Judul : “Cewek Rockstar VS Cowok Boyband”
Pengarang :
@ariek_andini
Genre : Comedy-Romantic
Cast : Rangga, Rafael, Dicky, Bisma, Reza
dan Ilham.
Description :
Sedikit sapaan dari gue sebelum membaca cerbung ini. Selamat datang di dunia
imajinasi ^___^ ... Cerbung ini gue buat udah lama dan baru sekarang gue post.
Jadi kalo di cerita ini ada bawa-bawa manajemen lama SMASH, itu cuma fiksi ya.
This is just a story. Keep enjoying!
# # # # # # #
“BEGOOKKK!!! NGAPAIN
LOE KASIH TAS GUE KE DIAAA???!” teriak Andin.
Rangga bengong.
Dilihatnya Andin berlari ngos-ngosan ke arahnya dan tiba-tiba memarahinya
habis-habisan. Belum sempat dia mengerti maksud Andin, Andin kembali berlari
dan berteriak copet.
“Loh? Itu tadi
copet?” gumam Rangga.
Sekian detik
berpikir, Rangga lalu ikut berlari mengejar copet yang baru saja ditolongnya.
Memasuki area parkir, dilihatnya Andin berdiri membungkuk memegangi lutut.
Nafasnya memburu.
“Copetnya mana?”
tanya Rangga panik.
Andin diam. Hanya
nafasnya yang ngos-ngosan yang terdengar.
Sejurus kemudian dia berdiri tegak. Dipukulnya dada Rangga dengan kepalan
tangannya.
“Maksud loe tadi apa ngelakuin itu, hah?!” bentak Andin.
“Ngelakuin apa?!”
“Nggak usah sok begok loe! Dendam loe sama gue? Kenapa
tas gue justru loe kasih ke copet itu?!”
“Loe jangan asal tuduh! Mana gue ngerti kalau itu copet!”
bela Rangga.
“Halaah! Ngaku aja! Loe emang pengen balas dendam ke gue
gara-gara soal penginapan tadi malam kan? Ck! Pengecut loe jadi cowok! Banci
loe!”
“Heh! Punya mulut tuh dijaga, ya! Udah untung tadi malam
gue mau berbagi kamar sama loe! Kalau enggak! Udah nggelandang loe di luar!”
“Hape, dompet, kartu kredit, KTP, semua barang-barang gue
yang penting ada di tas itu, begok!!”
“Oke! Oke! Gue minta maaf!”
“Minta maaf doank loe bisanya!”
“Gue akan ganti semuanya!!” kata Rangga. Merasa capek
meneruskan pertengkaran dengan Andin.
Andin terdiam. Jujur, sebenarnya dia juga capek. Dalam
hati dia ingin menangis. Tapi sebisa mungkin dia menahan air matanya. Otaknya
benar-benar kacau sekarang.
“Sekarang yang penting, kita kembali ke bandara sekarang,
dan berangkat ke Bali.” Usul Rangga.
“Percuma.” Jawab Andin pendek.
“Percuma gimana?”
“Bandaranya ditutup! Ada badai tropis!”
“HAH?”
“Tiga hari lagi baru dibuka.”
“HAH?”
“Hah-heh-hah-heh! Ini gimana sekarang?! Gue terlantar
gara-gara looeee!!”
“Ditutup? Kok gue nggak tahu!?” tanya Rangga kaget.
“Makanya tidur tuh jangan kayak orang mati! Siang banget
bangunnya! Petugas bandara tadi bilang ke gue! Bandaranya ditutup! Ditutup!!
Duh! Tamat riwayat gue! Bakal mati gue di sini tiga hari!...”
“Gue juga mampus! Gue ada pertemuan penting sama promotor
boyband gue!”
“Boyband loe mah siapa yang peduli! Grup band gue juga
terlantar gara-gara gue kejebak di sini tau gak!”
“Sama! Grup band loe mah siapa yang peduli??!”
Krruuuukkkk......
Andin dan Rangga menghentikan perdebatannya. Keduanya
sama-sama terdiam mendengar suara keroncongan dari perut masing-masing.
“Kalau loe nggak nanggung biaya hidup gue selama di sini,
gue bakal tuntut elo di pengadilan begitu gue sampai di Jakarta.” ancam Andin.
Rangga mendesah, “IYA! Gue akan tanggung biaya makan loe!
Nggak usah pasang wajah serem kek gitu! Kayak kuntilanak tau nggak?!” balas
Rangga. Ia lalu berjalan mendahului Andin. Andin membuntutinya dari belakang
dengan wajah cemberut. Keduanya mencari rumah makan untuk sarapan.
******************
“Kamu masih di Singaraja, La?”
“Iya...”
“Ya udah, jaga diri kamu baik-baik, ya.”
“Iya...”
“Rangga di sana juga?”
“Hem? Nggak. Kenapa nanyain dia?”
“Cuma nanya. Kemarin Kamis dia berangkat ke Bali, mau
jemput kamu.”
“Nggak ada tuh. Udahlah, Ja! Nggak usah bahas Rangga.”
Reza menggigit bibirnya. Setelah mengucap pamit, ia lalu
mengakhiri telponnya dengan Ola. Dia memang yang menyuruh Ola untuk bersembunyi
di Singaraja. Menyuruhnya menghindar untuk sementara waktu dari Rangga.
Tapi kemudian Reza menghela nafas. Kemana Rangga? sudah
dua hari dia menghilang. Perjalanan ke Bali dengan pesawat tak mungkin memakan
waktu selama ini.
