Title : Cewek Rockstar VS Cowok Boyband
Season : 2
Author : @ariek_andini (adm4)
Genre : Comedy - Romantic
Main Cast : Rangga, Andin, Dicky, Eriska Rein
Cast : All member of D'Uneven, All member of SMASH, Roy Marten, Om Panchunk, Daaaan, banyak lageeeh...
Season : 2
Author : @ariek_andini (adm4)
Genre : Comedy - Romantic
Main Cast : Rangga, Andin, Dicky, Eriska Rein
Cast : All member of D'Uneven, All member of SMASH, Roy Marten, Om Panchunk, Daaaan, banyak lageeeh...
Jika di season 1 dulu, pihak ketiga dan keempat adalah Ola dan Reza, maka di season kedua ini, gue nggaet Eriska Rein (satu2nya artis indonesia favorit gue), dan Dicky... Ya sekalipun gue agak shock, baru tahu kemaren kalo Eriska udah nikah -__- .. Well, anggap aja di sini Eriska belom married, dan mau CLBK sama Dicky (dan katanya juga Dicky baru putus ya sama pacarnya yang ono ya ?...) Udah udah!! nih cerbung ngapa berubah jadi Halo Selebriti sih -__-
----------------------------------
Tak pernah sekalipun terselip kata
“nikah” selama pacarannya dengan Rangga. Bahkan tak pernah terbesit. Kalau lagi
jalan berdua, keduanya tak lebih dari dua bocah ingusan yang kerjaannya
bertengkar mulu. Mau nikah gimana? Tapi juga mana mungkin dia dan Rangga akan
begini terus hingga sepuluh tahun lagi?
Nikah....
Duhh....
****************
“Yeahh!!! Bisma men-dribble bola
ke tepi lapangan!”
“Lempar ke gue! lempar ke gue!!”
teriak Rangga.
“Dioper ke Rangga!! Melebar ke
Rafael! Ring sudah di depan mata! Yeeessss~~ satu point untuk Tim Biruuu!!”
Ilham berteriak makin kencang.
Rangga dan Bisma berlari keliling
ruangan. Bantal sofa yang dia jadikan bola diputar-putar ala Michael Jordan
habis menang pertandingan.
“Gimana sih, Coh!!?? Loe kan setim
sama gue! ngapa malah bantuin Rangga sama Bisma?!!” bentak Reza nggak terima
gara-gara kalah pertandiangan basket jadi-jadian.
“Oh, iya ya! Gue kan setim loe ya,
Ja??!” jawab Rafael. Cuma bisa nyengir.
“Wasit meniup peluit! Tim biru
ber.....”
Gedubrakkk! Gedebukkk!!
Rafael, Rangga, Bisma, Reza dan
Ilham berebut duduk di sofa. Tiba-tiba Om Panchunk, Sutradara, Produser dan
beberapa orang kru masuk ke dalam ruangan secara bergantian. Sejenak mereka
tertegun di depan pintu. Bantal sofa di atas angin-angin, pajangan lampu roboh,
karpet lantai kelipet-lipet, dan sofa miring-miring nggak karuan. Ruangan
meeting menjelma menjadi kapal pecah.
“Tadi pagi katanya ada gempa di
Pacitan ya? Emangnya sampe Jakarta, ya?” gumam Om Suryo, sang Produser,
keheranan sambil memandang seluruh penjuru ruangan.
“Enggak, Pak! Enggak! Ini kayaknya
pegawai saya lupa bersihin ruangan. Padahal udah tahu mau dipakek meeting.
Nanti saya tegur. Hehehe..” Sebisa mungkin Om Panchunk mengalihkan perhatian,
“Mari, mari! Silakan duduk! Langsung saja kita mulai..” ajaknya kemudian.
Sambil duduk di salah satu sofa,
Om Panchunk melirik tajam ke arah Rafael, Bisma, Ilham, Reza, Rangga dan Dicky.
Yang selalu bikin suasana rusuh, siapa lagi kalo bukan mereka?
“Jadi begini. Kalian udah baca
kontraknya kan kemarin? Nggak beda jauh sama Cinta Cenat Cenut season
sebelumnya. Nanti total episodenya ada 15. Sutradaranya kalian juga udah kenal
kan? Sama Kiki.” Om Suryo melirik orang yang duduk di sampingnya.
“Kalo pemainnya, Om?” sahut
Rafael.
“Nah! Ini dia! Pemain tetep kalian berenam.
