9 Oktober 2014

[Cerbung SMASH] "Cewek Rockstar VS Cowok Boyband" SEASON 2 / Part 7

Title          : Cewek Rockstar VS Cowok Boyband
Season    : 2
Author       : @ariek_andini (adm4)
Genre        : Comedy - Romantic
Main Cast : Rangga, Andin, Dicky, Eriska Rein
Cast          : All member of D'Uneven, All member of SMASH, Roy Marten, Om Panchunk, Daaaan, banyak lageeeh...

----------------------

             “Emangnya gue nggak bisa kayak loe? Nyanyi sekaligus akting. Gue juga bisa kalo segitu doank! Gue nggak akan kalah dari loe!” tandas Andin. Dia balik badan, lalu pergi meninggalkan Rangga.

             Hah?

             Rangga mematung di tempatnya. Memandangi Andin dari belakang. Soal taruhan itu. Benar, Andin tidak main-main. Bahkan dia rela masuk ke dunia sinetron yang katanya alay dan tontonan emak-emak.

             Rangga menyandarkan badannya ke dinding. Dia mencoba mengatur nafas. Tak seburuk itu sebenarnya. Bisa se-sinetron dengan pacar sendiri, pasti menyenangkan. Seenggaknya dia nggak perlu kepikiran sementara Andin manggung keliling kota di luar sana. Dengan begini, dia bisa mengawasi Andin dari dekat. Juga sharing soal akting dan bermain peran.

             Eh? Ngomong-ngomong soal akting, kalau Andin ada di sinetron ini berarti.... dia... menjadi pasangan salah satu anak SMASH. Itu berarti....

             Rangga mangap..

             “PASANGAN GUE?!!!” sergah Bisma kaget.

             Kiki mengangguk.

             “Andin?!! Jadi pasangan gue?!!” ulang Bisma. Matanya terbelalak. Seperti baru saja disambar geledek. Mimpi apa dia semalam?

             “Buruan masuk. Loe inget mesti gimana kan?!” kata Kiki sambil mendorong Bisma.


             Bisma gelagapan. Dari sekian cewek, kenapa harus Andin yang jadi pasangannya. Bisma gugup. Matanya beralih menatap ke sisi lain. Dan malah makin nggak karuan. Yang ada dia malah nggak sengaja bertemu mata dengan Rangga dan mendapat tatapan awas-kalo-loe-macem-macem-sama-cewek-gue. Bisma beringsut.

             Tak sulit Andin memerankan tokoh yang dia pegang. Dia tetap menjadi dirinya sendiri. Penyanyi rock yang masuk ke SMASH Entertaiment, bertemu dengan Bisma, lalu jatuh cinta dengannya. Simpel.

             Tapi tak sesimpel itu bagi Bisma.

             “Cut! Cut! Cut!!” teriak Kiki, “Heh! Begeng! Pegang tangan Andin!!”

             “Udah kok tadi~...” bela Bisma.

             “Apanya yang megang? Loe Cuma nyenggol dikit! Nggak kelihatan di kamera! Loe ambil mapnya dari Andin pelan-pelan, tangan loe majuin dikit ke sini! Nah begini!!” Kiki menggeser-geser tangan Bisma. Maksudnya sih memberi arahan. Dia nggak sadar sedikitpun, di belakang sana, seorang cowok berbaju biru menatapnya dengan api membara.

             Rangga bergeming. Tatapannya masih tajam menyala. Bisma sudah menjomblo berbulan-bulan. Sejak putus dari Franda, kelakuannya udah kayak kucing garong. Ada celah dikit, pasti dia nyerang. Kalau tiba-tiba Andin terseret gimana?

             “Hahahaha!! Overacting loe!!” tawa Andin begitu Rangga menceritakan keresahannya. Keduanya duduk di teras studio sambil memangku seporsi nasi kotak. Setelah sepagian tadi syuting, akhirnya Kiki memberikan istirahat bagi semua kru dan pemain.

             “Loe jangan anggap enteng!! Bisma itu serigala berbulu domba!!” tukas Rangga.

             “Bentar! Bentar! Gue lihat dulu, berbulu domba, berbulu kucing, atau jangan-jangan, bulu ayam!”

             Rangga dongkol. Kekhawatirannya malah dijadikan bahan candaan sama Andin.

             “Masa temen sendiri loe cemburuin?!!”

             “Siapa yang cemburu?!!” balas Rangga.

             Tawa Andin pecah lagi. Ekspresi Rangga seolah-olah besok bumi kiamat. Lebay!

             “Ok! Ok! Gue tahu! Gue nggak akan terseret rayuan Bisma!” ucap Andin kemudian.

             Rangga masih manyun.

             “Ini akting, Rang! Ck, kayak baru kemaren jadi artis aja loe! Loe juga tahu kan akting itu gimana. Gue tahu kok batasannya gimana. Profesional!!” Ucap Andin, dia lalu membuka kotak nasi di depannya, “Udah makan!”

             Rangga menurut. Dibukanya kotak nasi yang ada di tangannya. Seketika irisan wortel dan buncis menyambut matanya.

             Iya, profesional. Itu yang tadi coba dikatakan Andin. Mungkin Rangga terlalu khawatir. Ini pertama kalinya dia melihat Andin akting dan romantis-romantisan sama cowok lain di depan matanya. Padahal biasanya juga tuh cewek gawenya megang gitar.

             Andin mengangkat sendoknya, lalu diambilnya setumpuk acar dari makanan Rangga. Hanya tersisa irisan ayam pedas manis di sana.

             Rangga pasrah. Ia tidak protes sedikitpun. Hanya Andin dan mamanya yang paham bahwa dia tidak suka sayuran. Andin selalu ingat itu. Setiap melihat sayuran di atas piring Rangga, dia selalu mengambilnya tanpa diminta.

             Iya, benar, tidak seburuk itu, batin Rangga.

             Usai makan, Rangga dan Andin kembali ke dalam studio. Syuting masih belum dimulai. Beberapa pemain masih tertidur, sementara yang lain masih menggerombol. Di ujung sana, Rafael dan Ilham masih menggencarkan usahanya mendekati artis cewek. Rangga keheranan. Semoga Tuhan segera menyadarkan cewek-cewek itu dari tipuan Rafael dan Ilham.

             “Masa sih?! Sayang banget Reza Rahardian nggak menang~...” ujar Eva, salah satu pemeran cewek..

             “Iya! Beneran! Tadi malem tuh yang menang Adipati Dolken! Gue juga nggak nyangka! Padahal keren jauh si Reza Rahardian!!”

             “Ngomongin gue, ya?” ujar Reza tiba-tiba nongol.



             “Diiih! Ke-geer-an!! Reza Rahardian! Bukan elo!”

             “Ngomongin apa, sih?” Bisma ikut nimbrung.

             “Ini, pemenang di Festival Film Indonesia tadi malem.” Jawab Eva sambil membuka lebar-lebar tabloid di tangannya.

             Beberapa orang lainnya ikut melongokkan kepalanya. Tak tahu dari mana obrolan ini berakar, cuman, terdengar asik aja. Andin yang berdiri lima langkah dari sana, ikut mendekat. Diintipnya tabloid di depannya. Andin memicingkan matanya. Dia memperhatikan satu sudut dari sekian foto dan tulisan yang terpampang di sana. Sedikit diputarnya kepalanya. Kian lama kian terbaca. Sejenak tak yakin dengan yang dibacanya. Lalu sekali lagi Andin membacanya.

             Andin tercekat.

             “Mana coba gue lihat~...” Rangga ikut bergabung. Dilihatnya isi tabloid itu. hingga kemudian tubuhnya membeku.

             Rangga tertegun. Matanya disambut judul berita absurd.

             Mesranya Rangga SMASH dan Eriska Rein di Festival Film Indonesia 2014.

             Eh?

             Rangga mangap. Dia tak yakin dengan apa yang baru saja dibacanya. Direbutnya tabloid itu dari tangan Eva lalu membacanya sejelas mungkin. Ini sih lebih dari jelas. Tak hanya judul yang tertulis besar-besar, fotonya dan Eriska juga terpampang di sana. Terselip bersama foto-foto artis yang datang ke festival tahunan itu.

             Buru-buru Rangga mengalihkan tatapannya ke Andin. Tapi di saat yang bersamaan, Andin melengos.

             “Ndin!!”

             Andin tak menoleh.

             “Andin!!” Rangga melempar tabloid di tangannya lalu mengejar Andin.

             Seluruh pasang mata di dalam studio itu memperhatikan Rangga dan Andin.

             “Tunggu!!”

             “Lepas!!!”

             “Gue bisa jelasin!!” ucap Rangga.

             “Gue nggak butuh penjelasan dari loe!!”

             “Ini nggak seperti yang loe lihat!!”

             Andin menghentikan langkahnya, “Nggak seperti yang gue lihat? Maksud loe, yang ada di foto itu bukan elo? Tapi penampakan jin gitu?!!”

             Rangga mendesis. Kehabisan kata-kata. Kalau sudah emosi, Andin selalu mengatakan hal nggak jelas yang bikin dahi berkerut. Kebanyakan nonton Mister Tukul tuh anak pakek bilang penampakan jin segala.

             Seluruh pemain dan kru yang ada di sana melihati Andin dan Rangga. Buru-buru Rangga meraih tangan Andin dan menyeretnya keluar. Seenggaknya bertengkar di tempat lain lebih aman daripada jadi tontonan orang.

             “Dengerin gue. Gue ada di acara FFI tadi malam bukan karena kemauan gue!!” jelas Rangga begitu keduanya sampai di tempat sepi.

             “Apa? Karena Eriska?!!”

             “Iya... Eeh! Bukan! Maksud gue... iya! Tadi malam Eriska lagi nggak sehat! Dia nggak bisa nyetir mobil! Jadi gue yang nganterin dia ke FFI!”

             “Perhatian banget ya loe sama dia...”

             “Loe sendiri kan yang bilang ke gue soal profesional! Gue dan Eriska Cuma temen!”

             Andin melipat tangannya. Wajahnya masam, “Oh, gitu? Jadi sekarang loe gunain kata-kata gue sendiri untuk nyerang gue?”

             “Nyerang loe? Siapa yang nyerang loe?!! Gue jelasin ke loe baik-baik! Kenapa dari tadi pagi yang loe pikir cuman soal taruhan?!!”

             “Karena loe yang bikin gue jadi begini!!! Loe nggak pernah serius!! Loe bilang tunangan, tapi loe keluar dari entertaimen aja nggak mau! Dan sekarang loe malah nyerong sama artis lain!!”

             Rangga terdiam. Lidahnya kelu. Dia menatap Andin dengan nafas tertahan, “Jadi di mata loe, gue masih nggak serius?” Rangga menarik nafas. Mengumpulkan segenap tenaganya untuk meneruskan kalimatnya, “Tunangan kita... gue majuin jadi dua minggu lagi, 10 Maret besok! Dan besok, gue akan beberin soal pertunangan ini ke wartawan.”

             Eh?

             “Bilang ke Om Budi, keluarga gue akan datang segera.” Pungkas Rangga.

             Andin bungkam. Tidak tahu harus berkata apa. Terkejut dengan ucapan Rangga. Tapi perlahan, desir bahagia menyelimuti hatinya. Terlihat semakin jelas. Pertunangannya yang suram, terlihat cerah.

             Hari itu, Andin pulang dari lokasi syuting lebih cepat. Jatah take-nya sudah hampir selesai. Lagipula, dia muncul di pertengahan episode.  Kisahnya tak terlalu diekspos. Otaknya terlanjur dipenuhi tetek bengek pertunangan.

             Hanya tunangan. Belum sesakral pernikahan. Tapi dirinya sudah gugup setengah mati. 10 Maret, itu tidak lama. Hanya hitungan hari. Lalu harus dimulai dari mana? Nantinya, ini akan lebih dari sekedar pertemuan keluarga dan tukar cincin. Papanya bilang, halaman tengah di rumahnya akan disulap jadi tempat pesta kecil-kecilan. Mengundang sanak famili dan beberapa wartawan. Katanya begitu.

             Detik berikutnya, otak Andin beralih pada pertengkarannya dengan Rangga barusan. Sedikit banyak dia berterima kasih pada Eriska. Karena secara tidak langsung, gadis itu lah yang terus-terusan mendorong dia dan Rangga semakin serius.

             Tapi ini tidak bisa dibiarkan. Jika ia biarkan, bisa saja Rangga berpaling. Eriska artis cantik, manis, tinggi semampai dan lembut. Tidak seperti dirinya.

             Andin mendesah. Dia lalu membelokkan mobilnya. Ia mengubah tujuannya. Sedikit usaha untuk menyelamatkan masa depannya. Iya, dia butuh itu.

             “Andin??? Loe di sini?” tanya Ola kaget. Tangannya masih memegang kenop pintu.

             “Sorry. Gue ganggu?”

             “Enggak! Gue lagi santai aja tadi. Mari masuk!”

             Andin melangkahkan kakinya ke dalam rumah Ola. Canggung.

             “Silakan duduk! Mau minum apa?”

             “Enggak... enggak usah!”

             Ola menghentikan langkah kakinya ke arah dapur. Ditolehnya Andin yang duduk berpangku tangan di sofa.

             “Gue... mau minta bantuan loe...”

             “Bantuan?”

             “Iya... loe mau kan?”

             Ola menghampiri Andin. Terasa ada atmosfer berbeda di sana, “Selama gue bisa. Emang loe minta bantuan apa?”

             “Tolong... ajarin gue dandan...”

             “HAH???”

             ************

             Senja kemerahan berganti gulita. Malam itu bulan berkilau separuh. Persis potongan mahkota bunga dari kejauhan. Dan seperti malam sebelum-sebelumnya, Rangga lembur di lokasi syuting. Ia setengah berbaring di atas sofa properti syuting. Kalau Kiki tahu, dia pasti diusir.

             Di sampingnya, Bisma membolak-balik sebuah tabloid. Tabbloid nista yang sesiangan tadi telah membuat Rangga bertengkar dengan Andin.

             “Bakat juga loe, Rang. Sadis loe...” gumam Bisma.

             Rangga tidak merespon. Lengan kirinya menutupi separuh wajahnya.

             “Pantes dari tadi pagi Dicky diem mulu. Loe tikung sih~...”

             “Sekali lagi loe bilang gue nikung Dicky, gue ceburin loe ke kolam di belakang studio.” Ancam Rangga tiba-tiba.

             “Iya, iya, gue tahu! Loe nolongin Eriska gara-gara phobianya kumat. Masalahnya, Dicky tahu apa enggak alasan loe? Loe belum jelasin ke dia kan?”

             Rangga diam. Sumpek. Rasanya, baru kemaren dia bertengkar dengan Dicky soal Eriska. Dan sekarang terulang lagi.

             “Bantuin gue pesen cincin, Bis.”

             “HAH? Loe mau baikin Dicky pakek Cincin? Loe kira dia lekong?!”

             Srakkkk!!

             Rangga melempar skenario di tangannya ke arah Bisma, “Bukan buat dia, Begeng!! Buat Andin!!”

             “Eh?” Bisma nampak berpikir, “Andin?”

             “Gue.... mau tunangan sama dia...”

             Bisma bengong.

             “Loe ada kenalan buat mesen cincin nggak?”

             “Loe serius?”

             “Iya, gue serius. Kalo bisa yang deket-deket aja, di Jakarta. Gue lagi dikejar syuting.”

             “LOE SERIUS???!!”

             Buggg!!!

             Rangga memukul kepala Bisma dengan gulungan kertas skenario, “Loe ngomong nggak usah teriak-teriak ngapa sih?! Yang ngomporin gue buat tunangan sama Andin juga elo!!”

             Bisma memutar memori di otaknya ke beberapa hari lalu. Hari dimana Rangga dan Andin bertengkar hebat. Dia ada di sana bersama Erwin, Ipunk, dan Ardhy. Oh, iya ya....

             “Lagian otak gue udah buntu. Mungkin dengan begini, Dicky nggak marah lagi sama gue.” gumam Rangga kemudian. 

2 komentar: