”

        Dengan wajah masih cemberut, Andin meraih cokelat dari tangan Rangga.

        “Lo mau kemana?” tanya Andin melihat Rangga beranjak pergi dari sampingnya.

        “Mau pipis, lo mau ikut?”


        “KAGAKK!!”

Tidak ada komentar:

:a   :b   :c   :d   :e   :f   :g   :h   :i   :j   :k   :l   :m   :n   :o   :p   :q   :r   :s   :t Add smileys to Blogger +

Posting Komentar