Masalahnya kita bingung sama pemeran ceweknya. Soalnya rata-rata udah pada
ngilang. Padahal penonton itu maunya ya sama pemain-pemain lama. Yang ada
tinggal Yuki Kato, Eriska Rein...”
Sett....
Tiba-tiba Dicky bangkit dari
aksinya bersandar pada sofa. Dia yang sejak tadi Cuma melingkar di sofa. Diajak
main lempar bantal sofa pun dia menolak, tiba-tiba nampak tertarik dengan
obrolan produser.
“Ya udah, Om. Yang ada aja. Ntar
sisanya kita casting aja yang baru.” Ujar Dicky. Rangga, Rafael, Bisma, Ilham
dan Reza menatapnya heran. Sangat heran. Tuh anak biasanya diem kalo udah
ngomongin yang bikin otak mumet kayak begini, kenapa tiba-tiba jadi semangat.
Om Suryo mengelus-ngelus
janggutnya, “Bener juga kata kamu...”
Dicky tersenyum simpul. Om Suryo
mulai melanjutkan pembicaraan pada penataan produksi film, lokasi syuting, dan
tetek bengek lainnya. Sejam lamanya meeting kecil-kecilan itu berlangsung.
Script sudah di tangan. Dan syuting sudah bisa dimulai besok.
“Tuh anak kenapa?” bisik Rangga
pada Bisma. Keduanya bersandar di samping cendela. Sesekali melirik Dicky yang duduk
melipat kaki di atas sofa. Sejak datang tadi, tingkahnya benar-benar aneh.
Dicky yang biasanya super berisik dan pecicilan, tiba-tiba jadi pendiam. Dia
biasanya berada di barisan paling depan soal berantakin ruangan. Tau deh, tadi
dia lebih milih duduk dan mainin HP ketimbang berebut bantal sofa sama kelima
kawannya.
“Baru putus sama pacarnya...”
jawab Bisma enteng.
“Hah?”
“Gosipnya sih gitu...”
“Siapa yang bilang??”
“Semua foto-foto dia sama ceweknya
di instagram dihapusin semua. Kalo gitu kan putus namanya. Twitter juga lagi
rame.”
Rangga melihati Dicky miris. Dicky
yang kalo pacaran mesranya ngalahin romeo sama juliette, nggak nyangka juga
bisa putus. Dan sekarang dia murung setengah mati.
“Udah biarin. Palingan besok udah
pecicilan lagi...” lanjut Bisma.
“KALIAN BERENAM!!” tiba-tiba Om
Panchunk berdiri di tengah ruangan sambil berkacak pinggang, “Nggak boleh
pulang sebelum bersihin ruangan ini!!”
“What?”
“Tapi, Om...”
“Nggak ada tapi-tapian! Kalian kan
yang bikin kantor Om kayak kapal pecah begini??! Bersihin!!” bentak Om Panchunk
sambil melototi keenam anak asuhnya.
“Yaelah, Om! Kita tadi Cuma
boring! Habis produsernya lama nggak datang-datang!” Reza membela diri.
“Bersihin! Atau kalian semua aku
kunci di dalam sini sampe besok?!”
Bisma, Rafael, Reza, Rangga dan
Ilham menatap manajernya dengan wajah bingung. Apalagi Dicky. Dia yang nggak
ngapa-ngapain malah kena batunya. Keenamnya saling pandang dengan tatapan ini-gara-gara-elu.
**************
Jam menunjukkan jam tujuh tepat.
Angin malam Jakarta berhembus pelan. Rangga berlari kecil menuju mobilnya di
parkiran kantor manajemen. Gara-gara bersihin ruangan Om Panchunk, dia jadi
telat ke dinner di rumah Andin. Tuh cewek pasti udah berubah jadi singabarong.
Bukan singabarong lagi. Ini
emaknya singabarong namanya. Andin berdiri sambil melipat tangannya di depan
teras begitu mobil Rangga masuk. Tatapannya tajam. Mukanya suntuk.
“Sorry, Ndin! tadi macet!” ucap
Rangga sambil menutup pintu mobil.
“Halah!! Biasanya juga lewat jalan
tembusan depan klinik!” sahut Andin ketus.
“Itu juga macet!!”
“Kalo nggak bakat bohong, nggak
usah bohong!!”
“Iya, deh.. sorry...”
ujung-ujungnya Cuma bisa minta maaf. Rangga melirik Andin yang masih manyun.
Sepintar apapun dia berakting di depan TV. Kalo lagi sama Andin, kebohongan
macam apapun pasti kebongkar.
Andin berjalan masuk ke dalam
ruang makan diikuti Rangga. Beberapa piring masakan telah tersaji. Kayaknya
sudah setengah dingin. Rangga berjanji akan datang jam 6 magrib. Taunya jam 7 baru
datang.
“Nyokap loe mana?”
“Nggak pulang. Nemenin
mahasiswanya kuliah lapangan ke Lampung.” Jawab Andin sambil duduk di kursi.
“Bokap loe?”
“Lembur. Makanya gue ngajak loe!
Bosen gue makan bareng Lasi.”
Andin membalikkan piringnya. Perlahan
menyendokkan nasi dan lauk. Setelah itu nyelonong ke depan TV.
Bukan. Ini bukan dinner romantis
yang nanti cowok sama ceweknya duduk berhadapan di meja makan lalu makan berdua
ditemani lilin dan steik. Dia lebih suka makan di depan TV sambil duduk
bersila. Awalnya memang Rangga ngomel melihatnya. Dinner kok kayak makan di
warteg. Tapi lama-lama ikut-ikutan juga.
“Lawan mana?” tanya Rangga sambil
duduk di sebelah Andin. Sebelah tangannya membawa sepiring nasi penuh.
“Lawan Myanmar. Halah, palingan
juga Indonesia yang menang.” Jawab Andin sambil membesarkan volume TV.
Diliriknya Rangga yang duduk di
sampingnya. Seperti biasa, serius ngadepin nasi.
Andin menarik nafas dalam-dalam,
“Kamis besok ikut gue, yuk.” Ajaknya.
“Kemana?” tanya Rangga tanpa
beralih dari layar TV.
“Ke rumah Shanty...”
“Ngapain?”
“Dia nikah besok. Gue diundang...”
Rangga menoleh, “Oke....” jawabnya,
setelah itu kembali menghadap ke layar TV.
Heh? Udah gitu doank?
“Dia dapat orang Padang. Udah
setahun pacaran, akhirnya nikah juga besok.” Lanjut Andin.
Rangga menyendokkan nasi ke
mulutnya.
“Bulan Februari besok Mona juga
nikah. Terus si Ve juga mulai tunangan.”
Rangga berjalan ke kulkas, ngambil
minum, lalu kembali ke depan TV.
Andin menepuk jidatnya.
Damn! Rangga nggak merespon sama
sekali. Tuh cowok gembul tetep aja serius makan. Andin menghela nafas. Menahan
diri untuk nggak nggetok kepala Rangga pakek remote TV. Sejenak kemudian dia
menunduk.
Kayaknya emang bukan saatnya.
Sebanyak apapun dia memancing Rangga dengan cerita kawan-kawannya yang akan menikah,
itu nggak akan berdampak. Karena emang,...
Bukan saatnya.
Sejam setelah itu, Rangga pamit
pulang. Minggu depan, dia berjanji lagi akan makan malam di rumah Andin. Begitu
terus. Rutinitas yang nggak ada bedanya.
Sepulang Rangga dari rumahnya,
Andin duduk bersandar pada pintu depan. Matanya stagnan menekuri alur ubin yang
bersulur seperti pucuk daun. Sebuah akuarium besar yang terpajang di ruang
tamu, memantulkan bayang wajahnya samar-samar. Rambutnya diikat ala kadarnya ke
belakang. Anak rambut berjatuhan di dahinya. Wajahnya polos tanpa polesan
apapun.
Tomboy, berandalan, nggak suka
dandan...
Erwin benar. Cowok mana yang mau
sama dia? Munafik jika cowok nggak menginginkan cewek cantik. Bohong jika cowok
nggak suka cewek anggun. Dusta jika cowok bilang akan menerima perempuan apa
adanya. Di sudut hatinya yang jauh, laki-laki pasti menginginkan keindahan pada
perempuan.
Lalu, apa yang sedang Rangga
lakukan sekarang?
Andin menopang dagunya. Tak
beranjak dari balik pintu ruang tamunya. Suara TV bersahutan dari ruang tengah.
Sama sekali tidak ia pedulikan. Bayang wajahnya di kaca akuarium semakin
membuatnya gusar.
*************
Hiruk pikuk kru film lalu lalang
memenuhi lokasi syuting. Beberapa sibuk menempatkan kamera. Sementara yang
lainnya mempersiapkan make-up dan artis yang akan on cam.