“Gimana? Rangga udah datang?” tanya Rafael.
“Sepertinya, kita kali ini perform tanpa dia.” Jawab
Reza.
“Hah? Emang Rangga kemana, sih?”
Reza terdiam. Hiruk pikuk ruang ganti semakin menjadi-jadi
begitu acara akan dimulai. Kru TV berjalan mondar-mandir membawa perkakas.
“Kok diem, Ja? Udah dua hari Rangga nggak ada kabar. Loe
kan yang tahu dimana dia?” sergah Rafael.
“Nggak, gue nggak tahu.”
“Nggak usah bohong. Loe kelihatan banget lagi nutupin
sesuatu.”
“Bro! Udah disuruh stand by di belakang layar!” sahut
Bisma. Dia datang menghampiri Rafael dan Reza.
“Kita perform berlima sekarang.” Kata Rafael kemudian.
“Berlima??!”
“Rangga nggak datang...”
“Emang dia kemana??!” tanya Bisma kaget.
Rafael dan Reza sama-sama diam. Tidak tahu harus menjawab
bagaimana. Memutar otak untuk mencari alasan, termasuk apa yang akan mereka
katakan pada manajemen nantinya.
“Bro! Berat bro tampil tanpa Rangga! Loe tahu kan dia
yang banyak pegang vokal kita kalo di stage?” kata Bisma lagi.
“Kita bagi job, Bis! Setengah part Rangga loe yang ambil
alih, setengahnya lagi gue. Nggak ada waktu buat hubungin dia. Nanti saja kita
cari. Sekarang kita ke layar dulu! Acaranya udah mau mulai.” Tegas Rafael
kemudian.
Sebelum melangkah pergi, Rafael melirik Reza, “Urusan
kita belum kelar. Jangan pergi selesai acara nanti!”
Reza melengos. Matanya kembali ke layar handphonenya.
Nama Ola masih nampang di layar utamanya. Satu panggilan tak terjawab?
Reza mendesah. Percuma. Dia tidak akan punya waktu untuk
telepon Ola lagi. Shownya akan segera dimulai.
Sementara itu di Singaraja, Bali, di sebuah
villa yang hening dan tenang, seorang gadis berambut ikal dengan syal kuning di
lehernya, tertatih-tatih berjalan keluar dari kamarnya. Ola memegangi dadanya
kencang. Sementara tangannya yang lain menggenggam handphone. Berkali-kali
matanya mengecek layar handphonenya, berharap Reza segera mengangkat
teleponnya.
Percuma. Tak ada jawaban. Ola semakin keras mencengkeram
dadanya yang berdenyut sakit. Ia tinggal sendirian di villa milik Reza ini. Tak
ada siapapun. Bagaimana dia meminta bantuan di saat sakitnya kambuh tiba-tiba?
Benak Ola beralih pada Rangga. Bukankah kata Reza, Rangga
ke Bali?
“Hallo.....” jawab sebuah suara berat dari saberang sana.
“Rangga! Tolong gue!” ucap Ola. Dia jatuh terduduk di
belakang kursi.
“Ola? Loe kenapa?”
Sakit. Bahkan untuk menarik nafas pun sulit. Hening.
“Ola?! Olaaa?!”
Ola menggigit bibirnya. Dalam hitungan detik, tiba-tiba
nyeri di dadanya menghilang. Seketika Ola langsung bisa menarik nafas. Nafasnya
memburu. Dia langsung berdiri tegak.
“Olaa! Jawab gue!” teriak Rangga dari handphonenya.
“Iya, ada apa, Ga?”
“Loe nggak apa-apa?? Gue akan segera ke sana!”
“Nggak perlu! Gue nggak apa-apa!”
“Nggak usah bohong! Loe tadi merintih kesakitan begitu di
telpon!”
“Itu tadi! Gue enggak apa-apa! Sorry, udah ganggu loe!
Loe nggak usah ke sini!...”
“Ola....”
Tuut.... tuut.... tuut....
“Olaaa! Olaaa!” Rangga berteriak-teriak memanggil Ola.
Sekalipun sadar bahwa teleponnya telah diputus.
Andin yang duduk di sebelah Rangga hanya melahap makanan
yang ada di depannya sambil sesekali melihati Rangga. Cukup mengherankan sih,
pembawaan Rangga yang cool dan suka marah padanya, tiba-tiba jadi kelihatan
kebingungan seperti itu. Siapa memang yang dia telpon sampai kepanikannya besar
seperti itu?
“Cepat abisin makanmu, kita harus segera ke Bali.” Kata
Rangga kemudian.
“Mabok, ya? Udah gue bilang bandara ditutup! Loe ke Bali
mau naik apa? Berenang?” sergah Andin.
“Ide bagus! Kita berenang habis ini di Selat Lombok!”
“Dihh! Loe aja! Gue masih pengen hidup!”
“Gue nggak main-main!”
“Gue juga nggak main-main! Loe punya otak kagak? Berenang
di Selat Lombok? Jangan loe sama-samain antara joget alay di panggung sama
berenang di laut!”
Rangga terdiam. Dia duduk menunduk dan serius
mengotak-atik handphonenya. Andin tengsin sendiri dibuatnya. Rangga yang
biasanya balas membentaknya, kenapa sekarang malah diam?
“Oke! Oke! Gue turutin mau loe!!” kata Andin kemudian.
“Bagus! Habis ini kita langsung ke dermaga!” kata Rangga.
“Dermaga apa?”
-----------------------------------------------
Bersambung ke Part 4 >___<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar