Title : Cewek Rockstar VS Cowok Boyband
Season : 2
Author : @ariek_andini (adm4)
Genre : Comedy - Romantic
Main Cast : Rangga, Andin, Dicky, Eriska Rein
Cast : All member of D'Uneven, All member of SMASH, Roy Marten, Om Panchunk, Daaaan, banyak lageeeh...
----------------------
“Emangnya gue
nggak bisa kayak loe? Nyanyi sekaligus akting. Gue juga bisa kalo segitu doank!
Gue nggak akan kalah dari loe!” tandas Andin. Dia balik badan, lalu pergi
meninggalkan Rangga.
Hah?
Rangga mematung
di tempatnya. Memandangi Andin dari belakang. Soal taruhan itu. Benar, Andin
tidak main-main. Bahkan dia rela masuk ke dunia sinetron yang katanya alay dan
tontonan emak-emak.
Rangga menyandarkan badannya ke
dinding. Dia mencoba mengatur nafas. Tak seburuk itu sebenarnya. Bisa se-sinetron
dengan pacar sendiri, pasti menyenangkan. Seenggaknya dia nggak perlu kepikiran
sementara Andin manggung keliling kota di luar sana. Dengan begini, dia bisa
mengawasi Andin dari dekat. Juga sharing soal akting dan bermain peran.
Eh? Ngomong-ngomong soal akting,
kalau Andin ada di sinetron ini berarti.... dia... menjadi pasangan salah satu
anak SMASH. Itu berarti....
Rangga mangap..
“PASANGAN GUE?!!!” sergah Bisma
kaget.
Kiki mengangguk.
“Andin?!! Jadi pasangan gue?!!”
ulang Bisma. Matanya terbelalak. Seperti baru saja disambar geledek. Mimpi apa
dia semalam?
“Buruan masuk. Loe inget mesti
gimana kan?!” kata Kiki sambil mendorong Bisma.
Bisma gelagapan. Dari sekian
cewek, kenapa harus Andin yang jadi pasangannya. Bisma gugup. Matanya beralih menatap
ke sisi lain. Dan malah makin nggak karuan. Yang ada dia malah nggak sengaja
bertemu mata dengan Rangga dan mendapat tatapan
awas-kalo-loe-macem-macem-sama-cewek-gue. Bisma beringsut.
Tak sulit Andin memerankan tokoh
yang dia pegang. Dia tetap menjadi dirinya sendiri. Penyanyi rock yang masuk ke
SMASH Entertaiment, bertemu dengan Bisma, lalu jatuh cinta dengannya. Simpel.
Tapi tak sesimpel itu bagi Bisma.
“Cut! Cut! Cut!!” teriak Kiki,
“Heh! Begeng! Pegang tangan Andin!!”
“Udah kok tadi~...” bela Bisma.
“Apanya yang megang? Loe Cuma
nyenggol dikit! Nggak kelihatan di kamera! Loe ambil mapnya dari Andin
pelan-pelan, tangan loe majuin dikit ke sini! Nah begini!!” Kiki
menggeser-geser tangan Bisma. Maksudnya sih memberi arahan. Dia nggak sadar
sedikitpun, di belakang sana, seorang cowok berbaju biru menatapnya dengan api
membara.
Rangga bergeming. Tatapannya masih
tajam menyala. Bisma sudah menjomblo berbulan-bulan. Sejak putus dari Franda,
kelakuannya udah kayak kucing garong. Ada celah dikit, pasti dia nyerang. Kalau
tiba-tiba Andin terseret gimana?
“Hahahaha!! Overacting loe!!” tawa
Andin begitu Rangga menceritakan keresahannya. Keduanya duduk di teras studio
sambil memangku seporsi nasi kotak. Setelah sepagian tadi syuting, akhirnya
Kiki memberikan istirahat bagi semua kru dan pemain.
“Loe jangan anggap enteng!! Bisma
itu serigala berbulu domba!!” tukas Rangga.
“Bentar! Bentar! Gue lihat dulu,
berbulu domba, berbulu kucing, atau jangan-jangan, bulu ayam!”
Rangga dongkol. Kekhawatirannya
malah dijadikan bahan candaan sama Andin.
“Masa temen sendiri loe
cemburuin?!!”
“Siapa yang cemburu?!!” balas
Rangga.
Tawa Andin pecah lagi. Ekspresi
Rangga seolah-olah besok bumi kiamat. Lebay!
“Ok! Ok! Gue tahu! Gue nggak akan
terseret rayuan Bisma!” ucap Andin kemudian.
Rangga masih manyun.
“Ini akting, Rang! Ck, kayak baru
kemaren jadi artis aja loe! Loe juga tahu kan akting itu gimana. Gue tahu kok
batasannya gimana. Profesional!!” Ucap Andin, dia lalu membuka kotak nasi di
depannya, “Udah makan!”
Rangga menurut. Dibukanya kotak nasi
yang ada di tangannya. Seketika irisan wortel dan buncis menyambut matanya.
Iya, profesional. Itu yang tadi
coba dikatakan Andin. Mungkin Rangga terlalu khawatir. Ini pertama kalinya dia
melihat Andin akting dan romantis-romantisan sama cowok lain di depan matanya.
Padahal biasanya juga tuh cewek gawenya megang gitar.
Andin mengangkat sendoknya, lalu
diambilnya setumpuk acar dari makanan Rangga. Hanya tersisa irisan ayam pedas
manis di sana.
Rangga pasrah. Ia tidak protes
sedikitpun. Hanya Andin dan mamanya yang paham bahwa dia tidak suka sayuran.
Andin selalu ingat itu. Setiap melihat sayuran di atas piring Rangga, dia
selalu mengambilnya tanpa diminta.
Iya, benar, tidak seburuk itu,
batin Rangga.
Usai makan, Rangga dan Andin
kembali ke dalam studio. Syuting masih belum dimulai. Beberapa pemain masih
tertidur, sementara yang lain masih menggerombol. Di ujung sana, Rafael dan
Ilham masih menggencarkan usahanya mendekati artis cewek. Rangga keheranan.
Semoga Tuhan segera menyadarkan cewek-cewek itu dari tipuan Rafael dan Ilham.
“Masa sih?! Sayang banget Reza
Rahardian nggak menang~...” ujar Eva, salah satu pemeran cewek..
“Iya! Beneran! Tadi malem tuh yang
menang Adipati Dolken! Gue juga nggak nyangka! Padahal keren jauh si Reza
Rahardian!!”
“Ngomongin gue, ya?” ujar Reza
tiba-tiba nongol.
“Diiih! Ke-geer-an!! Reza
Rahardian! Bukan elo!”
“Ngomongin apa, sih?” Bisma ikut nimbrung.
“Ini, pemenang di Festival Film
Indonesia tadi malem.” Jawab Eva sambil membuka lebar-lebar tabloid di
tangannya.
Beberapa orang lainnya ikut
melongokkan kepalanya. Tak tahu dari mana obrolan ini berakar, cuman, terdengar
asik aja. Andin yang berdiri lima langkah dari sana, ikut mendekat. Diintipnya
tabloid di depannya. Andin memicingkan matanya. Dia memperhatikan satu sudut
dari sekian foto dan tulisan yang terpampang di sana. Sedikit diputarnya
kepalanya. Kian lama kian terbaca. Sejenak tak yakin dengan yang dibacanya.
Lalu sekali lagi Andin membacanya.
Andin tercekat.
“Mana coba gue lihat~...” Rangga
ikut bergabung. Dilihatnya isi tabloid itu. hingga kemudian tubuhnya membeku.
Rangga tertegun. Matanya disambut judul berita
absurd.
Mesranya Rangga SMASH dan Eriska Rein di Festival Film Indonesia 2014.
Eh?
Rangga mangap. Dia tak yakin
dengan apa yang baru saja dibacanya. Direbutnya tabloid itu dari tangan Eva
lalu membacanya sejelas mungkin. Ini sih lebih dari jelas. Tak hanya judul yang
tertulis besar-besar, fotonya dan Eriska juga terpampang di sana. Terselip
bersama foto-foto artis yang datang ke festival tahunan itu.
Buru-buru Rangga mengalihkan tatapannya ke
Andin. Tapi di saat yang bersamaan, Andin melengos.
“Ndin!!”
Andin tak menoleh.
“Andin!!” Rangga melempar tabloid
di tangannya lalu mengejar Andin.
Seluruh pasang mata di dalam
studio itu memperhatikan Rangga dan Andin.
“Tunggu!!”
“Lepas!!!”
“Gue bisa jelasin!!” ucap Rangga.
“Gue nggak butuh penjelasan dari
loe!!”
“Ini nggak seperti yang loe
lihat!!”
Andin menghentikan langkahnya,
“Nggak seperti yang gue lihat? Maksud loe, yang ada di foto itu bukan elo? Tapi
penampakan jin gitu?!!”
Rangga mendesis. Kehabisan
kata-kata. Kalau sudah emosi, Andin selalu mengatakan hal nggak jelas yang
bikin dahi berkerut. Kebanyakan nonton Mister Tukul tuh anak pakek bilang
penampakan jin segala.
Seluruh pemain dan kru yang ada di
sana melihati Andin dan Rangga. Buru-buru Rangga meraih tangan Andin dan
menyeretnya keluar. Seenggaknya bertengkar di tempat lain lebih aman daripada
jadi tontonan orang.
“Dengerin gue. Gue ada di acara
FFI tadi malam bukan karena kemauan gue!!” jelas Rangga begitu keduanya sampai di
tempat sepi.
“Apa? Karena Eriska?!!”
“Iya... Eeh! Bukan! Maksud gue...
iya! Tadi malam Eriska lagi nggak sehat! Dia nggak bisa nyetir mobil! Jadi gue
yang nganterin dia ke FFI!”
“Perhatian banget ya loe sama
dia...”
“Loe sendiri kan yang bilang ke
gue soal profesional! Gue dan Eriska Cuma temen!”
Andin melipat tangannya. Wajahnya
masam, “Oh, gitu? Jadi sekarang loe gunain kata-kata gue sendiri untuk nyerang
gue?”
“Nyerang loe? Siapa yang nyerang
loe?!! Gue jelasin ke loe baik-baik! Kenapa dari tadi pagi yang loe pikir cuman
soal taruhan?!!”
“Karena loe yang bikin gue jadi
begini!!! Loe nggak pernah serius!! Loe bilang tunangan, tapi loe keluar dari
entertaimen aja nggak mau! Dan sekarang loe malah nyerong sama artis lain!!”
Rangga terdiam. Lidahnya kelu. Dia
menatap Andin dengan nafas tertahan, “Jadi di mata loe, gue masih nggak
serius?” Rangga menarik nafas. Mengumpulkan segenap tenaganya untuk meneruskan
kalimatnya, “Tunangan kita... gue majuin jadi dua minggu lagi, 10 Maret besok!
Dan besok, gue akan beberin soal pertunangan ini ke wartawan.”
Eh?
“Bilang ke Om Budi, keluarga gue
akan datang segera.” Pungkas Rangga.
Andin bungkam. Tidak tahu harus
berkata apa. Terkejut dengan ucapan Rangga. Tapi perlahan, desir bahagia
menyelimuti hatinya. Terlihat semakin jelas. Pertunangannya yang suram,
terlihat cerah.
Hari itu, Andin pulang dari lokasi
syuting lebih cepat. Jatah take-nya sudah hampir selesai. Lagipula, dia muncul
di pertengahan episode. Kisahnya tak
terlalu diekspos. Otaknya terlanjur dipenuhi tetek bengek pertunangan.
Hanya tunangan. Belum sesakral
pernikahan. Tapi dirinya sudah gugup setengah mati. 10 Maret, itu tidak lama.
Hanya hitungan hari. Lalu harus dimulai dari mana? Nantinya, ini akan lebih
dari sekedar pertemuan keluarga dan tukar cincin. Papanya bilang, halaman
tengah di rumahnya akan disulap jadi tempat pesta kecil-kecilan. Mengundang
sanak famili dan beberapa wartawan. Katanya begitu.
Detik berikutnya, otak Andin
beralih pada pertengkarannya dengan Rangga barusan. Sedikit banyak dia
berterima kasih pada Eriska. Karena secara tidak langsung, gadis itu lah yang
terus-terusan mendorong dia dan Rangga semakin serius.
Tapi ini tidak bisa dibiarkan.
Jika ia biarkan, bisa saja Rangga berpaling. Eriska artis cantik, manis, tinggi
semampai dan lembut. Tidak seperti dirinya.
Andin mendesah. Dia lalu
membelokkan mobilnya. Ia mengubah tujuannya. Sedikit usaha untuk menyelamatkan
masa depannya. Iya, dia butuh itu.
“Andin??? Loe di sini?” tanya Ola
kaget. Tangannya masih memegang kenop pintu.
“Sorry. Gue ganggu?”
“Enggak! Gue lagi santai aja tadi.
Mari masuk!”
Andin melangkahkan kakinya ke
dalam rumah Ola. Canggung.
“Silakan duduk! Mau minum apa?”
“Enggak... enggak usah!”
Ola menghentikan langkah kakinya
ke arah dapur. Ditolehnya Andin yang duduk berpangku tangan di sofa.
“Gue... mau minta bantuan loe...”
“Bantuan?”
“Iya... loe mau kan?”
Ola menghampiri Andin. Terasa ada
atmosfer berbeda di sana, “Selama gue bisa. Emang loe minta bantuan apa?”
“Tolong... ajarin gue dandan...”
“HAH???”
************
Senja kemerahan berganti gulita.
Malam itu bulan berkilau separuh. Persis potongan mahkota bunga dari kejauhan.
Dan seperti malam sebelum-sebelumnya, Rangga lembur di lokasi syuting. Ia
setengah berbaring di atas sofa properti syuting. Kalau Kiki tahu, dia pasti
diusir.
Di sampingnya, Bisma
membolak-balik sebuah tabloid. Tabbloid nista yang sesiangan tadi telah membuat
Rangga bertengkar dengan Andin.
“Bakat juga loe, Rang. Sadis
loe...” gumam Bisma.
Rangga tidak merespon. Lengan
kirinya menutupi separuh wajahnya.
“Pantes dari tadi pagi Dicky diem
mulu. Loe tikung sih~...”
“Sekali lagi loe bilang gue nikung
Dicky, gue ceburin loe ke kolam di belakang studio.” Ancam Rangga tiba-tiba.
“Iya, iya, gue tahu! Loe nolongin
Eriska gara-gara phobianya kumat. Masalahnya, Dicky tahu apa enggak alasan loe?
Loe belum jelasin ke dia kan?”
Rangga diam. Sumpek. Rasanya, baru
kemaren dia bertengkar dengan Dicky soal Eriska. Dan sekarang terulang lagi.
“Bantuin gue pesen cincin, Bis.”
“HAH? Loe mau baikin Dicky pakek
Cincin? Loe kira dia lekong?!”
Srakkkk!!
Rangga melempar skenario di
tangannya ke arah Bisma, “Bukan buat dia, Begeng!! Buat Andin!!”
“Eh?” Bisma nampak berpikir, “Andin?”
“Gue.... mau tunangan sama dia...”
Bisma bengong.
“Loe ada kenalan buat mesen cincin
nggak?”
“Loe serius?”
“Iya, gue serius. Kalo bisa yang
deket-deket aja, di Jakarta. Gue lagi dikejar syuting.”
“LOE SERIUS???!!”
Buggg!!!
Rangga memukul kepala Bisma dengan
gulungan kertas skenario, “Loe ngomong nggak usah teriak-teriak ngapa sih?!
Yang ngomporin gue buat tunangan sama Andin juga elo!!”
Bisma memutar memori di otaknya ke
beberapa hari lalu. Hari dimana Rangga dan Andin bertengkar hebat. Dia ada di
sana bersama Erwin, Ipunk, dan Ardhy. Oh, iya ya....
Kereeenn.. (y)
BalasHapus:)
Hapus