“Nanti jalannya sampai ujung
tangga saja. Kamera akan ambil point dari samping. Nanti baru Bisma sama Reza
masuk.” Sutradara sibuk mengarahkan scene yang akan diambil. Tangannya
menunjuk-nunjuk ke sana ke mari.
“Dicky mana?” bisik Rafael pada
Ilham.
“Noh....” tunjuk Ilham sambil
mengarahkan dagunya ke salah satu sudut. Di salah satu ruangan yang pintunya
terbuka lebar, sesekali terhalang oleh kru yang lalu lalang, nampak Dicky
berdiri sambil tertawa lebar. Di sampingnya, seorang gadis tinggi semampai
dengan rambut terurai berdiri menghadapnya.
“Buset... baru juga hari
pertama...” gumam Rafael.
“Tebas abis!!!” tambah Reza.
Tak sedikitpun Dicky merasa
diawasi oleh kelima kawannya. Yang ada dia malah makin asik bercanda dengan
Eriska, salah satu artis yang juga berperan di sinetronnya.
“Udah! Udah! Kamera udah roll! Toh
dia nggak dapat satu frame sama kita.” Ucap Rafael kemudian.
Bisma, Ilham dan Rafael kembali
fokus pada kamera. Sutradara mulai duduk di tempatnya. Take pertama dimulai.
Rafael dan Ilham berakting seolah sibuk memilah-milah berkas. Lalu datang Bisma
dari awah berlawanan dengan wajah panik.
Singkatnya, syuting hari itu
berjalan lancar. Tak ada yang aneh kecuali Dicky yang sejak awal selalu saja
menghilang. Sutradara butuh tenaga khusus untuk memanggil Dicky begitu
gilirannya akting tiba.
“Sorry, sorry! Tadi dari toielt!”
seru Dicky tiap kali datang. Sambil nyengir ala kadarnya. Lalu mulai
menempatkan posisi di depan kamera. Syukur kalau lancar. Yang ada malah dia
selalu lupa script.
“Kakek Usman nyuruh kita ngumpul
di rumah!!” seru Rangga.
Dicky bengong.
Rangga dan Rafael melirik Dicky.
“Tap, tapi, bukannya Kakek masih
di Singapore?” Rafael menyahut.
“Gue juga nggak tahu! Kakek nyuruh
kita ngumpul di rumah!” sekali lagi Rangga mengulang dialognya. Isi yang sama.
Lalu ia melirik Dicky.
Dicky masih bengong.
Rangga dan Rafael mulai kehabisan
bahan.
“Habis itu gue ngomong apa, ya?”
Dicky malah nanya.
“CUUUUTTTTT!!!!” teriak sutradara.
Dicky nyengir.
“Loe tuh mestinya ngomong Kakek
Usman nyuruh loe bawa surat kontrak perusahaan!! Gimana sih!!?” Rangga mulai
kehabisan kesabaran.
“Oh, ya! Ya! Gue inget!!” jawab
Dicky.
“Udah resiko deh kalo dapet frame
sama loe. Alamat ngulang terus~..”
“Namanya juga lupa!”
“Lupa digedein! Yang fokus
makanya! Eriska mulu dipikirin!!”
Buru-buru Dicky membungkam mulut
Rangga dengan tangannya. Rangga berontak. Dicky makin beringas menutup mulut
Rangga. Keduanya akhirnya bergulat kayak bocah SD lagi main cekek-cekekan.
“Loe apa-apaan sih?!!” bentak
Rangga.
“Kecilin suara loe!!” Dicky balas
ngebentak.
“Ogah!!”
“Sialan!!”
“Eriskaaaaa!! Dicariin
Dickyyyyy!!!” teriak Rangga.
Dicky tersentak kaget. Dia makin
kuat mencekik leher Rangga. Wajahnya bersemu malu. Ujung-ujungnya Rafael datang
dan melerai keduanya. Sejenak suasana lokasi syuting tegang. Bukannya apa.
Seluruh kru sibuk ngeliatin Dicky, Rangga dan Rafael yang bergulat kayak Tom,
Jerry dan Bulldog.
Scene berikutnya, Eriska yang
sejak di season awal menjadi pasangan Rangga, kali ini mendapat satu frame
dengan Rangga. Diceritakan keduanya akan mempersiapkan pesta pertunangan.
“Sayang, aku milih yang ini aja
ya...” ucap Eriska manis. Telunjuknya menuding salah satu gaun payet berwarna
putih salju.
“Tapi, sayang, kayaknya bagusan
ini deh...” Rangga mendekat ke salah satu manekin. Sebelah tangannya memeluk
pinggang ramping Eriska. Ia melanjutkan dialognya. Di sela-sela kalimatnya,
Rangga melirik Dicky yang duduk ngejogrog di samping sutradara. Dicky manyun.
Mukanya suntuk abis. Rangga makin semangat menggoda Dicky. Tangannya makin
rapat merangkul Eriska. Kata-katanya makin lembut dan romantis. Di dalam hati,
Rangga tertawa jahat.
Dan seperti dugaan, begitu syuting
selesai, Dicky nggak mau bertegur sapa sama Rangga. Tiap ditepuk pundaknya,
Dicky buang muka. Ekspresinya kusut kayak cucian tetangga.
“Hahaha! Pakek acara ngambek
segala! Kayak cewek aja loe!!” goda Rangga.
“Udah, Dick! Kalo mau balikan ya
balikan aja. Jangan kode-kodean mulu. Loe pikir ini pramuka..” Bisma memanaskan
suasana.
Dicky memainkan poninya. Sejenak
berpikir, benar juga kata Bisma.
“Ya, tapi loe jangan ngerusak
rencana gue donk! Pakek sok mesra segala!” balas Dicky. Dia menatap tajam
Rangga.
“Itu tadi akting, kampret!” sahut
Rangga.
“Halahhhh! Gue tau loe sengaja!
Gue bilangin Andin tahu rasa loe!” ancam Dicky.
Bukannya takut, Rangga malah
ngakak. Bisma, Reza, dan Ilham ikutan ngakak. Kalo ada satu yang berhasil
dijailin sampe hampir nangis, itu baru namanya hiburan.
Rangga beralih ke layar
handphonenya. Sementara Bisma, Reza, Ilham dan Rafael meneruskan aksinya
menyerang Dicky, Rangga pergi ke teras. Ditekannya nomor HP Andin dan
meneleponnya. Sepertinya syuting akan molor sejam, dan dia akan pulang telat.
“Kita ketemuan langsung di
rumahnya Shanty aja. Loe kasihin alamatnya ke gue.” tawar Rangga. Dia sudah
terlanjur berjanji untuk datang ke pernikahan teman Andin. Dan kalau dibatalin,
alamat dia bakal ditembak mati sama Andin.
“Emang syutingnya belum selesai?”
kata Andin.
“Perkiraan gue sih seharusnya
selesai sekarang. Ini gara-gara Dicky makanya melar kek gini. Udah nggak usah
bingung. Kita langsung aja ketemuan di rumahnya Shanty.”
Andin diam sejenak, “Iya, deh..”
jawabnya kemudian. Ditutupnya teleponnya, lalu kembali fokus ke layar cermin.
Hening. Andin duduk di
depan meja rias nyokapnya dengan tatapan kosong. Acara resepsi pernikahan
Shaty, teman kuliahnya dulu, akan dimulai sejam lagi. Dan dia belum
ngapa-ngapain juga dari tadi. Foundation, lipstick, blush on dan eye shadow,
terbuka begitu saja di depannya. tapi nggak ada satupun yang dia sentuh.
Bingung, mana dulu yang mesti digunakan.
Andin meraih lipstick di depannya.
Dipilihnya yang berwarna merah jambu. Diputarnya isinya keluar. Andin bengong.
Lalu dimasukkannya lagi ke dalam.
Andin menghela nafas berat. Untuk
sekarang dia merasa menyesal. Bertahun-tahun lalu tiap kali mamanya
mengajarinya dandan, Andin pasti mengelak. Baginya, dandan itu Cuma kerjaan
cewek alay. Tapi sekarang, baru kerasa dampaknya. Biasanya untuk acara
beginian, Andin ngandalin mamanya. Tapi mana mungkin dia menelepon mamanya yang
sekarang ada di Lampung.
Apa telpon make up artis saja?
Kalau dibayar mereka pasti mau.
Enggak!! Enggak!! Harus berusaha
sendiri!! Kalau terus-terusan ngandalain make up profesional, kapan dia bisa
pinter dandan?
Andin kembali
menghadap tumpukan alat make up di depannya. Dia meraih eyeshadow lalu
memolesnya pelan-pelan ke atas kelopak matanya.
Gagal!!!
Andin malah kelilipan.
“Anjing
gilaaaa!!!”
-------------------------------
Bersambung ke Part 3!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar